Sahabat.. Sering
terbersit di benak kita sebuah tanya. Mengapa setiap kali melihat orang
yang diberi kelebihan oleh Allah dari sisi materi dada kita menjadi
sesak, jiwa kita lelah, ada hasrat untuk memiliki apa yang mereka
miliki. Tak jarang hasrat itu membuat nikmat yang ada dalam genggaman
seolah tak ada artinya..?
Jawabannya, karena kita lalai dalam
mengamalkan wasiat Rasulullah shallahu alaihi wasallam. Dalam sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan At Tirmidzi dari Sahabat
Abu Hurairah –radhiallahu anhu-, Rasulullah shallahu alaihi wasallam
bersabda:
انْظُرُوا إلى مَنْ هو أسْفَلَ مِنْكُم، ولا تَنْظُروا إلى مَنْ هو فَوْقَكُم، فهو أجْدَرُ أنْ لا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ الله عليكم
“Lihatlah kepada orang yang dibawah kalian dan jangan melihat orang
yang lebih di atas kalian. Yang demikian itu (melihat ke bawah) akan
membuat kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang diberikan-Nya kepada
kalian.” (HR. Muslim).
Dalam riwayat lain Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam bersabda: “Apabila salah seorang dari kalian melihat
orang yang diberi kelebihan dalam hal harta atau rupa/fisik, maka
hendaklah ia melihat orang yang lebih dibawah dari dirinya.”
Kedua hadits di atas mengandung pelajaran penting untuk setiap muslim,
agar mereka selalu melihat ke bawah dalam perkara dunia. Karena melihat
keatas hanya akan membuat diri berkeluh kesah, dada menjadi sesak,
pikiran menjadi kalut, hati menjadi lelah memikirkan dunia yang seolah
berpihak pada orang lain. Dan pada akhirnya diri inipun lalai mensyukuri
karunia Allah yang ada.
Namun bila kita melihat kebawah, kita
akan tau bahwa ada orang lain yang hidupnya jauh lebih sulit dari kita,
sehingga hati terpanggil untuk mensyukuri berbagai karunia itu.
Dalam uraiannya terhadap hadits diatas, Imam Al Mubarakfury
–rahimahullah- menjelaskan:" Apabila seseorang memandang pada orang yang
diberi kelebihan dari sisi materi, maka dia akan menganggap remeh
nikmat yg ada pada dirinya. Dan hal itu akan menjadi penyebab kemurkaan
Tuhannya. Namun bila ia melihat ke bawah, dia akan bersyukur, bersikap
tawadhu, dan memuji Rabb-nya atas segala limpahan karunia-Nya" (Tuhfatul
Ahwadzi 7:182)
Ada satu ungkapan menarik dari seorang salaf,
Aun Ibnu Abdillah Ibnu Utbah –rahimahullah-. Beliau mengatakan, "Aku
banyak bergaul dengan orang-orang kaya, maka aku tidak mendapati orang
yang paling banyak obsesinya melebihi diriku. Aku selalu melihat
tunggangan mereka jauh lebih baik dari tungganganku, pakaian mereka jauh
yang lebih baik dari pakaianku. Namun setelah mendengar hadits ini aku
memilih bergaul dengan orang-orang faqir. Maka akupun merasakan
ketenangan dan rehat karena letih mengejar obsesi".
Sahabat…
Sudah selayaknya bagi seorang mukmin untuk tidak menolehkan pandangannya
kepada ahli dunia, karena hal itu hanya akan menumbuhkan kekaguman yang
selalu berakhir dengan jiwa yang lelah..
Allah azza wa jalla berfirman:
وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَىٰ مَا مَتَّعْنَا بِهِۦٓ أَزْوَٰجًا
مِّنْهُمْ زَهْرَةَ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ ۚ
وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ
Artinya:
Dan janganlah
kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada
golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan di dunia untuk
Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Rabbmu adalah lebih baik dan
lebih kekal. (QS. 20:131)
Berhentilah menatap dan mengharap
kemegahan dunia yang ada pada orang lain, syukuri apa yang ada. Agar
kita menjadi hamba yang qanaah. Ingat! Ini bukan soal banyak atau
sedikit, tapi murni soal keberkahan.
Itu dalam perkara dunia,
adapun dalam perkara agama/akhirat yang berlaku adalah sebaliknya.
Seorang muslim diperintahkan untuk selalu melihat ke atas, kepada orang
yang lebih baik darinya dalam dalam hal ketaqwaan, amal sholeh dan
ketaatan lainnya. Agar semangatnya terpacu untuk terus mempersembahkan
amal terbaik disisa waktu yang ada.
__________________
Madinah 19-06-1435 H
ACT El Gharantaly
Madinah 19-06-1435 H
ACT El Gharantaly
0 Kommentare:
Kommentar veröffentlichen