Freitag, 24. Januar 2014

TAMPAN, PERFECT TAPI NYUNNAH

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَ لَهُ شَعْرٌ فَلْيُكْرِمْهُ رواه أبو داود

"Barangsiapa yang memiliki rambut, maka hendaknya dia memuliakannya". (HR.Abu Dawud dari Abu Hurairah).

Imam Al Munawi -rahimahullah- menjelaskan,
"Maksud dari memuliakan rambut adalah merapikannya, membersihkannya dengan cara membilasnya, memberinya minyak rambut lalu menyisir dan tidak membiarkannya acak-acakan sehingga terlihat kusut. Karena kebersihan dan penampilan yang baik merupakan hal yang dicintai dan diperintahkan (oleh agama), selama tidak berlebih-lebihan.” (Faidhul Qadir: 6/ 208)
Ditengah kesibukannya sebagai  utusan Allah, pemimpin negara dan pemimpin rumah tangga, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam masih tetap memperhatikan kerapian rambutnya. Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu berkata:

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ يُكْثِرُ دُهْنَ رَأْسِهِ وَتَسْرِيْحَ لِحْيَتِهِ وَيُكْثِرُ الْقَنَاعَ حَتَّى كَأَنَّ ثَوْبَهُ ثَوْبُ زَيَّاتٍ

"Rasulullah sering meminyaki rambutnya dan menyisir jenggotnya. Beliau juga sering memakai tutup kepala, (karena banyaknya minyak tersebut) hingga bajunya seperti baju penjual minyak". (HR Baihaqi dalam Syarhu As Sunnah).
Bahkan saat melakukan I'tikaf kekasihnya Aisyah -radhiallahu anha- tak lupa menyisir dan meminyaki rambut Rasulullah shallahu alaihi wasallam dari balik jendela rumahnya. Semua demi mewujudkan keindahan yang dicintai Allah karena selaras dengan ke Maha Indahan Allah. 

            Pembaca tentu masih ingat ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berbicara tentang takabbur (sombong), salah seorang sahabat lantas memberi komentar,
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya seorang lelaki senang kalau sandal dan bajunya bagus,.” Laki-laki ini meminta tanggapan rasulullah.
Lalu rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- menjawab,

انّ اللّه جميل يحبّ الجمال . الكبر : بطرالحقّ وغمط النّاس

“Sesungguhnya Allah Maha Indah serta menyukai keindahan. Al-Kibru (sombong) itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim)
          Pesan keindahan pada hadits di atas tidak hanya terbatas pada keindahan fisik saja. Namun juga pada keindahan jiwa, karena Allah ta'ala mencintai hamba yang selalu menghiasi ucapannya dengan kejujuran, menghiasi hatinya dengan keikhlasan dan kecintaan. Dia juga mencintai hamba yang selalu menampakkan nikmat yang dianugerahkan-Nya kepada hamba tersebut.
Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda:

إن الله يحب أن يرى أثر نعمته على عبده

“Sesungguhnya Allah suka melihat (tampaknya) bekas nikmat (yang dianugerahkan-Nya) kepada hamba-Nya”.(HR at-Tirmidzi dan al-Hakim)
Dalam hal berpakaian, islam mengajarkan umatnya agar mengenakan pakaian yang indah saat memasuki masjid.
Allah berfirman:

يَا بَنِي آَدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ

"Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid". {QS: Al A'raf}
Pakaian yang indah di sini tentunya pada maknanya yang proporsional. Dimana kesemuanya dikembalikan pada prinsip bahwa berpakaian tujuannyaa adalah untuk menutup aurat. Kalau prinsip ini hilang maka akan hilang keindahannya menurut ajaran Islam. Akan lain lagi bila barometer keindahannya adalah hawa nafsu.

Agar semakin perfect, Islam juga menyuruh kita untuk membersihkan tubuh dari najis dan kotoran. Menyuruh kita mandi untuk menghilangkan bau badan dan kotoran, memotong kuku, merapikan rambut, menyisir janggut, memakai wangian, menyikat gigi, serta hal-hal lain yang tak lepas dari nilai keindahan dan kebersihan. Sebagaimana dalam hadits yang menerangkan sunan-sunnah fitrah. Dimana rasulullah -shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Ada sepuluh macam fitrah, yaitu memotong kumis, memelihara janggut, bersiwak, istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung,-pen), memotong kuku, membasuh persendian, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, istinja’ dengan air.” Zakaria berkata bahwa Mu’shob berkata, “Aku lupa yang kesepuluh, mungkin yang kesepuluh adalah berkumur.” (HR. Muslim, Abu Daud, At Tirmidzi, An Nasai dan Ibnu Majah)
 Soal menyikat gigi Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Seandainya tak memberatkan umatku, nescaya aku akan memerintahkan kepada mereka utk bersiwak setiap kali akan shalat.” (HR. Bukhari & Muslim)
Mengenai memakai wangi-wangian Anas bin Malik -radhiallahu anhu- menceritakan,
“Tidak pernah aku mencium bau wangi atau bau yang semerbak melebihi wanginya nabi -shallallahu alaihi wasallam.” (HR. Bukhari)
Pembaca yang di rahmati Allah..
Perlu difahami bahwa kedisiplinan menjaga penampilan diri dan kebagusan berperawakan akan menunjukkan performa jati diri kemusliman kita. Artinya, orang yang senantiasa memperbaiki penampilannya, akan semakin baik dalam berpikir dan bernurani. Badan yang bersih, penampilan yang baik, pakaian yang rapi, merupakan cermin kebersihan mental dan akal.
Namun demikian, ajakan berpenampilan baik diatas sama sekali tidak bermaksud membuka "kran" budaya glamour. Sekali-kali tidak! Semua semata-mata demi keserasian antara penampilan dan profesionalitas. Karena islam tidak menghendaki israaf atau sikap berlebih-lebihan dalam segala hal. Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam bersabda:
"Makan & minumlah, bersedekah& berpakaianlah dengan tidak boros & tidak disertai kesombongan." (HR Ahmad,An-Nasai,Ibnu Majah& Hakim)
Adakalanya sebagian kaum muslimin meremehkan masaalah penampilan luar dengan berbagai macam alasan.  Ada yang beralasan karena ingin zuhud, ada yang beralasan, "yang penting kan akhlaknya baik", "Penampilan tidak terlalu penting", "Yang penting hatinya tampan". Sehingga tak jarang kita mendapati sebagian orang yang dalam kesehariannya berpenampilan acak-acakan, bahkan saat mendatangi pengajian. Biar lebih mantap sesekali dibumbui dalil bahwa rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda:
 "Sesungguhnya Allah tidak melihat tampang rupamu...dst." Mereka lupa bahwa dizaman Rasulullah seseorang pernah dipaksa keluar dari masjid Nabawi hingga ke Baqi' karena bau tak sedap [Muslim dan Nasa'I]. Rasul bahkan melarang orang yang mengkonsumsi makanan yang berbau tajam untuk mendekati masjid, sebab para malaikat terganggu dengan apa-apa yang membuat bani Adam terganggu. (HR. Muslim)
Kita tidak mengingkari bahwa bagusnya akhlak serta tampannya hati yang dihiasi ilmu jauh lebih utama ketimbang penampilan lahiriah. Namun bernampilan lahiriah yang baik dan syar’i juga merupakan tuntutan kehidupan yang selaras dengan tujuan-tujuan syariat. Hal itu diperlukan baik saat menunaikan pekerjaan sehari-hari maupun saat beribadah, terlebih lagi ketika berdakwah. Bahkan penampilan punya peranan penting dalam memberi kesan pada objek dakwah yang nantinya akan membawa pengaruh terhadap penerimaan mereka terhadap materi dakwah. Penampilan juga berperan sebagai penguat izzah dan wibawa kaum muslimin dihadapan orang-orang kafir. Jadi, tidak sepatutnya bagi seorang muslim sebagai apapun dia, melalaikan persoalan ini. Terlebih lagi bagi orang yang akan menghadiri ta'lim baik kapasitasnya sebagai pendengar ataupun pemateri (Ustadz).

