Nama
beliau adalah Syaikh Al Allamah Muhammad bin Muhammad Al Mukhtar As Syinqity
–hafidzahullah-. Dilahirkan pada tahun 1381 H di Madinah Al-Munawwarah. Ayah
beliau As syaikh Al Allamah Muhammad Al Mukhtar As Syinqity (wafat: 1405H) adalah seorang ulama besar, ahli
fiqih, hadits, sastra dan Ilmu nasab. (1) Pendidikan formalnya baik ditingkat SMP SMA hingga
perguruan tinggi diselesaikan di Universitas
Islam Madinah.
Setelah menyelesaikan pendidikan strata satu di tahun 1403 H beliau diminta untuk menjadi dosen pembantu. Tugas itu ditunaikannya dengan baik hingga beliau menyelesaikan pendidikan Doktoral dengan judul desertasi,"Ahkaam Al Jiraahah At Tibbiyah Wal Atsar Al Mutarattibah alaiha". Sebuah desertasi yang membahas seputar hukum islam yang berhubungan dengan tindakan operasi dalam dunia medis. Berkat taufiq dari Allah desertasi beliau meraih predikat summa cumlaude dan Madinah Award untuk bidang penelitian ilmiah. hingga kini desertasi tersebut telah dicetak berulang-ulang.
Setelah menyelesaikan pendidikan strata satu di tahun 1403 H beliau diminta untuk menjadi dosen pembantu. Tugas itu ditunaikannya dengan baik hingga beliau menyelesaikan pendidikan Doktoral dengan judul desertasi,"Ahkaam Al Jiraahah At Tibbiyah Wal Atsar Al Mutarattibah alaiha". Sebuah desertasi yang membahas seputar hukum islam yang berhubungan dengan tindakan operasi dalam dunia medis. Berkat taufiq dari Allah desertasi beliau meraih predikat summa cumlaude dan Madinah Award untuk bidang penelitian ilmiah. hingga kini desertasi tersebut telah dicetak berulang-ulang.
Kehidupan Ilmiah.
Saat ditanya perihal masa-masa menuntut
ilmu, beliau menjawab: "Hakikatnya berbicara tentang diri sendiri
merupakan sesuatu yang kurang baik. Namun bila harus, maka saya akan menceritakannya, semoga
Allah tidak menghukumi saya karena telah mengisi majelis ini dengan kisahku,
Hasbunallah wani'mal wakiil. Adapun tentang perihal masa menuntut llmu dulu, maka aku memohon
semoga Allah membalas kebaikan ayahku dengan segala kebaikan.
Aku bersyukur kepada Allah
yang telah membuat Ayahku melakukan banyak hal untukku. Beliau rahimahullah
selalu mengajak kami -anak-anaknya- ke majelis beliau baik dimasjid nabawi atapun dirumah. Saat memberi pelajaran, aku sering tertidur dipangkuannya, waktu itu aku masih
terlalu kecil.
Di masjid Nabawi ayah menyampaikan pelajaran 5 kali sehari setiap selesai
sholat fardhu. kecuali ba'da ashar, terkadang beliau mengkhususkan majelis khas dirumahnya. Saat usiaku memasuki 15 tahun beliau menyuruhku untuk duduk disisnya
sebagai qori' membacakan pelajaran untuknya di Masjid Nabawi. Aku tau beliau
sedang menguji mentalku membaca dihadapan orang banyak, beliau yakin aku bisa melakukannya, semoga aku seperti yang diharapkannya.
Di majelisnya, aku memulai pelajaranku dengan membaca kitab Sunan At-Tirmidzi. Kemudian dilanjutkan dengan Muwattho hingga
selesai. Setelah itu dilanjutkan dengan sunan Ibnu Majah, namun aku tidak
menyelesaikannya, karena ajal lebih dulu menjemputnya. Semoga Allah menetapkan pahala yang sempurna untuknya. Ini khusus pelajaran sebelum maghrib. Setelah
pelajaran selesai biasanya penuntut ilmu yang lain akan membaca berbagai matan, mulai dari yang bertemakan bahasa, fiqih dll. Aku turut hadir dan memperhatikan penjelasannya.
