إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُم
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling taqwa diantara kamu(QS Al-Hujuroot : 13).
Dahulu di Khurasan hiduplah seorang alim yang berasal dari kalangan
mawaali (budak yang dimerdekakan). Suatu hari hujan lebat mengguyur
seantero kota, murid-murid yang ikut bersama sang alim tadi berebutan
untuk memayunginya. Di tengah jalan mereka bertemu seorang asyraf
(keturunan nabi) dalam keadaan mabuk keras. Saking mabuknya orang ini
sering jatuh dan hampir tidak bisa berjalan, bajunya berlumuran becek.
Melihat orang-orang mengerumuni sang alim maka dengan angkuhnya sang Asyraf berkata:
Wahai budak..!! Mengapa orang-orang berkumpul disekelilingmu serta mengagungkanmu sementara tak seorangpun peduli terhadapku.? padahal aku seorang Asyraf..!
Sang Alim menjawab: " Itu karena aku mengikuti cara hidup kakekmu (Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam) sementara engkau mengikuti cara hidup kakekku (orang majusi).
Syaikh Hamid
memberi komentar: "Begitulah... orang dimuliakan kerena ketakwaannya
bukan karena nasabnya. Allah menjadikan kita berbeda suku untuk saling
kenal mengenal, bukan untuk saling berbangga. Tidak ada perbedaan antara
orang arab dan orang ajam kecuali dengan taqwa.
Bila menjadi keturunan seorang nabi mendatangkan manfaat tanpa amal sholeh, maka Kan'an yang merupakan putra nabi Nuh akan diselamatkan karena nasabnya. Namun kenyataannya tidak.
Bila menjadi keturunan seorang nabi mendatangkan manfaat tanpa amal sholeh, maka Kan'an yang merupakan putra nabi Nuh akan diselamatkan karena nasabnya. Namun kenyataannya tidak.
Ingatlah.. Apabila sangkakala ditiup terputuslah nasab diantara kalian. Allah berfirman:
فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ فَلا أَنْسَابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلا يَتَسَاءَلُونَ
"Apabila sangkakala ditiup, maka tidaklah ada lagi pertalian nasab
(hubungan) di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka
saling bertanya." (QS.23:101)
Cukuplah Allah telah menjadikan
islam sebagai tali persaudaraan diantara kita. Tidak ada yang bisa
memutuskan tali persaudaraan itu. Adapun ikatan nasab akan putus.
Contohnya, "Bila seorang anak murtad, maka terputuslah nasab antara dia
dan ayahnya, begitu juga sebaliknya.
Umar pernah mengatakan:
إنا قوم أعزنا الله بالإسلام ، فلن نبتغي العزة بغيره
Sesungguhnya kami adalah kaum yang dimuliakan oleh Allah dengan Islam.
Karena itu kami tidak akan mencari kemuliaan selain dengan Islam.”
(Faidah dari Majelis Sama' Siroh Ibnu Hisyam bersama Syaikh Hamid Akram Al Bukhory)
Catatan:
Ibnu Syihab mengatakan, "Suatu ketika Umar bin Khattab pergi
mengunjungi Syam. Di antara kami ada Ubaidillah bin Jarrah. Mereka
melewati sungai yang dangkal, sementara Umar menunggangi Onta.
Menghadapi keadaan itu, Umar segera turun dan melepaskan sepatunya lalu
mengalungkan kedua sepatunya tadi diatas bahunya, kemudian ia mengambil
kendali ontanya dan dipegangnya sambil menyebrangi sungai. Lalu Abu
Ubaidah bertanya keheranan: “Wahai Amirul Mukminin, mengapa anda berbuat
seperti itu? Melepaskan sepatu dan meletakkannya di atas bahumu,
mengambil kendali onta serta memeganinya sambil menyeberangi sungai?
Sungguh akan membahagiakan diriku kalau penduduk negeri memuliakanmu!”
Lalu Umar menjawab: “Awwih... Seandainya yang berkata itu bukan dirimu
wahai Abu Ubaidah, niscaya aku akan menjadikanmu pelajaran atas ummat
Muhammad.
Ketahuilah, dahulu kita adalah kaum yang paling hina, lalu Allah memuliakan kita dengan agama Islam. Karena itu jika kita mencari kemuliaan dengan selain Islam, maka Allah akan menghinakan kita.”
Ketahuilah, dahulu kita adalah kaum yang paling hina, lalu Allah memuliakan kita dengan agama Islam. Karena itu jika kita mencari kemuliaan dengan selain Islam, maka Allah akan menghinakan kita.”
(Diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Al Mustadrak)
Untukmu yang selalu berbangga dengan nasab, sejenak renungkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berikut ini:
وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ
"Barang siapa yang amalannya lambat maka nasabnya tidak akan bisa mempercepatnya" (HR Muslim)
Imam Nawawi menjelaskan:
"Makna hadits ini adalah barang siapa yang amalnya kurang maka nasabnya
tidak akan membuatnya sampai pada kedudukan yang setara dengan
orang-orang yang beramal, Maka sudah sepatutnya dia tidak bersandar
kepada kemuliaan nasab dan keutamaan leluhurnya kemudian lalai dalam
beramal" (Al-Minhaaj Syarh Shahih Muslim)
Ibnu Rojab Al-Hanbali
mengatakan: "Karena Allah memberi ganjaran/balasan berdasarkan amalan
dan bukan atas dasar nasab sebagaimana firman Allah:
فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ فَلا أَنْسَابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلا يَتَسَاءَلُونَ
"Apabila sangkakala ditiup, maka tidaklah ada lagi pertalian nasab
(hubungan) di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka
saling bertanya." (QS.23:101)
Sekian
Semoga bermanfaat..
Semoga bermanfaat..
___________
Jeddah 20 shafar 1436 H
ACT El Gharantaly
Jeddah 20 shafar 1436 H
ACT El Gharantaly
0 Kommentare:
Kommentar veröffentlichen