Freitag, 2. Januar 2015

Beberapa Hal Yang Perlu Diperhatikan Sebelum Membaca Karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah

Syaikh Sholeh Alu Syaikh mengatakan, "Karya-karya syaikhul islam membutuhkan pembaca yang memiliki pengetahuan atau gambaran yang jelas seputar permasaalahan yang dibahas oleh Ibnu Taimiyah. Membaca karyanya tidak seperti membaca koran, bila tidak memahami dengan baik gambaran permasaalahan yang dipaparkannya, maka pembaca akan keluar dengan kesimpulan-kesimpulan yang keliru, dan ini seringkali terjadi"

Diatara kekhasan Ibnu taimiyah dalam karya-karya beliau adalah:

1. Ibnu Taimiyah sering menyebutkan secara ringkas pandangannya terhadap sebuah permasaalah pada satu tempat dan menjelaskannya secara panjang lebar ditempat yang lain. Tak jarang bila kita berulang kali menemukan ucapan beliau saat menyinggung sebuah permasaalahan, “Masaalah ini telah kami bahas secara panjang lebar ditempat lain”. Maksudnya dalam tulisan beliau yang lain.

2. Tulisan beliau dalam masaalah aqidah selalu diawali dengan tulisan kecil yang memuat pokok pikiran dan kesimpulan beliau berdasarkan Al Qur’an dan Assunnah diatas pemahaman salafussholeh. Setelah itu barulah beliau menulis kitab-kitab besar yang membahas secara panjang lebar isi dari permasaalah-permasaalahan yang beliau tuangkan dalam tulisan-tulisan kecilnya. Jadi bagi yang tidak memahami dengan baik ta'shil masaalah Syaikhul islam pada tulisan-tulisan kecilnya maka akan sulit memahami karya-karya besar beliau –rahimahullah-.
Kami menyarankan agar pembaca memahami terlebih dahulu masaail Aqidah Al-Wasitiyah, hamawiyah dan Tadmuriyah sebelum membaca Dar At Taarudh, Al Jawab As Shahih dan Al Mihaj.

3. Dalam mengkaji sebuah permasaalah baik ushul maupun furu' Ibnu Taimiyah sering melakukan ta’shil dan istidrad. Istidrad maksudnya mengembangkan pembahasan baik dengan memperbanyak nukilan terhadap pendapat yang mendukung pendapatnya atau menyebutkan pendapat lawannya beserta dalil-dalilnya secara panjang lebar, lalu mematahkan hujjah mereka satu persatu. Atau juga dengan menyebutkan masaalah-masaalah yang serupa untuk menunjukkan bahwa kesimpulannya benar berdasarkan fakta ilmiah yang ada.
Oeleh karena itu pembaca harus bisa membedakan mana perkataan Ibnu Taimiyah yang bersifat ta’shil (memuat pokok pikiran beliau berdasarkan dalil) dan mana perkataan beliau yang bersifat Istidrad (tambahan penjelasan). Bila hal itu tidak dilakukan maka pembaca akan keliru dalam menyimpulkan pendapat beliau dalam permasaalahan tersebut. Tak jarang bila kita menemukan sebagian orang yang menukil pendapat syaikhul Islam dari penjelasan beliau yang bersifat istidrad dan menyangka bahwa itulah pendapat syaikhul islam dalam permasaalahan tersebut, tanpa memperhatikan penggalan pertama yang berisi pokok pikiran dan penggalan terakhir yang memuat bantahan.
4. Keunikan lain dari syaikhul islam adalah, beliau selalu mengulas setiap masaalah dengan menggunakan bahasa yang lazim dipakai oleh para ahli di setiap bidang ilmu. Bila sedang membicaraan masaalah fiqih, beliau menggunakan bahasa atau istilah-istilah yang lazim digunakan oleh ahli fiqih. Bila sedang membahas masaalah ushul fiqh beliau menggunakan bahasa yang lazim digunakan ulama usul. Begitu juga dalam masaalah sufistik, mantiq, filsafat dll, beliau berbicara menurut bahasa yang lazim digunakan para ahli dibidang ilmu tersebut. Jadi bagi siapa saja yang ingin membaca karya syaikhul islam sebaiknya memiliki wawasan yang luas diberbagai bidang keilmuan. Dosen saya pernah mengatakan:
“Karya Syaikhul Islam bukan bacaan pemula”

 5. Sebelum membaca karya beliau dibidang fiqh sebaiknya pembaca memahami dengan baik Ushul dan Furu’ Madzhab Hanbaly, sebab dalam kajiannya syaikhul islam menggunakan pendekatan madzhab hanbaly untuk memberi gambaran umum sebuah permasaalahan.
Bersambung Insyaallah...

Catan di bidang haditsiyyah:

1. Al Jam'u baina Sohihain karya imam Al Humaidy merupakan kitab hadits pertama yang dihafal Syaikhul islam Ibnu Taimiyah. Jadi bila Syaikhul Islam mengatakan hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhory atau Imam Muslim, namun anda tidak menemukan lafadz yang sama di dalam sohihain sebagaimana yang disebutkan syaikh, itu berarti Syaikhul islam menukil hadits tersebut dari Al Jam'u baina Shohihain, karena Imam Al-Humaidy terkadang merubah sebagian lafadz dengan makna yang sama.
(Al-Allamah Hammad Al-Anshari Al Khazraji -rahimahullah- dalam Al Majmu')

2. Saat mentahqiq karya Syaikhul Islam sebagian muhaqqiq masa kini tak segan-segan melabeli syaikhul islam dengan "Wahm" atau keliru bilamana mereka menemukan ada hadits yang di nukil syaikhul islam namun mereka tidak memukannya pada buku hadist yang disebutkan olehnya. Kita ambil contoh, terkadang syaikhul Islam menyebut bahwa hadits ini diriwayatkan Abu Daud. Lalu pentahqiq mengatakan "Syaikhul Islam keliru, hadits ini sudah kami cek langsung dalam sunan Abu Daud, namun kami tidak menemukannya". Padahal dia tidak tau bahwa nuskhah Sunan Abu Daud yang dimiliki Ibnu Taimiyah adalah riwayat Ibnu Daasah yang tak sampai ke tangan sang muhaqqiq, karena nuskhah Abu Daud yang sampai ke tangan kita hari ini merupakan riwayat Al Lu'lu'iy.
Selama kurang lebih 40 tahun Imam Abu Daud membacakan kitabnya kepada murid-muridnya, diselala itu beliau juga melakukan koreksi terhadap As-Sunan. Dan riwayat Al-Lu'lu'iy merupakan nuskhoh yang paling terakhir dikoreksi Imam Abu Daud. Sehingganya sebagian hadits yang diriwayatkan Ibnu Daasah dari Abu Daud tidak tercantum dalam riwayat lu'lu'iy. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan Syaikh Bakar Abu Zaid dalam Al Madkhal

Muda-mudahan poin-poin diatas dapat membantu penuntut ilmu yang akan menyelami lautan karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -rahimahullah-

_________
Madinah 12 Muharram 1436 H
ACT El Gharantaly

0 Kommentare:

Kommentar veröffentlichen