Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersanda:
لاَ تَسُبُّوْا أَصْحَابِيْ وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ أَنْفَقَ
أَحَدُكُمْ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ
نَصِيْفَهُ
“Janganlah kalian mencaci sahabat-sahabatku,
seandainya salah seorang dari kalian menginfakkan emas sebesar gunung
Uhud, maka (infaknya tersebut) tidak menandingi satu mud atau setengah
mud (infak) salah seorang dari mereka.”
(Muttafaq alaihi)
Di awal majelis Shohih Bukhori beberapa waktu yang lalu Syaikh Dhiya'urrahman Al A’dzami mengisahkan
kepada kami, bahwa sewaktu menghadiri pertemuan yang diadakan Rabithah
dulu, beliau bertemu dengan Syaikh Abdul Hakim Hamadah yang merupakan
seorang kabid di Rabitah Al Alam Al Islamy.
Saat itu Syaikh Al
A’Dzamy baru saja menyelesaikan risalah yang berjudul Abu Hurairah Min
Khilal Marwiyyatih, sebuah risalah yang secara khusus berisi pembelaan
terhadap Sahabat Abu Hurairah –radhiallahu anhu-. Syaikh Abdul Hakim
Hamada pun menemuinya dan menceritakan akhir kisah pencela Abu Hurairah
yang bernama Mahmud Abu Rayyah.
Syaikh Abdul Hakim mengatakan,
“Aku akan mengisahkan padamu bagaimana akhir hayat seorang yang bernama
Abu Rayyah, dan aku meminta kepadamu agar menceritakan kisah ini kepada
orang-orang yang mengambil riwayat darimu.
Syaikh Abdul Hakim
melanjutkan, "Menjelang matinya aku menyempatkan diri untuk menemuinya,
begitu tiba dikediamannya aku meminta izin pada anaknya untuk menjenguk
Ayahnya. Namun sang anak tak mengizinkan aku masuk. Setelah memohon
berkali-kali diapun mengizinkanku masuk ke kamar tempat dimana Abu
Rayyah dirawat. Begitu masuk aku melihat Ia terbaring dengan wajah hitam
dan gosong, matanya melotot dan menatap tajam ke arah dinding sambil
berteriak, Ahh….
Ahh… Aba Hurairah… Aba Hurairah.
Seoalah-olah Abu Hurairah sedang berdiri di hadapannya, seperti sedang menuntut balas atas kedzoliman yang dilakukannya selama ini.
Aku tidak bisa bertahan lebih dari dua menit di ruangan itu, akupun bergegas keluar karena pemandangan mengerikan itu.”
Syaikh Al A’Dzami mengatakan: “Begitulah akhir kisahnya di dunia..
Bagaimana di akhirat kelak. Ambillah kisah ini dariku dengan sanad yang
tinggi dan muttashil"
Kami yang hadirpun tersenyum.
SIAPA SEBENARNYA MAHMUD ABU RAYYAH ITU..?
Abu Rayyah adalah seorang pemikir dan sastrawan mesir. Pada mulanya dia
termasuk orang yang gigih membela Islam dan Sunnah Nabi. Sejumlah
artikelnya pernah dimuat dibeberapa media mesir. secara umum ulasan
dalam artikel-artikel tersebut menunjukkan perhatian yang besar kepada
umat Islam dan pembelaannya terhadap Sunnah. Dia bahkan termasuk salah
seorang yang turut mengkritik Taufiq Al-Hakim saat mengkampanyekan
penyatuan agama (wihdatul adyan).
Dalam melakukan penelitain ia
menolak untuk tunduk pada teori-teori para ulama dan sarjana yang jauh
lebih senior darinya. Ia berupaya memunculkan teori dan metode baru yang
dianggapnya sebagai upaya konstruktif terhadap keilmuan islam. Sikap
inilah yang membawanya pada penyimpangan.
Penyimpangannya mulai
tampak dalam salah satu artikel yang dimuat oleh majalah Al-Fath tahun
1942 M. Dalam tulisannya tersebut ia menampakkan diri sebagai pembela
Al-Qur`an padahal disaat yang sama dia merendahkan dan melecehkan
Sunnah. Akhirnya ia menuai hujan kritik dari para ulama yang hidup
dimasa itu semisal Syaikh Abdurrazzaq Hamzah dan Syaikh Abdurrahman Al
Muallimy Al Yamany.
Dalam berbagai tulisannya Mahmud Abu Rayyah
selalu berupaya mendiskripsikan para sahabat nabi yang mulia terutama
Abu Hurairah -radhiallahu anhu- dengan sifat-sifat negatif. Dia menuduh
para sahabat dengan tuduhan yang keji. Al A'Dzami mengatakan,
"Belakangan diketahui bahwa terdapat banyak kecurangan ilmiah dalam
karya tulisnya. Tuduhan-tuduhannya kepada para sahabat nabi terutama Abu
Hurairah dibangun diatas kedustaan dan asumsi yang keliru."
Ada
beberapa teori yang menyebutkan penyebab penyimpangan Abu Rayyah. Namun
setelah para ahli mempelajari karya tulis dan pemikirannya hanya satu
teori yang dikuatkan. Mereka mengatakan, “Dalam studi kritik hadits Abu
Rayyah banyak dipengaruhi oleh pemikiran orientalis, salah satu
diantaranya adalah Goldziher. Di Mesir sendiri tercatat sejumlah pemikir
yang juga terpengaruh oleh pemikiran Goldziher, diantaranya Dr Ali
Hasan Abdul Kadir, Toha Hussin, Dr Ahmad Amin dan Rasyad Khalifa.
Berikut ini beberapa referensi yang turut membedah pemikiran Abu Rayyah:
1. Difa’ ‘an Abi Hurairah, Abdul Mun’im Shalih Al-’Ali.
2. As Sunnah, wa Makaanatuha fit Tasyri’ Al-Islami, oleh Dr. Musthafa As-Siba’i,
3. Al-Anwar Al-Kasyifah, Abdurrahman bin Yahya Al-Mu’allimi
4. Abu Hurairah Min Khilali Marwiyatih, Dhiya'urrahman Al A'Dzamy
5. Difa’ ‘anis Sunnah, Muhammad Abu Syahbah, menjawab syubhat para orientalis.
6. Zawabi’ fi Wajhis Sunnah, Shalahuddin Maqbul Ahmad.
7. Al-Burhan fi Tabri`ah Abi Hurairah minal Buhtan, Abdullah bin Abdil Aziz bin Ali An-Nashir
2. As Sunnah, wa Makaanatuha fit Tasyri’ Al-Islami, oleh Dr. Musthafa As-Siba’i,
3. Al-Anwar Al-Kasyifah, Abdurrahman bin Yahya Al-Mu’allimi
4. Abu Hurairah Min Khilali Marwiyatih, Dhiya'urrahman Al A'Dzamy
5. Difa’ ‘anis Sunnah, Muhammad Abu Syahbah, menjawab syubhat para orientalis.
6. Zawabi’ fi Wajhis Sunnah, Shalahuddin Maqbul Ahmad.
7. Al-Burhan fi Tabri`ah Abi Hurairah minal Buhtan, Abdullah bin Abdil Aziz bin Ali An-Nashir
____________
Madinah 24 Shafar 1436 H
ACT El Gharantaly
Madinah 24 Shafar 1436 H
ACT El Gharantaly
0 Kommentare:
Kommentar veröffentlichen