Setelah Isya, Aku melanjutkan pelajaran dengan membaca Shohih muslim bersamanya. Setelah mengkhatamkannya, Aku membacanya
dari awal lagi, namun beliau wafat sebelum aku menyelesaikannya.
Diantara hal yg menakjubkan, beliau meninggal ketika pelajaran telah memasuki bab Fadl Al Maut Waddafnu fil Madinah (Bab Keutamaan Meninggal dan
dikebumikan di Madinah).
Aku ingat waktu itu, diakhir
pelajaran beliau berdo'a, padahal bukan merupakan kebiasaannya untuk berdo'a
apabila melewati bab ini. Aku telah membaca hadits -keutamaan wafat dan
dimakamkan dimadinah- tersebut untuknya sebanyak empat kali dari shohih
bukhori, seingatku beliau tidak pernah berdo'a (secara khusus) diakhir
majelisnya. Saat itu beliau dalam keadaan sehat tak ada tanda-tanda sakit.
Setelah menjelaskan hadits keutaman meninngal di Madinah dan menukilkan perkataan
sahabat seputar masaalah ini, beliau lalu berdo'a, "Aku memohon kepada
Allah agar Dia tidak mengharamkan nikmat tersebut untuk kita" serentak
para hadirin mengaminkan do'a tersebut. Karena banyaknya hadirin yang
mengaminkan do'a tersebut, sampai-sampai ucapan amin mereka seperti ucapan aminnya
para makmun Masjidil haram diwaktu sholat.
Begitulah, Setelah fajar, beliau menyampaikan kajian hingga matahari terbit sepenggalah. Barulah setelah sholat dzuhur aku mengkaji Shohih Bukhori bersamanya sampai aku mengkhatamkannya. Setelah khatam,
Aku memulainya dari awal lagi, namun untuk kali kedua aku tak sempat
menyelesaikanya.
Adapun jadwal belajar khusus disisi
beliau, maka aku mempelajari Matn Ar Risaalah hingga selesai ditambah dengan
membaca sebagian besar masaalah dari kitab Bidaayatul Mujtahid. Aku selalu mencatat
penjelasan Ayah. Yang kukagumi darinya, beliau –rahimahullah- memiliki pengetahuan yang
luas tentang Ilmu khilaf (Ilmu tentang perbedaan pendapat ulama). Akan tetapi
ketawadhu'an dan sifat wara' membuat beliau enggan merojihkan pendapat
tertentu.
Di bidang Ushul, aku juga belajar
darinya, namun beliau tidak terlalu suka karena banyaknya perdebatan, masaalah mantiq yang dimana diatas itulah ilmu ushul dibangun. Aku ingat apabila pembahasan Ushul mulai
memasuki ranah mantiq beliau selalu berkata, "Berdirilah" sambil
mendorongku. Karena beliau menilai ilmu tersebut (mantiq) haram untuk
dipelajari, dan ini merupakan pendapat sebagian ulama. Walaupun Syaikhul Islam
sendiri merinci permasaalahan ini.
Selanjutnya Syeikh berkata :
Ringkasnya aku tidak mempelajari
ilmu usul secara komprehensif darinya. Untuk menyempurnakan pelajaran Ushul
tersebut, aku mempelajarinya pada ulama lain yang menguasai dengan baik bidang
ini (Khilaf, Jadal dan Mantiq)
Dibidang Mustholah aku mengkaji beberapa
mandzumah disisi beliau. diantaranya Matan Al baiquniyah dan Thal'atul anwar. Kemudian dilanjutkan dengan mempelajari Tadriib Ar-Roowi.
Demikian secara ringkas yang bisa
saya tangkap dari penjelasan beliau yang direkam oleh salah seorang ikhwah. Transkipnya
bisa dilihat di islamway.com.