Sekian, semoga bermanfaat.

Madinah. Jum'at 23-03-1435 H

ACT El-Gharantaly

Sonntag, 19. Januar 2014

MAAFKAN BILA DIA TAK SEMPURNA



من ذا الذي ماساء قط؟
ومن له الحسنى فقط؟

Siapakah yang tak pernah salah…?
Dan siapakah yang hanya punya kebaikan saja..?

Begitu kata orang arab… Karena seonggok daging yang bernama manusia itu adalah tempat salah dan lupa. Menuntut kesempurnaan darinya hanya akan membuat kita lelah.
Orang yang mencari sahabat yang sempurna tanpa cela seperti orang hendak menegakkan benang yang basah, semua sia-sia dan akan selalu berakhir dengan sepi tanpa kawan.

Diriwayatkan bahwa Raja bin Haiwah -rahimahullah- berkata:

"من لم يؤاخ إلا من لاعيب فيه قل صديقه، ومن لم يرض من صديقه إلا بالإخلاص له دام سخطه، ومن عاتب إخوانه على كل ذنب كثر عدوه"

“Barangsiapa yang hanya bersahabat dengan orang yang (menurutnya) tidak tercela, akan sedikit sahabat yang dimilikinya. barangsiapa yang hanya mengharapkan keikhlasan dari sahabatnya, ia akan selalu mendongkol. Dan barangsiapa yang mencela sahabatnya atas setiap dosa yang dilakukan mereka, dia akan banyak memiliki musuh.” (“Siyaru A’laamin Nubalaa’ IV:557)

Berhentilah menuntut kesempurnaan dari sahabatmu, karena kesempurnaan hanya milik Allah..

----------------------------------
Jeddah, Sabtu 17-03-1435 H

CERMIN DAN KETULUSAN

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

المؤمن مرآة أخيه، والمؤمن أخو المؤمن؛

"Seorang Mu'min adalah cermin bagi saudaranya. Seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin yang lain." (HR. Abu Daud dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu-)

Sahabat...
Bukan tanpa alasan bila dalam potongan hadits diatas Rasululullah shallallahu alaihi wasallam memilih cermin sebagai perumpamaan seorang mu'min.
Itu karena tak ada yang lebih tulus dari cermin.
Iya, cermin tempat berkaca sebagian kita diwaktu pagi.
Cermin tak pernah berdusta, dia selalu berbicara pada puncak kejujurannya.

Dalam diamnya, dia memberitahu apa adanya tentang kita.
Dia juga tak pernah menyimpan dendam, sebab ketulusannya paripurna.
Kita bisa merasa apa saja di depannya. Merasa hebat, tampan, cantik, atau apa saja, bahkan kita bisa memanipulasi jiwa dan hati kita dengan apa saja, namun apa yang dia lihat dari kita akan ditampakkan apa adanya.
Bila kita telah pergi, ia tidak akan menyimpan bayangan wajah kita di dalamnya.

Begitu juga seorang mu'min, dia tidak akan membeberkan kekurangan saudaranya pada orang lain.
Dia akan akan menutupi kekurangan itu, seperti cermin yang tak membiarkan bayangan orang lain tinggal di dalamnya.
Ketulusan cermin, sejatinya adalah pekerjaan hati, memerlukan seni untuk menatanya. .
Seperti cermin yang tak boleh buram, maka ketulusan seorang mukmin tak boleh ternodai oleh kepentingan-kepentingan apapun, termasuk cara kita memaknai ketulusan itu.
Atau kepentingan lain yang mencari manfaat dari ketulusan itu.
Ketulusan haruslah terwujud pada pribadi mu'min yang shaleh, agar dia menjadi cermin hidup bagi saudaranya.

----------------------------------
Jeddah Sabtu 17-07-1435 H

Freitag, 17. Januar 2014

The goodly life

By: Sheikh Muhammad Al-Mukhtar Ash-Shinqitee


       Life, is either for a person, or againts him.
It’s hours and seconds, days and years pas him by. Leading him (by his actions) to the loved and Good Pleasure of Allah until he is amongst the people of Ultimate Succes and the Gardens of Paradise orthey are againts him, leading him (by his actions) to the Fires ...of Hell and to the Anger of the One, the Just Ruler (Allah).

       Life, either it will make you laugh and rejoice for an hour over which you will cry for an eternity (in the Hereafter) or it will make you cry for an hour ever which you will laugh and rejoice for an eternity (in the Hereafter)

      Life, is either a great blessing for a person, or an adverse affliction againts him. This is a life which was lived by the earliest generations by our fathers and forefathers and by all those who preceded us All of them, returned to Allah with what they used to do (their deeds)
“Life” refers to every single moment that is lived within it and every hour spent wthin it. And within all of these, we live a life that is either for us or againts us. Thus, the successful and happy person is the one who sees life, and recongnises it’s reality and true nature, Forby Allah, it is a life that frequently causes some people to weep, their tears never drying and frequently makes others laugh, thair laungs and joys then never to return

       My beloved, Allah has made this life as a trial, a test, an exam, in which is made apparent the true nature of His slaves. Thus happy is the one made successful (in this exam) by the Mercy of Allah while miserable & driven away is the one upon whom the Pleasure of Allah becomes forbidden (through this exam). (Know) for every hour that you live, either Allah is pleased with you in this hour (by your deeds) or the opposite, we seek refuge in Allah from that. Therefore (by this hour) either you come closer to Allah or stray further from  Him. Thus it may be, that you live a single moment of love and obedience to Allah by which are forgiven the inequities of your life and a lifetime of sins. And it may be that you live a single moment in which you deviate purposely from the Path of Allah distancing yourself from His obedience which then becomes a cause of misery & distress ford the rest of your life. We ask Allah for His Safety and Pardoning.

       In this life there exist two seperate ‘callers’. The first, is anything that calls to the Mercy, the Good Pleasure and the Love of Allah (be they thoughts or actions). The second type of caller, is anything which invites to the opposite of that. (Such as) a desire or lust that incites one to evil or a sudden sinful whim that may result in an evil ending (dying in bad or sinful circumstances). Thus it may be, that a person within a moment of his life, weeps,a weeping of regret and repentance over his negligence towards his Lord and by (these tears) Allah changes his evil deeds into good deeds (on his record). But how many a people continue to commit sins ? how many a people still indulge in evil.? How many a people continue to distance themselves (from Allah), frequently travelling away from their Lord (by their actions)? Thus all of them are distant from the Mercy of Allah, unbeknownst tho them, strangers to the Good Pleasure of Allah. Then comes upon them that hour, that exact moment (of penitence), which is what we are referring to, by “the goodly life”, in order that they shed tears of regret and remorse, and that a reason for anguish in the heart may be ingnited, Such that the person realises long his alienation from Allah has been and how long his absence from his Lord truly has been so that the may then say,”Indeed I am turning to my Lord repentant, remorseful, and in hope of His Mercy & Good Pleasure!”. This  time (of penitence) is a person’s key to  happiness and contentment, the time of regred. It is a the scholars say,”Indeed man sins a great deal, but if he is truly sincere in his  regred and repentance, Allah will change his sins into good deeds” Thus his life too then becomes pure and goodly, by the purity and truthfulness of that regred and repentance and by the sincerity in the very distress and pain felt within himself. We ask Allah the Most Great Lord of the Honourable Throne, to gives life to this blessed caller to His Mercy, within our hearts and to the pain we should fell when we are neglectful towards Allah and His Commands

