Freitag, 2. Januar 2015

TAQWA YANG MEMBUAT KITA BERBEDA

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُم
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu(QS Al-Hujuroot : 13).

Dahulu di Khurasan hiduplah seorang alim yang berasal dari kalangan mawaali (budak yang dimerdekakan). Suatu hari hujan lebat mengguyur seantero kota, murid-murid yang ikut bersama sang alim tadi berebutan untuk memayunginya. Di tengah jalan mereka bertemu seorang asyraf (keturunan nabi) dalam keadaan mabuk keras. Saking mabuknya orang ini sering jatuh dan hampir tidak bisa berjalan, bajunya berlumuran becek.

Melihat orang-orang mengerumuni sang alim maka dengan angkuhnya sang Asyraf berkata:
Wahai budak..!! Mengapa orang-orang berkumpul disekelilingmu serta mengagungkanmu sementara tak seorangpun peduli terhadapku.? padahal aku seorang Asyraf..!
Sang Alim menjawab: " Itu karena aku mengikuti cara hidup kakekmu (Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam) sementara engkau mengikuti cara hidup kakekku (orang majusi).

Syaikh Hamid memberi komentar: "Begitulah... orang dimuliakan kerena ketakwaannya bukan karena nasabnya. Allah menjadikan kita berbeda suku untuk saling kenal mengenal, bukan untuk saling berbangga. Tidak ada perbedaan antara orang arab dan orang ajam kecuali dengan taqwa.
Bila menjadi keturunan seorang nabi mendatangkan manfaat tanpa amal sholeh, maka Kan'an yang merupakan putra nabi Nuh akan diselamatkan karena nasabnya. Namun kenyataannya tidak.
Ingatlah.. Apabila sangkakala ditiup terputuslah nasab diantara kalian. Allah berfirman:

فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ فَلا أَنْسَابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلا يَتَسَاءَلُونَ

"Apabila sangkakala ditiup, maka tidaklah ada lagi pertalian nasab (hubungan) di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya." (QS.23:101)
Cukuplah Allah telah menjadikan islam sebagai tali persaudaraan diantara kita. Tidak ada yang bisa memutuskan tali persaudaraan itu. Adapun ikatan nasab akan putus. Contohnya, "Bila seorang anak murtad, maka terputuslah nasab antara dia dan ayahnya, begitu juga sebaliknya.
Umar pernah mengatakan:

إنا قوم أعزنا الله بالإسلام ، فلن نبتغي العزة بغيره

Sesungguhnya kami adalah kaum yang dimuliakan oleh Allah dengan Islam. Karena itu kami tidak akan mencari kemuliaan selain dengan Islam.”
(Faidah dari Majelis Sama' Siroh Ibnu Hisyam bersama Syaikh Hamid Akram Al Bukhory)

Catatan: 

Ibnu Syihab mengatakan, "Suatu ketika Umar bin Khattab pergi mengunjungi Syam. Di antara kami ada Ubaidillah bin Jarrah. Mereka melewati sungai yang dangkal, sementara Umar menunggangi Onta. Menghadapi keadaan itu, Umar segera turun dan melepaskan sepatunya lalu mengalungkan kedua sepatunya tadi diatas bahunya, kemudian ia mengambil kendali ontanya dan dipegangnya sambil menyebrangi sungai. Lalu Abu Ubaidah bertanya keheranan: “Wahai Amirul Mukminin, mengapa anda berbuat seperti itu? Melepaskan sepatu dan meletakkannya di atas bahumu, mengambil kendali onta serta memeganinya sambil menyeberangi sungai? Sungguh akan membahagiakan diriku kalau penduduk negeri memuliakanmu!”
Lalu Umar menjawab: “Awwih... Seandainya yang berkata itu bukan dirimu wahai Abu Ubaidah, niscaya aku akan menjadikanmu pelajaran atas ummat Muhammad.
Ketahuilah, dahulu kita adalah kaum yang paling hina, lalu Allah memuliakan kita dengan agama Islam. Karena itu jika kita mencari kemuliaan dengan selain Islam, maka Allah akan menghinakan kita.”
(Diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Al Mustadrak)

Untukmu yang selalu berbangga dengan nasab, sejenak renungkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berikut ini:

وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ

"Barang siapa yang amalannya lambat maka nasabnya tidak akan bisa mempercepatnya" (HR Muslim)

Imam Nawawi menjelaskan:

"Makna hadits ini adalah barang siapa yang amalnya kurang maka nasabnya tidak akan membuatnya sampai pada kedudukan yang setara dengan orang-orang yang beramal, Maka sudah sepatutnya dia tidak bersandar kepada kemuliaan nasab dan keutamaan leluhurnya kemudian lalai dalam beramal" (Al-Minhaaj Syarh Shahih Muslim)

Ibnu Rojab Al-Hanbali mengatakan: "Karena Allah memberi ganjaran/balasan berdasarkan amalan dan bukan atas dasar nasab sebagaimana firman Allah:

فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ فَلا أَنْسَابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلا يَتَسَاءَلُونَ

"Apabila sangkakala ditiup, maka tidaklah ada lagi pertalian nasab (hubungan) di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya." (QS.23:101)
Sekian
Semoga bermanfaat..
___________
Jeddah 20 shafar 1436 H
ACT El Gharantaly

0 Kommentare:

Kommentar veröffentlichen