Syaikh Dan Buku
Syaikh -hafidzahullah- memiliki perpustakaan besar yang merupakan warisan sang ayah. Di dalam perpustakaan tersebut terdapat berbagai macam buku
cetakan kuno dan sangat langka. Beliau dikenal sebagai orang yang kutu
buku. Beliau betah menghabiskan waktu
berjam-jam untuk membaca dan muthaala'ah, hal itu dilakukannya baik saat muqim
ataupun safar. Yang menakjubkan adalah kemampuan beliau dalam menghafal
perkataan ulama. Syaikh Amir Qorowi mengatakan pada saya bahwa Syaikh
-hafodzahullah- hafal kitab Al-I'lam Bifawaa'id Umdatul Ahkam (11 jilid) karya Ibu
Al Mulaqqin –rahimahullah-.
Dikisahkan bahwa suatu kali ada
seorang penuntut ilmu berdiskusi dengan syaikh dalam satu masaalah. Orang itu mengatakan bahwa Ibnu Taimiyah -rahimahullah- berpendapat begini dan begitu dalam masalah ini.
Syaikhpun menjawab, "Aku telah membaca Majmu' Fatawa sebanyak tiga kali dan
aku tidak pernah melewati perkataan tersebut". Suatu kali juga ada seseorang
pernah menanyakan pada syaikh tentang masaalah yang rumit dalam fiqih
Hanbaly. Beliau mengatakan lihat penjelasannya secara rinci dalam Syarh
Mukhtashar Al Khiraqy karya Az Zarkasyi. Pemilik kisah berkata, "Akupun
terkejut, padahal buku tersebut baru saja dicetak untuk pertama kali. Betapa
cepatnya beliau menguasai buku itu.
Perpaduan
antara kuatnya hafalan dan muthala'ah merupan dua hal yang mulai
hilang dalam tradisi keilmuan penuntut ilmu masa kini.
Akhlak Beliau
Disamping dikenal dengan keilmuan yang tinggi, beliau juga dikenal dengan akhlaknya
yang baik, serta ibadahnya yang tekun. Keilmuan syaikh tak diragukan lagi. Siapa
yang ingin mengetahui kedalaman ilmunya silahkan mendengarkan rekaman kajian-kajian
beliau.
Para ulama besar di seantero Kerajaan mengakui keilmuannya. Penguasaannya yang baik
terhadap perbedaan pendapat ulama membuat setiap orang takjub. Tak sekedar menguasai khilaf, namun beliau juga menguasai dalil dan ushul setiap madzhab. Pembaca
akan dibuat semakin takjub apabila beliau mulai berdialektika untuk mematahkan hujjah setiap madzhab yang marjuh dalam masaalah tertentu. Ala
kulli haal, sulit bagi saya menggambarkan semua itu.
Bagi penulis, yang paling berkesan adalah kewibawaan
majelisnya. Sebagai penghormatan beliau terhadap ilmu, Syaikh tidak suka bila
melihat ada penuntut ilmu yang memainkan pena bila majelis sedang berlangsung. Beliau juga tidak suka ada yang meletakkan buku diatas
lantai, atau memotong penjelasannya dengan pertanyaan. Beliau tdak suka
mendengar bunyi hp dll yag bisa mengganggu kewibawaan majelis ilmu.
Namun ada peristiwa yang sampai saat ini
masih melekat jelas dalam ingatan penulis. Suatu hari saat beliau sedang
menyampaikan pelajaran, ada seorang laki-laki tua yang datang menyalaminya,
secara spontan beliau beranjak berdiri dari kursi lalu menghentikan
penjelasannya untuk menyalami laki-laki tua itu dan mencium kepalanya sebagai
tanda penghormatan.''
Murid beliau yang masih teman
sekelas penulis Al Akh Muhaisin memperhatikan saya dan berkata, "Kamu kaget …?
Hehe. Beliaupun menceritakan pada saya bahwa dulu ada seorang peminta-minta
yang tiba-tiba mendatangi syaikh dikerumunan orang banyak, syaikh lantas
memasukkan tangannya kedalam kantong dan mengambil semua isi kantongnya untuk
orang tersebut tanpa memotong penjelasannya."