         My beloved, every single one of us needs to ask themselves a question, we need to ask ourselves day and night,  How many nights are spent awake in activity? And how many hours are passed (in this way)? How many have laughed in this life? And (most importantly) was Allah Pleased with this laughter? How much time was spent in entertainment & enjoyment inthis life? Was this enjoyment one that Allah was pleased with? How many nights were spent awake (in activity) was this staying awake (and what you did), pleasing to Allah? And so on and so forth, (These are) questions that he should be asking within himself. But a person may wonder why he should  be asking these questions (i.e what’s the point)? Yes! You must ask yourselves these questions, as passes not the instant of a blinking of an eye, nor a fleeting moment in your life, except that you are living in and experiencing the Blessings of Allah! Thus it is from great respect and humility towards Allah that a person remains constantly aware of the greatness of the Blessings bestowed upon him. From humility is to truly feel and acknowledge  that the food we eat, belongs to and is provided by Allah. And that we quench our thirts with a drink ereated by Allah. And tha we are shaded and sheltered by a roof provided by Him. And thet we walk forth upon a ground provided by Him. And that without doubt we are living in and experiencing His every Bounty ang Mercy so what could we possibly have to offer Him in return? (So it’s important) a person asks himself these questions.

           (For example) doctors say that there exist a person’s heart, a substance that if it were to increase or decrease by 1 % he would die instantly...  So (think) in which courtesy an kindness, which mercy ang compassion from Allah does mankind enjoy, experience and live in! (Even it ) a person asks himself about the Mercy of Allah alone, when he wakes up in the morning, possessing his hearing, possessing his sight and possessing his phisycal strenght, who is the One actually safeguarding his hearing? Who is the One safeguarding his sight? Who is the One safeguarding his intellect? Who is the One safeguarding his very soul? He must ask  himself, who is the One protecting all of these things? Who is the One who Bestowed him with good health and wellbeing? (Think of) those who are sick, lying on white beds (in hospital), singing and in pine,  By Allah, through these great blessings Allah conveys His love for us, The greats blessings of good health, wellbeing, security and safety All of these are porived purely  so that we may live a goodly, wholesome life. Allah, praised & exalted is He, desires two things from His Slave: The first is that he carry out his obligatory duties (e,g.prayer) and the second, is the abandonment of all Allah has forbidden and held him back from As for the one who claims that closeness to Allah entails a life of suffering or limitations. 
Then such a person without doubt has erred greatly in how he perceives Allah For, By Allah, if you do not purify and make good your life by closeness to your Lord, you will never be able to do so by way of anything else. And if you do not purify and adorn your life by carrying out your obligatory duties to Him, and abandoning all that He has forbidden, Then by Allah, you will never be able to so by way of anything else. A person may experience every single pleasure life has to offer but by Allah, he will never experience anything more pleasurable, more beautiful than servitude to Allah by carrying out his obligations to Him ang leaving all that He has forbid him from. (In life) you are subjected to two choices, whenever you are faced with a matter, you have the choice to either do it or not do it. If you decide to go forth and do anything in this life, ask yourself, “Has Allah permitted you to do this thing, or not?” For anything at all you wish to do. Since the human being himself is owned by Allah and the hearts are owned by Allah and the souls are all owned by Allah.
Thus a person should, whenever he wants to do something or hold back from it, ask himself, will Allah be pleased with you (by this action)? If so, then he can proceed. Or, will Allah not be pleased by this action? If not then he should hold himself back. For, by Allah, a person does not proceed with an action nor hold back from it, requesting Allah’s Mercy (and counsel in the decision), except that he pleases his Lord in the process. Therefore true happiness and a goodly life are only found in closeness to Allah. Closeness to who? To the King of the Kings, the Controller of the Heavens & the Earth. To whom belongs the Ultimate Command, all creation and the perfect arrangement ang measure of all that exists. Thus you may find that man is always in a state of anxiety and weariness. You may find an individual who has everything he desires , But by Allah, you will find most of those who have all thay desire suffer from mental or psychological problems, from anxiety and depression, most of them are extremely unhappy ang dissatisfied with their lives. Go and look for the wealthiest person, you’ll most likely find him to be from the most miserable people in life. Why? Because Allah has made the comfort and ease of the soul to be found, in being close to Him. And has placed the key to a pleasurable, amiable life, in a pleasurable, amiable relationship with Him. (If we look at just) one prayer that a person performs from the 5 obligatory daily prayers; at the moment of completing his bowing and prostrating and completing his servitude to his Lord, then at leaving the place of prayer, he feels a great sense of ease and peace within himself! By Alla, even if he were to spend all the wealth on the earth (in attempt to buy this feeling) He would be unable to seek a way to it. Thus the goodly life in found only in closeness to Allah. A pleasant, comfortable life will only be found by a closeness to Allah. If a person does not purify and make good his life through this close relationship, then by who (or what) will he..?

                                             
Jeddah 16-03-1435

JATI DIRI KEMUSLIMAN KITA


Sebagai muslim, kita semestinya menjadi pusaran-pusaran manfaat bagi orang lain yang menaruh harapan besar pada jati diri kemusliman kita.
Disetiap pilihan hidup -sebagai apapun- kemusliman kita harus memberi kemanfaatan. Sebab hanya orang yang selalu memberi manfaat kepada sesama yang akan mampu memancarkan cahaya islam dalam performa yang luhur.
Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda"
1. "Manusia yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi manusia,
2. Pekerjaan yang paling dicintai Allah adalah menggembirakan seorang muslim,
3. atau menjauhkan kesusahan darinya,
4. atau membayarkan hutangnya,
5. atau menghilangkan laparnya.
6. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada beri'ktikaf di masjid ini (masjid Nabawi) selama sebulan,
7. Barangsiapa yang menahan amarahnya niscaya Allah akan menutup aibnya,
8. dan barangsiapa yang menahan murkanya padahal jika dia kehendaki melampiaskannya pasti ia lampiaskan niscaya Allah akan memenuhi hatinya dengan keridhaan pada hari kiamat,
9. dan baragsiapa yang berjalan bersama saudaranya muslim untuk sebuah keperluan hingga urusannya selesai, niscaya Allah akan tetapkan telapak kakinya pada hari ketika telapak kaki-telapak kaki tergelincir (hari kiamat)
10. dan sungguh akhlak yang buruk benar-benar akan menghancurkan amalan sebagaimana cuka menghancurkan madu."

(HR. Ath Thabrani di dalam Al Mu'jam Al Kabir, no. 13646, Dan Ibnu Abid Dunya dalam Qadhaa'ul hawaaij dari Ibnu Umar Radhiallahu anhuma serta dihasankan oleh al Albani di dalam Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah no. 906)

-----------------------------------------
Madinah, Kamis 15-03-1435 H

Sonntag, 12. Januar 2014

MADINAH BUKAN SEGALANYA



Selamat datang kepada calon mahasiswa baru Universitas Islam Madinah……

Selamat datang dinegeri dua pintu,
Dua pintu yang sama-sama menawarkan kenikmatan, yang beda hanya soal kekal tidaknya kenikmatan itu

Iya, dua pintu itu adalah pintu ILMU dan REYAL..

