Samstag, 1. Februar 2014

TERSENYUMLAH..



TERSENYUMLAH....

Disuatu subuh...
Akhi, ana bsok gak bisa hadir ta'lim kayaknya.
Knapa akhi..? Tanya saya,
Teman-teman antum tatapannya kok seram-serem gitu.
Kayak tatapan intelejen.. Susah di ajak senyum..
Tidak semua juga sih.. Hehe
Emang ada yang salah ya dari pakaian ana..?

Itu hanyalah satu dari sekian banyak keluhan yang saya terima dari ikhwah yang baru ngaji.

Sahabat.. Senyum adalah aktivitas sederhana yang tidak membutuhkan energi berlimpah serta biaya yang besar. Ia meluncur dari bibir dan selanjutnya masuk ke relung kalbu yang paling dalam.

Saya kira, kita tak perlu bertanya soal keefektivan senyum dalam mempengaruhi pikiran dan cara pandang orang lain terhadap kita. Pengalaman membuktikah bahwa senyum tulus yang mengalir dari dua bibir yang bersih itu merupakan muqaddimah terbaik dalam meluruskan orang yang keliru atau mengingkari suatu kemunkaran.

Banyak yang mengira bahwa kewibawaan tidak bisa diraih kecuali dengan menjaga jarak dengan orang lain, atau bisa juga dengan menunda senyuman. Padahal manusia yang paling berwibawa saja selalu tersenyum. Sehingga tidak mengherankan jika beliau mampu meluluhkan kalbu sahabat-shabatnya, istri-istrinya dan setiap orang yang berjumpa dengannya.

Sahabat Jabir bin Abdullah -radhiallahu anhu- mengatakan:

ما حَجَبني رسولُ الله -صلى الله عليه وسلم- منذُ أسملتُ، ولا رآني إلا تَبَسَّم في وجهي.

“Sejak aku masuk Islam, Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- tidak pernah menghindar dariku. Dan beliau tidak melihatku kecuali beliau pasti tersenyum kepadaku.”
(HR. Bukhori Muslim)

Bahkan hingga menjelang wafatnya, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam masih mengajari kita tentang senyum.

Sahabat Anas bin Malik -radhiallahu anhu- menuturkan:

بينما الْمُسْلِمُونَ في صَلاَةِ الْفَجْرِ مِنْ يَوْمِ الإِثْنَيْنِ وَأَبُو بَكْرٍ يُصَلِّي بَهُمْ لَمْ يَفْجَأْهُمْ إِلاَّ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَدْ كَشَفَ سِتْرَ حُجْرَةِ عَائِشَةَ، فَنَظَرَ إِلَيْهِمْ وَهُمْ فِي صُفُوفِ الصَّلاَةِ. ثُمَّ تَبَسَّمَ يَضْحَكُ!

“Ketika kaum muslimin berada dalam shalat fajar, di hari Senin, sedangkan Abu Bakar menjadi imam mereka, ketika itu mereka dikejutkan oleh Rasulullah shallahu alaihi wasallam yang membuka hijab kamar Aisyah. Beliau melihat kaum muslimin sedang dalam shaf shalat, kemudian beliau tersenyum kepada mereka”
(HR. Bukhari Muslim)

Harus kita sadari bahwa sudah merupakan fitrah bila manusia cenderung tidak menyukai sikap sombong, angkuh, kasar, bengis dll.

Allah azza wa jalla berfirman,

“Maka disebabkan rahmat Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (Ali-Imran : 159)

Tidak hanya berpengaruh dalam efektivitas dakwah, senyum bahkan bisa menjadi sedekah yang paling mudah.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

وتبسمك في وجه أخيك صدقة. رواه الترمذي
وصححه ابن حبان.

“Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah.” (HR. At Tirmidzi dan dishohihkan oleh Ibnu Hibban dalam shahihnya)

Beliau juga bersabda:

لا تحقرن من المعروف شيئا ولو أن تلقى أخاك بوجه طلق

“Janganlah engkau menganggap remeh kebaikan sekecil apapun, walaupun bertemu saudaramu hanya dengan wajah yang berseri-seri”.
(HR. Muslim. Dari sahabat Abu Dzar radhiyallahu anhu)

Jadi... Tak ada alasan untuk menunda senyum.

Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam pernah bersabda :

“Kebaikan itu adalah akhlaq yang baik”

“Mu’min yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya”

?????????????

Sekali lagi,.. Bercerminlah pada salaf..

-----------------------------------------
Madinah, Jum'at 01-04-1435 H

0 Kommentare:

Kommentar veröffentlichen