Padatnya rutinitas tak membuat syaikh melalaikan kewajibannya sebagai anak. Beliau sangat berbakti pada keduaorang tuanya. Beberapa dosen kami yang juga murid beliau
pernah mengisahkan, "Suatu ketika, syaikh memiliki jadwal ta'lim di Jeddah,
namun qaddarullah ibunya jatuh sakit, diapun berniat mengurungkan perjalanannya ke Jeddah. Namun ibunya meminta agar syaikh pergi menyampaikan
ta'lim disana, Syaikh pergi dan menuruti apa kata ibunya tanpa menolak
sedikitpun. Setibanya di Jeddah beliau menyampaikn beberapa patah kata di dalam
majelis lalu segera kembali menemui ibunya di Madinah.
Semangat Dan Kesabaran Beliau Dalam
Berdakwah
Hari-hari beliau selalu disibukkan dengan ilmu, baik belajar ataupun mengajar. Sebelum ditetapkan sebagai Anggota
Hai'ah Kibaar Ulama (Perhimpunan Ulama Besar) Syaikh –hafidzahullah- memiliki 3
Majelis, Majelis pertama hari Kamis di Masjid Nabawi membahas Kitab Umdatul ahkam. Majelis
Kedua hari Selasa di Makkah membahas Kitab Zaad Al Mustaqni' dan Majelis Ketiga
hari Rabu di Jeddah membahas kitab Sunan At Tirmidzi. Untuk menghadiri majelis-majelis
tersebut Syaikh menyetir sendiri mobilnya, beliau tidak suka menyibukkan orang
lain untuk melayani dirinya.
Padatnya rutinitas ditambah jauhnya jarak yang harus ditempuh kerap kali membuat beliau jatuh sakit,
namun itu tak menyurutkan semangatnya. Beliau tidak berhenti mengajar, terkadang
beliau meminta muridnya untuk
menemaninya dalam perjalanan, namun dengan syarat agar orang yang menemaninya
tersebut mau bila ongkos perjalanannya ditanggung sepenuhnya oleh beliau.
Kesabaran ini tentunya merupakan karunia
Allah, kemudian hasil didikan Ayahnya yang menjadi sekolah pertamama dan utama baginya baik dalam Ilmu, Amal, Akhlak dan Semangat Dakwah. Dalam dauroh Manasik Haji tahun lalu
1434 H, beliau menceritakan pada kami tentang kesabaran ayahnya dalam melayani
penuntut ilmu dan umat. Beliau berkata, " Setiap hari Ayahku selalu pulang
dengan wajah yang letih, itu karena beliau mengajar dalam 5 majelis setiap harinya.
Ba'd al-Fajr, ba'da Ad Dzuhr, ba'da Al ashr, ba'da Al Maghrib dan ba'da al
Isya, semua itu di masjid nabawi. Pelajaran baru berakhir apabila masjid nabawi akan ditutup. Setelah itu
barulah beliau kembali kerumah dengan berjalan kaki. Ini Aku saksikan sendiri selama 10
tahun terakhir aku menemaninya.
Setibanya dirumah aku mendatanginya untuk
menanyakan beragam masaalah yang sulit aku fahami, ia tak pernah bosan
melayaniku, ia tak pernah menampakkan rasa letihnya padaku. bahkan terkadang
aku sampai berulang-ulang menanyakan masaalah yang sama hingga larut
malam, namun beliau tetap saja melayaniku, ia tak pernah kesal apalagi menghardikku
walau sekali saja".