Awas..! jangan sampai salah ketuk… Karena kedua-nya siap dibukakan untuk anda kapan anda mau.

O ya, kawan.. disetiap sudut negri ini ada pernah ada jejak kaki Rasul dan sahabat,..
Namun jangan lupa, Abdullah bin Ubay bin Salul juga pernah menapakkan jejak kakinya dinegri ini.

Negeri ini memang suci… Tapi tidak mensucikan, Seperti kata Salman Al-Faarisi -radhiallahu anhu-, "Tanah yang suci tidak dapat mensucikan seseorang"

Menjadi mahasisiwa UIM itu nikmat sekaligus ujian, kehadiran kita dinegeri ini tidak akan mempengaruhi derajad kita disisi Allah.. Karena ketakwaan yang membuat kita bernilai...

Harga kemuliaan seorang alim ada pada amalnya.. Tak peduli apakah ilmunya diambil ditimur atau dibarat.

Madinah bukan segala-galanya kawan..
Saya banyak bertemu dengan lulusan pesantren di tanah air yang ilmunya bagi sebagian orang mungkin terlihat biasa-biasa saja, namun keberkahan ilmunya lebih terasa melebihi mereka yang pernah belajar ditimur dan barat… Karena ini murni soal keikhlasan dan ketaqwaan...

Kadang mereka yang tak bergelar itu sering dipojokkan dan tak dianggap, karena tidak memiliki gelar Lc, MA, DR,... Padahal gelar bukan barometer keilmuan seseorang..

Boleh jadi gelar-gelar itu hanya akan membuat sebagian kita merasa rendah untuk mengajarkan IQRO' pada anak-anak seberang sungai…

Secara pribadi, saya lebih menghargai mereka yang tak bergelar namun bermanfaat untuk ummat.. Mereka yang tak merasa berat menyalami tangan-tangan kasar yang baru saja pulang dari ladang..
Mengajari mereka yang seharian dikebun dalam surau-surau kecil..

Selamat datang kawan…
Siapkan dirimu dengan tekad yang kuat serta niat yang ikhlas….

Sekali lagi... Madinah bukan segalanya…

Disini… diatas takdir-Nya kita menyusun sebagian besar cerita tentang kita, lalu menutupnya dengan segala jenis ending

Menjadi Lc +
Menjadi MA +
Menjadi DR +
Menjadi Miliyarder berjangka…
Atau menjadi si masah bodoh yang bersebunyi dibalik bayang-bayang nama besar UINIVERSITAS ISLAM MADINAH…
wal iyaadzu billah...

Selamat datang kawan…

O ya kawan…
Sebelum brangkat, jangan lupa tatap sejenak peta negrimu...
Karena madinah tak sehijau nusantara…
Bayangkan wajah jutaan umat yang menaruh harapan besar pada kepergianmu…
Lalu bayangkan juga kekecewaan mereka saat engkau memupuskan harapan itu…

Tak perlu melihat mereka yang jauh…
Cukup lihat mereka yang ada disekitarmu. Ayah, Ibu, adik, guru dan kerabat dekat lainnya…
Atau lihat diri sendiri yang masih harus belajar banyak soal agama dan kehidupan…

Iya, PR Dakwah kita sangat banyak... Lebih banyak dari waktu yang ada
Untuk menyelesaikannya perlu ilmu yang cukup. Jadi... Perbaharui niat sejak ditanah air..

Sesekali bertanyalah pada diri:

"APA YANG KAU CARI DI MADINAH....????????"

Kawan….
Ini madinah yang tandus dan berdebu… Bukan eropa yang hijau dan bersalju…
Ini kota Ilmu yang memerlukan mental kuat untuk bertahan dan bukan kota wisata yang hari-harinya bisa kau lalui sesuka hatimu ..
Ini Jami'ah Islamiyah dan Bukan oxford ..
Iya, ini Islamic Universitas..
Disini kuliahmu gratis full…
Jadi… Pintar-pintarlah berterimah kasih…
Jangan lupa…. tempat duduk yang menantimu dicita-citakan ribuan orang sejagad,
maka jangan gunakan untuk tidur atau dibiarkan kosong dihari belajar…
Hidup dimadinah menyenangkan sekaligus melenakan...

Bila ragamu mulai terkulai, rasa malas menghampiri katakan pada diri

أنسيت أنك فى المدينة......؟؟؟؟؟؟

Kawan….
Namanya tinggal diperantauan, masa sulit itu adalah suatu keniscayaan..
Karena jalan menuntut ilmu tak selamanya mulus tanpa aral..
Namun siapa yang bersabar atas kerasnya kehidupan dikota ini ada jaminan syafaat baginya.
Berbeda dengan mereka yang mengotori kota ini , maka dia akan hancur dengan sendirinya seperti karat yang lebur oleh panasnya api. Atau garam yang dilarutkan air.

Rasuulullaah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَنْ صَبَرَ عَلَى لَأْوَائِهَا وَشِدَّتِهَا كُنْتُ لَهُ شَهِيدًا أَوْ شَفِيعًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَعْنِي الْمَدِينَةَ

“Barang siapa yang bersabar atas kelaparan dan kerasnya HIDUP DI MADINAH maka aku akan menjadi saksi atasnya atau pemberi syafaat baginya pada hari kiamat.”

(HR. Muslim)

Kawan....

Maaf bila semua ini membuatmu tak nyaman....

Ini juga sebagai nasehat untuk diri yang lalai....

--------------------------------
Madinah, Mendung diawal pagi 27-Shafar-1435 H

Samstag, 11. Januar 2014

Madinah.....



Seperti tahun-tahun yang lalu....

Malammu tak berubah.....

Tak ada bunyi petasan...

Tak ada tiupan trompet,

Tak ada nyala kembang api....

Engkau memilih diam disaat gegap gempita memenuhi semesta...

Semua tampak biasa dalam damai... 



Dsini... Suara petasan dan terompet akan disusul bunyi sirene mobil polisi...

Hanya kidung adzan subuh yang berani memecah kesunyian malammu...

Ah..., andai ada yang bisa melukiskan sajak-sajak damai malammu itu untukku..

Agar ku kabarkan pada mereka..

bahwa damaimu karena sunnah nabimu....


----------------------------
Madinah 28-02-1435 H

CATATAN AWAL TAHUN

Berusaha Untuk Lebih Baik
 

Sahabat...
Sangat disayangkan jika tak ada yg berubah pada hari-hari yg kita lalui kecuali tanggalnya saja

Ibnu Mas'ud radhiyallahu anhu berkata:

"Tiada hari yang lebih aku sesali selain hari dimana mataharinya tenggelam dihari itu, umurku berkurang dan amalku tidak bertambah"

Al Hasan berkata:

"Manusia akan senantiasa dlm kebaikan selama masih ada penasehat dlm hatinya, dan muhasabah selalu menjadi perhatiaannya".

Ibnu Taimiyah berpesan:

“Hendaknya setiap hamba memiliki waktu dimana dia menyendiri di dalamnya dengan do’a, dzikir,shalat, tafakkur, dan melakukan muhasabah terhadap dirinya serta memperbaiki kondisi hatinya.”(Majmu’ul fataawa Jilid:10)

Ibnul Qoyyim Al Jauziyah mengingatkan:

"Sejak diciptakan, manusia selamanya akan terus menjadi musafir. Tidak ada batas akhir perjalanan mereka kecuali surga atau neraka."

