Freitag, 2. Januar 2015

MELIHAT KEBAWAH (memaknai sifat qanaah)

Sahabat.. Sering terbersit di benak kita sebuah tanya. Mengapa setiap kali melihat orang yang diberi kelebihan oleh Allah dari sisi materi dada kita menjadi sesak, jiwa kita lelah, ada hasrat untuk memiliki apa yang mereka miliki. Tak jarang hasrat itu membuat nikmat yang ada dalam genggaman seolah tak ada artinya..?
Jawabannya, karena kita lalai dalam mengamalkan wasiat Rasulullah shallahu alaihi wasallam. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan At Tirmidzi dari Sahabat Abu Hurairah –radhiallahu anhu-, Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda:

انْظُرُوا إلى مَنْ هو أسْفَلَ مِنْكُم، ولا تَنْظُروا إلى مَنْ هو فَوْقَكُم، فهو أجْدَرُ أنْ لا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ الله عليكم

“Lihatlah kepada orang yang dibawah kalian dan jangan melihat orang yang lebih di atas kalian. Yang demikian itu (melihat ke bawah) akan membuat kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang diberikan-Nya kepada kalian.” (HR. Muslim).

Dalam riwayat lain Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Apabila salah seorang dari kalian melihat orang yang diberi kelebihan dalam hal harta atau rupa/fisik, maka hendaklah ia melihat orang yang lebih dibawah dari dirinya.”

Kedua hadits di atas mengandung pelajaran penting untuk setiap muslim, agar mereka selalu melihat ke bawah dalam perkara dunia. Karena melihat keatas hanya akan membuat diri berkeluh kesah, dada menjadi sesak, pikiran menjadi kalut, hati menjadi lelah memikirkan dunia yang seolah berpihak pada orang lain. Dan pada akhirnya diri inipun lalai mensyukuri karunia Allah yang ada.
Namun bila kita melihat kebawah, kita akan tau bahwa ada orang lain yang hidupnya jauh lebih sulit dari kita, sehingga hati terpanggil untuk mensyukuri berbagai karunia itu.

Dalam uraiannya terhadap hadits diatas, Imam Al Mubarakfury –rahimahullah- menjelaskan:" Apabila seseorang memandang pada orang yang diberi kelebihan dari sisi materi, maka dia akan menganggap remeh nikmat yg ada pada dirinya. Dan hal itu akan menjadi penyebab kemurkaan Tuhannya. Namun bila ia melihat ke bawah, dia akan bersyukur, bersikap tawadhu, dan memuji Rabb-nya atas segala limpahan karunia-Nya" (Tuhfatul Ahwadzi 7:182)

Ada satu ungkapan menarik dari seorang salaf, Aun Ibnu Abdillah Ibnu Utbah –rahimahullah-. Beliau mengatakan, "Aku banyak bergaul dengan orang-orang kaya, maka aku tidak mendapati orang yang paling banyak obsesinya melebihi diriku. Aku selalu melihat tunggangan mereka jauh lebih baik dari tungganganku, pakaian mereka jauh yang lebih baik dari pakaianku. Namun setelah mendengar hadits ini aku memilih bergaul dengan orang-orang faqir. Maka akupun merasakan ketenangan dan rehat karena letih mengejar obsesi".

Sahabat… Sudah selayaknya bagi seorang mukmin untuk tidak menolehkan pandangannya kepada ahli dunia, karena hal itu hanya akan menumbuhkan kekaguman yang selalu berakhir dengan jiwa yang lelah..
 
Allah azza wa jalla berfirman:

وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَىٰ مَا مَتَّعْنَا بِهِۦٓ أَزْوَٰجًا مِّنْهُمْ زَهْرَةَ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ ۚ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ

Artinya:

Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan di dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Rabbmu adalah lebih baik dan lebih kekal. (QS. 20:131)

Berhentilah menatap dan mengharap kemegahan dunia yang ada pada orang lain, syukuri apa yang ada. Agar kita menjadi hamba yang qanaah. Ingat! Ini bukan soal banyak atau sedikit, tapi murni soal keberkahan.

Itu dalam perkara dunia, adapun dalam perkara agama/akhirat yang berlaku adalah sebaliknya. Seorang muslim diperintahkan untuk selalu melihat ke atas, kepada orang yang lebih baik darinya dalam dalam hal ketaqwaan, amal sholeh dan ketaatan lainnya. Agar semangatnya terpacu untuk terus mempersembahkan amal terbaik disisa waktu yang ada.
__________________
Madinah 19-06-1435 H
ACT El Gharantaly

0 Kommentare:

Kommentar veröffentlichen