Aku pernah bertemu dengan seorang tua renta yang dulunya seorang tentara, saat dia
mengetahui bahwa aku adalah putra syaikh beliau tiba-tiba menangis. Orang itu lalu mangatakan, "Dulu sekitar tahun 70 an aku datang dari Baadiyah (dusun pedalaman) ke Masjid Nabawi . Saat aku tiba di Masjid Nabawi aku langsung mencari seseorang untuk menimbah ilmu. Waktu itu aku sangat haus dengan ilmu, aku bahkan tak tau
bagaimana tatacara wudhu dan sholat, padahal umurku sudah 18 tahun. Aku menemui
seorang syaikh, Aku sampaikan hajatku untuk menuntut ilmu, Aku ingin waktu
khusus, sebab aku tidak seperti kebanyakan orang yang cepat mengerti. Rupanya
aku datang tidak tepat waktu, diapun menolakku dan menghardikku dengan
perkataan yang buruk. Apakah tidak ada
selainmu yang bisa ku ajari…??? Begitu katanya. Akupun hampir putus asa. Dihari
kedua aku mendatangi masjid nabawi lagi, setelah shalat isya aku mendapati majelis ayahmu. Waktu itu ayahmu sedang mengkaji sunan An-Nasa'I dan
Shohih Muslim. Setelah pelajaran usai, aku membuntuti ayahmu dari belakang hingga
beliau tiba dirumah. Setibanya dirumah dia menyuruhku masuk. Aku langsung
menyampaikan hajatku, "Wahai syaikh.. Aku
ingin belajar tentang Agama Allah.." Syaikh menjawab, "Ayo
bismillah kita mulai sekarang.."
Syaikh berkata, "Demi Allah ini bukan tazkiyah untuknya (sang ayah),
namun beliau bagai sekolah yang mengajariku kesabaran dalam mengajari manusia.
Suatu ketika ayah pernah berkata padaku, "Bila ada yang datang untuk menuntut
ilmu, maka bangunkan aku bila sedang
tidur. Bila aku tengah makan panggillah.''. Para pembesar madinah dimasa itu sangat mencintainya,
namun bila mereka datang untuk sekedar menyalami ayah, maka aku tidak akan membangunkannya
dari tidur. Namun bila yang datang itu orang yang ingin bertanya seputar agama, meski bajunya compang-camping dipenuhi tambalan aku langsung membangunkan ayah. Tak
terlihat wajah kesal darinya. Yang ada hanyalah wajah yang dipenuhi rasa
gembira, karena kebahagiaanya terletak pada ilmu baik saat belajar ataupun mengajar. Keteladanan
ini kami sebutkan walau tentunya Rasulullah adalah sebaik-baik teladan dalam
hal ini, namun sebuah kisah yang dimana diri kita adalah bagian darinya terkadang memberi arti yang lain dalam jiwa"
Demikianlah, semoga kisah ini memberi semangat baru pada kita dalam menuntut ilmu dan bersabar atasnya.
Wallahu ta'ala a'lam
Catt:
Saat Ini Syaikh –hafidzahullah-
Menjabat sebagai anggota Hai'ah Kibaar Ulama, juga merangkap sebagai Mufti
Madinah Al Munawwaran dan pengajar tetap di Masjid Nabawi As Syarief.
Diselesaikan di Jeddah Jum'at
28-04-1435 H
(1)Bagi anda yang ingin mengenal ayah beliau lebih
dekat silahkan merujuk ke kitab, Al Wasiith fi Taraajum Udabaa' Syinqiit". Syaikh Bakr Abu Zaid sangat mengagumi keluasan
ilmu Syaikh Muhammad Mukhtar. Bahkan beliau memasukkannya kedalam kumpulan biografi Ahli
nasab dalam kitaab ,"Thabaqoot An Nassaabiin"
Syaikh berkata, "Beliau -rahimahullah- memiliki majelis di bulan ramadhan yang secara khusus membahas kitab Bidaayah Wa An-Nihaayah. Beliau sangat menguasai ilmu ini (sejarah). Syaikh Ustaimin –rahimahullah- pernah berkat padaku, Ayahmu termasuk orang yang hafal Bidaayah Wa An-Nihaayah.
Syaikh berkata, "Beliau -rahimahullah- memiliki majelis di bulan ramadhan yang secara khusus membahas kitab Bidaayah Wa An-Nihaayah. Beliau sangat menguasai ilmu ini (sejarah). Syaikh Ustaimin –rahimahullah- pernah berkat padaku, Ayahmu termasuk orang yang hafal Bidaayah Wa An-Nihaayah.
Assalamu'alaikum warahmatullah... mengenai tulisan tentang biografi Syaikh Anis hafizhahullah ... di situ tertulis guru beliau salah satunya Syaikh Muhammad bin Muhammad Mukhtar As-Syinqithi rahimahullah. Bukannya beliau masih hidup ya?
AntwortenLöschen