(Ibnul Qoyyim Al Jauziyah dalam Al Fawaaid hal: 400)

Ungkapan-ungkapan diatas semakna dengan hadits yang diriwayatkan dari sahabat Ibnu Umar Radhiyallahu anhu:

“ Suatu ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memegang pundakku dan berkata:

”Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau pengembara.”

Ibnu Umar berkata: ”Jika engkau berada di sore hari, maka jangan menunggu pagi tiba. Dan jika engkau berada di pagi hari, maka jangan menunggu sore tiba, pergunakan masa sehatmu untuk masa sakitmu, dan kehidupanmu untuk kematianmu.”(HR. Bukhari)

Dalam khutbahnya pada Akhir Dzulhijjah 1434 H yang lalu DR. Husain Alu Syaikh mengatakan:

"Bagi orang yg beriman brgantinya masa, berarti bertambahnya ketakwaan dan ketaatan kepada Allah".

Berusahalah untuk jadi lebih baik...


Karena hidup terlalu mahal untuk dibiarkan mengalir seperti air....

 

------------
Madinah, Rabu 29-02-1435 H / 01-January-2014 H

TANGIS DUKA UNTUK ANDALUS

Pagi tadi UAS baru saja selesai...
Saat akan merebahkan badan, tanpa sengaja mataku tertuju pada satu buku yang masih terbungkus rapi diantara tumpukan buku yang kubeli beberapa bulan yang lalu.

Al-Khilaafah Al Andalusia...

Kubuka lembaran buku itu satu demi satu...
Setiap halaman buku itu seolah membisikkanku untuk mengingat masa-masa itu lagi dan lagi.
Bisikan-bisikan halus itu seolah membawaku kembali untuk menangisi 500 tahun kejayaan yg hilang...

Simbol kegemilangan ilmu dan kemajuan...
Iya, disana tersimpan semua tntang memori kemuliaan yg hilang diujung senja peradaban..
Sebuah cerita bahwa kita pernah ada dan berkuasa di sana.. di dataran Eropa.

Barcelona, Madrid, Valencia, Sevilla, Granada, Malaga, Cordova, 800 tahun cahaya islam menerangi setiap suduk kota itu, namun semua harus berakhir dengan kenyataan pahit yang memilukan.

Tak pelak air mata ini tak bisa kubendung, aku terbawa tangis sang khalifah yang menangisi detik-detik keruntuhan tahtanya dari jauh.

Iya, sambil memandang Istana Al-Hambra yang megah dari atas bukit, Abu Abdillah bin Muhammad sang penguasa Granada, menitikkan air mata.
Sang ibu, Aisyah Al-Hurrah, yang berdiri di sampingnya, mengatakan,
“Kini kau menangis seperti seorang perempuan, padahal kau tak pernah melakukan perlawanan sebagaimana seorang lelaki sejati."

Sayapun teringat bait-bait syair Abul Baqa Ar-Rundy -rahimahullah- dalam "ritsaa'ul andalus" (tangis duka untuk Andalus) yang pernah dibacakan seorang Dosen sewaktu di bangku semester 4 kelas persiapan bahasa UIM dulu.
Dalam syairnya Abul Baqa' berkata:

لكل شيء إذا ما تم نقصان **** فلا يغر بطيب العيش إنسان

هي الأمور كما شاهدتها دولٌ ****من سرَّهُ زمنٌ ساءته أزمانُ

وهذه الدار لا تبقي على أحد **** ولا يدوم على حال لها شانُ

أين الملوك ذوو التيجان من يمنٍ****وأين منهم أكاليلٌ وتيجانُ

وأين ما شاده شدَّادُ في إرمٍ **** وأين ما ساسه في الفرس ساسانُ

أتى على الكل أمر لا مرد له**** حتى قضوا فكأن القوم ما كانوا

دهى الجزيرة أمرٌ لا عزاء له **** هوى له أحدٌ وانهد نهلانُ

تبكي الحنيفيةَ البيضاءَ من أسفٍ **** كما بكى لفراق الإلف هيمانُ ¥

على ديارمن الإسلام خالية **** قد أقفرت ولها بالكفر عمران

حيث المساجدُ قد صارت كنائسَ ما **** فيهنَّ إلا نواقيسٌ وصلبانُ

حتى المحاريبُ تبكي وهي جامدةٌ **** حتى المنابرُ تبكي وهي عيدانُ

لمثل هذا يذوبُ القلبُ من كمدٍ **** إن كان في القلب إسلامٌ وإيمانُ

Segala yang beranjak sempurna kan berkurang pada akhirnya
Maka jangan manusia terperdaya oleh indahnya perhiasan dunia

Kau saksikan segalanya bagai roda yang berputar
Bahagia suatu kala dan sengsara selepas itu semua

Sungguh dunia ini tak ‘kan sisakan suatu apa pun
Tiada kekal di dalamnya satu urusan pun

Mana raja-raja bermahkota dari Yaman?
Mana yang dahulu bermahkota menyilaukan itu?

Mana pula istana yang dibangun kaum Iram?
Mana benteng Persia yang dibangun siang dan malam?

Ketentuan yang tak tertolak telah menimpa semua itu
Hingga segalanya bagai tak pernah ada

Oh Andalus.. Derita itu kini menimpamu
Gunung Uhud pun roboh dan gunung Sahlan hancur mendengar kisahmu.

Islam kini menangis hingga tak sadarkan diri
Bagai tangis kekasih yang ditinggal mati

Seketika Islam diusir dari rumah-rumah itu
Diganti kekufuran yang penuhi setiap ruang

Ketika masjid berubah menjadi gereja
Tiada lain di dalamnya kecuali salib dan lonceng-lonceng

Mihrab-mihrab itu menangis tersedu padahal ia adalah batu
Mimbar-mimbar itu bersenandung puisi duka padahal ia adalah kayu

Sungguh pahit semua ini meluluhkan segala hati
Jika saja Islam dan Iman masih bersemayam dalam nurani."

Memori membawaku semakin jauh pada 800 tahun sebelum syair duka itu diucapkan, saat Thariq bin Ziyad menaklukkan selat Gibraltar...
Ah... Semua ini bagai mengorek luka lama..
Membuatku semakin yakin, betapa mudahnya Allah membalikkan sebuah keadaan..
Sebagai teguran saat hati-hati kita mulai berpaling..
Namun pikirku berbisik...
Andalusmu akan kembali...
Jika kamu mau kembali pada kemiurnian Islam..

Mereka berkata:,

"Semua ini adalah kecelakaan sejarah..."

Aku katakan;,

"Qaddarullah wa maa syaa'a fa'al, semua ini karena kita mencari izzah dengan selain islam, maka Allahpun menghinakan kita"

-------------------
Madinah, Selasa 06-03-1435 H

BUAH DARI KETULUSAN



Orang yang tulus berpegang teguh dengan kebenaran akan ditulis apa adanya dalam sejarah..
Adapun musuh kebenaran, namanya akan terkubur dalam sejarah.
Kalaupun ditulis, hanya untuk dikenang sebagi musuh dan sampah sejarah..
Lihatlah Imam Ahmad -rahimahullah-...
Demi kebenaran, dia rela membiarkan cemeti tiga rezim melukai raganya. Pada akhirnya dia menjadi pemenang.
Hari ini.. Siapa yang tidak kenal dengan Musnad Imam Ahmad.?
Bahkan saat namanya disebut, semua orang mendoakan rahmat untuknya (rahimahullah).
Lalu dimana musuh-musuhnya...?
Dimana Ibnu Abi Du'ad dan Bisyr Al-Mirrisi hari ini..?
Semua terkubur dalam lembaran sejarah..
Lihat juga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah...
Dia menjemput sang maut dibalik jeruji qal'ah Damasqus.
Namun hari ini, karya-karyanya memenuhi semesta, namanya tetap hidup meski raganya terkubur..
Lalu dimanakah orang-orang yang memusuhinya dulu..?
Dimanakah Ibnu Makhluf dan koleganya..?
Begitulah...
Orang yg jujur dalam beragama akan dituliskan apa adanya dalam sejarah.

