Freitag, 12. September 2014

FIQIH HAJI. 01

(Fawaid di majelis Syaikh Prof. Dr. Muhammad bin Abdullah Az Zahim -hafidzahullah -)

Allah azza wa jalla berfirman:

وَاَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ٠

Artinya: “Sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. " ( Al Baqarah 195)

Menurut bahasa haji artinya ziarah (berkunjung) sedangkan menurut istilah haji adalah prosesi ibadah khusus yang dilakukan pada waktu khusus ditempat yang khusus dari orang khusus dengan mengikuti tata cara Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Ibadah haji diwajibkan pada setiap muslim yang telah mencapai usia baligh, berakal, merdeka dan memiliki kemampuan untuk melaksanakannya. Kemampuan disini mencakup kemampuan fisik dan materi. Kewajiban ini berlaku sekali seumur hidup.

Bagi seorang muslim yang akan menunaikan ibadah haji, hendaklah dia memperhatikan hal-hal berikut.

1. Menjaga niat
2. Bertaubat kepada Allah dari semua maksiat
3. Berbekal dengan harta yang halal
4. Membawa bekal yang cukup serta menghindari perbuatan meminta-minta
5. Mencari kawan yang sholeh sebagai teman perjalanan
6. Mempelajari hukum - hukum yang berkenaan dengan ibadah haji dan umrah.

Catt:
1. Bagi yang memiliki kemampuan secara fisik namun tidak memiliki kemampuan secara finansial, maka ibadah haji tidak wajib baginya.

2. Bagi yang memiliki kemampuan secara finansial namun tidak memiliki kemampuan secara fisik, maka dianjurkan baginya untuk mewakilkan haji (badal haji) pada ahli warisnya atau orang lain yang telah menunaikan ibadah haji. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma, "Sesungguhnya seorang wanita dari Juhainah telah datang kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam dan bertanya: "Sesungguhnya ibu-ku telah bernadzar untuk berhaji, namun ia meninggal dunia sebelum berhaji. Apakah aku boleh berhaji menggantikannya?". Nabi menjawab: "Hajikanlah. Bukankah kalau ibumu berhutang engkau harus membayarnya? Bayarlah, karena haq Allâh itu lebih patut untuk dibayarkan. (HR. Bukhari)

3. Wanita yang mampu secara fisik dan finansial, namun tidak memiliki mahram dianggap tidak mampu dan tidak diwajibkan haji untuknya. Namun bila dia melaksanakan ibadah haji tanpa mahram maka hajinya sah, kewajibannya gugur namun demikian dia tetap berdosa karena melakukan perjalanan jauh tanpa ditemani mahram. Karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir melakukan safar (bepergian) selama satu hari satu malam sementara ia tidak disertai mahramnya.” (HR. Bukhari, Muslim)

Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma, ia mendengar Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda : “Janganlah seorang wanita melakukan safar kecuali bersama mahramnya dan janganlah seorang laki-laki masuk menjumpainya kecuali disertai mahramnya.”
Kemudian seseorang bertanya: “Wahai Rasulullah ! Sungguh aku ingin keluar bersama pasukan ini dan itu sedangkan istriku ingin menunaikan haji.” Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Keluarlah bersama istrimu (untuk menunaikan ibadah haji).” (HR. Muslim dan Ahmad)

Bersambung insyaallah. .

_____________
Madinah 17 Dzulqa'dah 1435 H
ACT El-Gharantaly

0 Kommentare:

Kommentar veröffentlichen