Allah berfirman:

"Adapun buih itu akan hilang sebagai sesuatu yang tiada harganya. Adapun yang memberi manfaat kepada manusia, ia akan tetap tinggal di bumi"

(QS. Ar-Ra’d : 17)

(Terinspirasi dari nasehat Syaikh Ibrahim Ar Ruhaily)

--------------------------------
Madinah, 07-03-1435 H

FENOMENA RUWAIBDHOH

Disebuah negri entah berantah..
Semua bisa serba instan..
Dengal mengandalkan ketrampilan mengolah kata, seseorang bisa dengan mudah di ustadzkan..
Dengan Modal Al Qur'an dan terjemahan seseorang bisa langsung menafsirkan Al-Qur'an.
Ada lagi yang masuk Islam hari ini, besoknya langsung jadi da'I dengan tarif yang Wow..
Asal bisa bahasa arab sedikit, ditambah Lap Top atau Tablet langsung buka pengajian dan punya murid plus nongol di tv.
Sesekali jadi aktor buat film "religi" di bulan Ramadhon.
Karena merasa disaingi oleh sang da'I, artis juga tak mau kalah.
Sambil megang gitar tua, sang artis tanpa malu-malu berfatwa pada masaalah-masalah yang memerlukan kompetensi fiqih tingkat tinggi.
Iya, berfatwa pada masaalah-masaalah yang seandainya ditanyakan pada Umar, niscaya dia akan mengumpulkan ahli badr untuk mencari jawabannya.

Kabar terakhir yang saya terima, ada mentalis yang tiba-tiba jadi mufassir..
Konon tafsirnya "luar biasa".
Iya, "luar biasa" karena keluar dari yg biasa..

Dinegri itu juga..
Semua orang -kecuali yang dirahmati Allah- merasa kurang kalau tidak bicara soal agama, tak peduli apa latar belakang pendidikannya.
Bahkan merupakan sesuatu yang WAH dan perlu mendapat apresiasi apabila ada orang bicara bukan pada bidangnya.
Dengan gelar Prof. Dr. Anda bebas untuk bicara dibidang apa saja yang anda mau..
Senin Jadi Pakar Hukum
Selasa Jadi Pengamat Ekonomi
Rabu Jadi Kriminolog
Kamis Jadi Pengamat Politik
Jum'at Jadi Khotib
Sabtu Jadi Ahli Komunikasi
Ahad Jadi Komentator Bola.
Biar keren, tak perlu panggil Ust. Cukup "Cendikiawan Muslim" saja

Jurusnya gak jauh-jauh dari:
Menurut saya...
Menurut hemat kami...
Menurut pengamatan saya...
Saya sih melihatnya boleh-boleh saja...

Si awam ya iya-iya saja..
Padahal...
“Ilmu itu adalah agama, maka perhatikanlah dari siapa kamu mengambil agamamu” (Ibnu Sirin)

Para salaf terdahulu sangat takut untuk mengomentari sesuatu dalam agama tanpa ilmu. Mereka takut kalau tergelincir walau sejengkalpun dari manhaj rabbani

Ibnu Abi Malikah -rahimahullah- berkata : berkata Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallaahu 'Anhu : ‘Bumi mana yanag akan aku pijak, dan langit mana yang akan menaungiku, jika aku berkata tentang ayat dari kitab Allah dengan ra’yuku atau dengan apa yang aku tidak tahu.’

Ibnu Asaakir meriwayatkan dalam taarikh Dimayq, bahwa. Atho Ibnu Rabah -rahimahullah- pernah ditanya tentang sesuatu. Beliau menjawab:
"Aku tidak tahu, penanya tadi berkata: Tidakkah engkau mau mengutarakan pendapat pribadimu dalam masaalah ini..? Atho menjawab:

إني أستحي من اللَّه أن يدان فِي الأرض برأيي

"Aku malu pada Allah, jika orang-orang dimuka bumi ini beragama dengan pendapatku"

Bandingkan sifat kehati-hatian salaf dengan sifat sebagian orang saat ini, yang ilmunya tidak sampai sepersepuluh dari ilmu mereka, namun lagaknya sudah seperti mujtahid mutlak, begitu gampangnya menghukumi sesuatu. mengomentari sesuatu.

Sebagai catt:
Apapun Latar belakang pendidikan seseorang tak jadi masaalah, hanya saja kenalilah kapasitas diri. Setiap bidang punya ahlinya.

Bagi penuntut ilmu, fenomena diatas bukan hal yang mustaghrab (patut dianggap aneh) sebab Rasullah shallahu alaihi wasallam telah jauh-jauh hari mengabarkan akan munculnya fenomena ini

Sahabat Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berbicara.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?”. Beliau menjawab, “Orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas.” (HR. Ibnu Majah, disahihkan al-Albani dalam as-Shahihah)

Manyikapi fenomena diatas marilah sejenak Bersama Petunjuk Rabbani:

Allah azza wa jalla berfirman:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

“Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” [QS Al Isra`: 36]

Dia juga berfirman:

وَلَا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلَالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ

“Janganlah kalian mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “Ini halal dan ini haram.” untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.” [QS An Nahl: 116]

Dan firman-Nya:

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي

"Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kalian) kepada Allah dengan hujjah yang nyata." [QS Yusuf: 108]

Dua Ayat pertama diatas mengandung pelarangan berbicara tanpa ilmu.
Adapun ayat selanjutnya menerangkan bahwa apabila kita ingin berdakwah, hendaklah melandasi dakwah kita dengan hujjah berupa ilmu dan dalil dari Al Quran maupun hadits.

Apabila seseorang berdakwah tanpa landasan ilmu maka bisa jadi dia menyangka telah menyeru kepada kebaikan, namun pada kenyataannya dia telah menyeru kepada kesalahan dan kebid'ahan. Na'udzubillahi min dzalik.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -rahimahullah berkata:
"....Jika hal itu (ilmu dan fiqih) menjadi tolak ukur seluruh amal sholih, maka wajib bagi pelaku amar ma’ruf nahi munkar untuk memenuhi keriteria tersebut dalam dirinya, dan tidak dikatakan amal sholih apabila dilakukan tanpa ilmu dan fiqih, sebagaimana pernyataan Umar bin Abdil Aziz: “Orang yang menyembah Allah tanpa ilmu, maka kerusakan yang ditimbulkannya labih besar dari kemaslahatan yang dihasilkannya”

Beliau melanjutkan...
Ini sangat jelas, karena niat dan amal yang tidak disertai ilmu merupakan kebodohan, kesesatan dan (bentuk) pengikutan terhadap hawa nafsu
maka dari itu ia harus mengetahui kema’rufan dan kemunkaran dan dapat membedakan keduanya serta harus memiliki ilmu tentang apa yang diperintahkan dan apa yang dilarang.” (Secara ringkas dari Majmu’ Fatawa 28 hal: 135-137. Jilid: 14 bagian ke dua hal: 78 untuk cetakan Daarul wafaa' ).

Semoga catatan singkat ini bermanfaat untuk saya dan pembaca.

Dhuha ditepi laut merah.
Jum'at 09-03-1435 H

CINTA KAMI PADANYA YANG MEMBUAT KAMI TIDAK MERAYAKAN HARI KELAHIRANNYA Shallallahu alaihi wasallam

Kita semua menyadari bahwa mencintai Rasulullah shallahu alaihi wasallam merupakan kewajiban

Kewajiban untuk mencintainya berada pada martabat kedua setelah kecintaan kepada Allah.
Bahkan tidak sempurna imam seseorang apabila dia tidak mencintai Rasulullah lebih dari apapun selain Allah.

Beliau -shallahu alaihi wasallam- bersabda:

"Tidak beriman salah seorang diantara kalian hingga aku lebih dicintainya melebihi cintanya terhadap anak-anaknya, orang tuanya dan seluruh manusia" (HR. Bukhori dan Muslim)
 
Saya pernah mendengar sebuah ungkapan indah tentang konsekwensi cinta.
لَوْ كَانَ حُبُّكَ صَادِقاً لَأَطَعْتَـهُ إِنَّ المُحِبَّ لِمَنْ أَحَبَّ مُطِيْـعُ

Jikalau cintamu tulus murni (kepadanya), niscaya engkau akan mentaatinya.
Karena sesungguhnya orang yang mencintai akan patuh terhadap orang yang dicintainya.

Pikirkupun membawaku pada baris-baris sabda yang dulu pernah kubaca:
من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد

"Barangsiapa yang melakukan satu amalan yang tidak kami perintahkan, maka amalan itu tertolak"

Dia tidak pernah memerintahkannya. 
Jadi kami tidak akan merayakannya.
Bukan karena kami tak sanggup, tapi takut kalau amal-amal kami ditolak.
Kami juga takut bila hari yang dijanjikan itu tiba, kami ditolak saat mendekat mendekati telaga haudhnya.

Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda:

 
ليردن علي أقوام أعرفهم ويعرفونني ثم يحال بيني وبينهم فأقوِل إنهم من أمتي ، فيقال : إنك لا تدري ما أحدثوا بعدك . فأقول : سحقاَ لمن غيّر بعدي

"sungguh ada suatu kaum yang akan mendekat padaku (di telaga al-haudh). aku mengenal mereka dan mereka pun mengenalku. kemudian aku dan mereka dipisahkan, maka aku berkata: “mereka adalah ummatku.” kemudian dikatakan pada beliau: “engkau tidak tahu apa yang mereka ada-adakan sepeninggalmu.” Maka aku pun berkata: “celakalah (menjauhlah) orang-orang yang mengubah (agama) setelahku."
(HR. Bukhari-Muslim)

Sahabat...
Karna aku tak ingin engkau juga tertolak diri telaga haudh itu, maka kutuliskan catatan kecil ini sebagai pikiran banding untukmu yang masih terbuwai dengan apa yang kau sebut bid'ah hasanah...

Bukankah di dalam Al-Qur'an Allah berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا

"Pada hari ini telah kusempurnakan untukmu agamamu dan telah kusempurnakan bagimu nikmat-Ku dan telah kuridhoi Islam sebagai agamamu" (QS: Al-Maidah ayat: 3)

Imam Malik -rahimahullah- berkata "maka apa-apa saja yang bukan bagaian dari agama dimasa itu, maka hari ini juga tetap bukan bagian dari agama"

Mungkin engkau akan berkata padaku. "Tapi Rasul juga pernah bersabda:

“Barangsiapa yang merayakan hari kelahiranku, maka aku akan menjadi pemberi syafaat baginya pada hari kiamat... "

Akhi fillah..
Hadits ini tidak ada asal-usulnya, atau dalam bahasa sederhanya palsu.

Andaikan hadits ini sohih, tentu para sahabat sudah mendahului kita dalam melakukannya.
Karana para sahabat -radhiallahu anhum- adalah manusia-manusia yang slalu bergegas dalam melaksanakan kebaikan..
Apalagi ganjaran kebaikan itu adalah syafaat dari nabi shallahu alaihi wasallam...
 
Namun sayang...
Tak seorangpun dari mereka pernah merayakannya..

Lalu apakah kecintaan kita kepada Rasulullah telah melampaui kecintaan sahabat-sahabat beliau kepadanya.. ?

Sahabat fillah... Sebenarnya siapa sih yang lahir..?
Bukankah yang lahir adalah Rasulullah..?
Lalu apakah beliau pernah merayakan hari kelahirannya setiap tahun..?
Kalau jawabannya iya, beri aku satu dalil, supaya aku tenang saat mengamalkannya. 
Kalau jawabannya tdak ada..
Kenapa kita berani merayakannya lalu menganggap perarayaan itu sebagai sebaik-baik qurbah (bentuk pendekatan diri kepada Allah) atau jalan untuk mendapatkan syafaatnya..?
Padahal kalau seandainya hal itu baik pastilah nabi shallallahu alaihi wasallam sudah memerintahkannya.

Karena beliau pernah bersabda:

"Tidaklah aku meninggalkan sesuatu dari apa yang Allâh perintahkan kepada kamu, kecuali aku telah memerintahkannya. Dan tidak pula aku meninggalkan sesuatu dari apa yang Allâh Ta'âla larang kepada kamu kecuali aku telah melarangnya.
(HR. Syâfi’i, Al-Baihaqi, Al-Khathib al-Baghdâdi, dan lainnya. Lihat: Silsilah ash-Shahîhah 4/416-417 dan komentar Syaikh Ahmad Syâkir dalam Ta’lîqur-Risâlah, hlm. 93-103)

Beliau juga bersabda:

"Tidaklah tersisa sesuatu pun yang bisa mendekatkan ke surga dan menjauhkan dari neraka, melainkan telah dijelaskan kepada kamu" (Lihat Ar-Risâlah karya Imam Syâfi’i, hal 93 Ta’lîq Syaikh Ahmad Syâkir.)

Perlu diketahui bahwa yang pertama kali merayakan maulid nabi adalah dinasti Fathimiyah yang tidak lain adalah syi'ah raafidhoh. Hal ini seperti yang disebutkan Imam Ibnu katsier -rahimahullah- dalam kitabnya Al-Bidayah Wannihaayah. Syaikh Muhammad Bakhit Al Muthii'iy Mufti mesir dulu juga pernah menyinggung hal yang sama. 

Imam Al Maqrizy -rahimahullah- (seorang ahli sejarah islam) dalam bukunya "Al khutath" menjelaskan bahwa maulid Nabi mulai diperingati pada abad empat Hijriyah oleh Dinasti Fathimiyyun di Mesir.
 
Data-data ini menunjukkan bahwa perayaan maulid nabi tidak dikenal dikalangan salaf. Dalam bahasa sederhananya muhdats (sesuatu yang diada-adakan)

Lagipula, tanggal lahir nabi tidak diketahui secara pasti. Imam Ibnu Katsier menyebutkan bahwa tanggal kelahiran Rasulullah tidak diketahui secara pasti.
Imam Al-Qurtuby di dalam tafsirmya juga menyebutkan khilaf diantara  para ulama tentang tanggal lahir Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam-. Lihat pada jilid 20 hal: 194

Ala kulli haal..
Kalaupun memang beliau lahir pada tanggal 12 rabi'ul awaal, maka dihari itu pula beliau shallallahu alaihi wasallam wafat. Apakah pantas kita bersuka cita di hari kepergian Rasulullah..?
Pantaskah kita bersuka cita pada hari terputusnya wahyu dari langit..?
Aku yakin jawabanmu pasti tidak kawan.

Engkau mungkin akan berkata, lalu bagaimana dengan firman Allah..

{ قُلْ بِفَضْلِ اللّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُواْ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ}

Katakanlah: "Dengan kurnia Allah & rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah & rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yg mereka kumpulkan" (QS: Yunus: 58)

Bukankah ini dalil tentang bolehnya merayakan hari kelahiran Rasul..? Karena beliau merupakan karunia terbesar dari Allah untuk manusia...?

Akhi fillah..
Kita semua sepakat bahwa beliau adalah karunia terbesar dari Allah untuk manusia bahkan untuk seluruh alam. Hanya saja... tidak tepat bila ayat ini dijadikan landasan teori untuk melegitimasi perayaan maulid. Sebab tidak seorangpun dari ulama yang hidup pada qurun mufaddhalah (era terbaik islam dimasa salafussholeh) berargumen dengan ayat ini tentang disyariatkannya perayaan maulid nabi.
 
Aku ingin bertanya..

"Apakah kita lebih faham kitabullah ketimbang sahabat nabi dan tabi'in sampai-sampai luput dari mereka istidlal semacam ini..?

Di zaman mereka tidak ditemukan cara berisidlal semacam ini. Itu berarti telah terjadi konsensus bahwa yang dimaksud ayat ini bukanlah perayaan maulid nabi.

Imam Al-Qurthubi menyebutkan: Abu Said Al-Khiudry dan Ibnu Abbas -radhiallahu anhuma- berkata": Fadhlullah (dalam ayat diatas pen.) adalah Al-qur'an dan Rahmat-Nya adalah Islam. (Lihat tafsir Al-Qurtuby jilid: 8 hal: 312 cet: Daar Al-Kitab Al-Araby).

Lalu bagaimana dengan kisah bahwa Allah meringankan adzab Abu lahab karena gembira dengan kelahiran nabi shallahu alaihi wasallam..?

Kisah ini dapat dijawab dari dua sisi.
Yang pertama dari sisi sanad, kisah ini tidak tsaabit. Kemudian dari sisi makna juga bertentangan dengan kaidah dan ushul syariat kita, bahwa orang kafir tdak diberi ganjaran atas amal sholehnya. Hal itu karena hilang salah satu syarat diantara syarat-syarat diterimahnya amal yaitu iman. Apalagi amalan tersebut bukan amalan yang diberi ganjaran secara dzat.. Karena mencintai anak adalah hal yg manusiawi.. Tidak diberi ganjaran secara dzatnya.

Kalau Puasanya Rasulullah pada hari senin bagaimana..?

Adapun Puasanya Rasulullah pada hari senin dengan alasan bahwa beliau lahir dan diutus dihari itu tidak menunjukkan bolehnya merayakan hari kelahirannya. Karena hadits tersebut menunjukkan sunnah agar kita melakukan puasa pada hari itu setiap minggunya. Kalaupun kita terima bahwa hadits tersebut sebagai dalil, maka hadits menunjukkan agar kita mensyukuri nikmat lahir dan diutusnya beliau -shallallahu alaihi wasallam setiap minggu dengan berpuasa, bukan malah merayakannya dengan pesta yang meriah setahun sekali.
Akan tetapi dalam ibadah qiyas tidak berlaku.

Didalam Risalah Al Maurud fil kalaami alal maulid oleh Imam Al Fakahaani Al Maliky disebutkan bahwa perayaan maulid merupakan sesuatu yang baru (bid'ah). Imam Ibnul Hajj al-maaliky juga mengatakan hal yang sama dalam kitabnya Al Madkhal jilid: 2 hal: 11-12

Lagipula, dalam perayaan itu ada unsur tasyabbuh dengan orang-orang diluar islam yang merayakan hari kelahiran "tuhan" mereka. Sementara kekasih kita tercinta bersabda:

"Barang siapa yang meniru-niru suatu kaum, maka dia adalah bagian dari kaum itu" (HR Abu Daud)

Akhi fillah..
Hendaknya seorang muslim mengikuti jejak salafussholeh dalam ibadah serta muamalahnya..
Besungguh-sungguhlah agar dengan perlahan tapi pasti engkau bisa lepas dari jerat-jerat buwaian bid'ah hasanah.

Karana kekasihku dan kekasihmu bersabda:

"semua bid'ah adalah sesat"

Ketahuilah...
Kecintaan yg tulus itu terwujud dalam bentuk ittiba (mengikuti petunjuknya dengan segenap jiwa dan raga)
Manisnya cinta Rasul tidak dapat diraih dengan mendengar bait-bait cinta yang dilantunkan dimalam maulid nabi.
Bait-bait cinta yang berisi pujian berlebihan kepada Rasulullah.
Padahal beliau bersabda:

“Jangan memujiku secara berlebihan seperti kaum Nasrani yang memuji Isa putera Maryam. Sesungguhnya aku adalah hamba-Nya, maka ucapkanlah, “Hamba Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari dan Ahmad).

Orang yg paling bahagia adalah orang yg selalu mengingat Rasulullah dalam sunnahnya, meneladani cara hidupnya dari cara buang hajat sampai memimpin negara.
Buktikan kalau cintamu tulus.
Sebagaimana firman Allah: 


Katakanlah (hai Muhāmmad), jika kalian (benar-benar) mencintai Allâh maka ikutilah aku (nabi muhammad sholAllahu ‘alaihi wa sallam ), niscaya Allah akan mencintai kalian dan Allah akan mengampuni dosa-dosa kalian, dan Allah Māhapengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-‘Imrân: 31)

Kami mencintaimu wahai Rasullah..
Kami akan mengingatmu bersama jenggot yang kami biarkan tumbuh..
Bersama pakaian yang tak kami biarkan melewati mata kaki..
Kami akan mengingatmu dalam shalawat yang terucap setiap kali namamu disebut.
Dalam senyum tulus untuk saudara kami saat bertemu.
Bersama ayunan langkah ke masjid untuk sholat berjamaah.
Disaat menaiki kenderaan dengan do'a yang pernah kau ajarkan dulu..
Kami mencintaimu dengan caramu.. seperti yang kau mau..
Dengan sunnah yang kau ajarkan, bukan dengan bid'ah yang engkau cela..
Kami akan terus besama ahli baitmu yang mengikutimu.
Kami tidak akan mengingatmu bersama mereka ditengah manusia yang merayakan kelahiranmu setahun sekali,
Dengan Jubah yg menjulur melebihi mata kaki..
Dengan jenggot yang dicukur rapi..
Dengan ba'it ba'it pujian yang diiringi tabuhan rebana, bunyi beduk yang bertalu-talu disertai petikan gitar gambus dimalam maulidmu..
Kami tidak akan merayakannya..
Kami takkan hadir..
Meski yang mengajak kami adalah mereka yang mengaku sebagai ahli baitmu..
Sebagai anak cucukmu..
Iya, kami memang WAHHABI.. Karena kami adalah hamba Al Wahhab..
Kami mencintaimu wahai Rasulullah.. 

Mencintai ahlul baitmu yang shaleh serta sahabat-sahabatmu -radhiallahu anhum-...

Ya Allah.. Kurniakan untuk kami syafaat nabi-Mu


Allah berfirman,
"Katakanlah: 'Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.' Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: 'Taatilah Allah dan RasulNya; Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir." (Al-Imran: 31-32)
- See more at: http://minhajulmustaqim.blogspot.com/2012/05/bukti-cinta-kepada-allah-adalah-dengan.html#sthash.IPA8MKk4.dpuf
Madinah, Sabtu 10 Rabi'ul awwal 1435 H