Montag, 26. Januar 2015

Pidato Pertama King Salman Bin Abdul Aziz -hafidzahullah-

"Segala puji bagi Allah yang telah berfirman:

كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ

“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (Ar-Rahman : 26-27)

Sholawat dan salam semoga tetap tercurah atas nabi-Nya beserta kelurga dan para sahabatnya.

Dengan hati yang yakin sepenuhnya terhadap qadha dan qadar Allah, diselimuti kesedihan yang mendalam, aku menyampaikan kepada rakyat Saudi, bangsa arab dan kaum muslimin rasa belasungkawa atas meninggalnya Pelayan Dua Tanah Suci King Abdullah bin Abdul Aziz -rahimahullah-, yang mana Allah telah berkehendak untuk memilihnya kembali ke sisi-Nya, setelah perjalan hidup yang panjang dalam usaha mewujudkan ketaatan kepada Rabb-nya, meninggikan agamanya, melayani negara dan rakyatnya, mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa arab dan kaum muslimin.

Kami memohon kepada Allah ta'ala agar mencurahkan rahmat-Nya yang luas kepadanya, menempatkannya didalam surga, dan membalas segala apa yang telah dipersembahkannya dalam melayani agama, negara dan bangsanya.
Sebagaimana kami memohon agar Allah memberi kami kesabaran dan pahala. Dihadapan musibah ini, kami tidak akan mengucapkan selain apa yang Allah perintahkan kepada kami untuk diucapkan, yaitu:

إنا لله وإنا إليه راجعون

Saudara-saudara dan segenap putra-putri negeri sekalian...

Sesungguhnya Allah telah menghendaki diriku untuk memikul amanah yang berat, maka aku menghadap-Nya seraya memohon agar Dia memberiku pertolongan dan taufiq.
Aku juga memohon agar Allah menampakan yang haq sebagai al haq dihadapan kami, dan menjadikan kami orang yang mengikutinya. Serta menampakkan yang batil sebagai kebatilan dihadapan kami, dan menjadikan kami orang yang menjauhi'nya.”

Kita akan tetap berkomitmen -dengan pertolongan dari Alah- untuk berpegang teguh dengan konsep yang lurus yang telah berlangsung di negeri ini sejak pertama didirikan dibawah kepemimpinan pendirinya King Abdul Aziz serta kepemimpinan anak-anak beliau setelahnya -rahimahumullah-, dan kita tidak akan menyimpang sedikitpun untuk selama-lamanya. Konstitusi kita adalah Kitabullah dan Sunnah nabi-Nya -shallallahu alaihi wasalalm
Saudara-saudara sekalian...

Sesungguhnya ummat islam dan bangsa arab saat ini sangat perlu untuk bersatu padu. Kami akan melanjutkan kebijakan negara ini, yang telah Allah pilih sebagai titik awal penyebaran risalah (Nabi-Nya) dan kiblat (kaum muslimin), dalam hal mengambil berbagai langkah yang dapat meningkatkan persatuan dan dalam memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa kita berdasarkan rambu-rambu agama islam yang hanif yang telah diridhoi Allah untuk kita. Agama Islam adalah agama yang damai, penuh kasih sayang, moderat dan adil.

Hanya kepada Allah saya memohon agar Dia senantiasa membimbing saya dalam melayani rakyat tercinta, merealisasikan apa yang menjadi harapan mereka, menjaga keamanan dan stabilitas negara kita, serta melindunginya dari berbagai kejahatan. Sesungguhnya Allah sajalah yang mampu melakukan semua itu dan tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan-Nya”

Selesai

Disampaikan di Riyadh pada tanggal: 04/04/1436 H
Pidato beliau dapat disaksikan disini: https://www.youtube.com/watch?v=v3uuOKI72V8

Freitag, 2. Januar 2015

MUHASABAH (Dalam catatan harian: Sami Himmah)

Dalam khutbah Jum'at tadi, khatib mengajak hadirin untuk introspeksi. Mumpung masih di awal tahun hijriyah. Dan memang ini yang seharusnya dilakuin di setiap pergantian tahun. Bukan malah dibikin perayaan, hura-hura, pawai kesana kemari, maen mercon gangguin tetangga, dan seterusnya.
Berlalunya waktu adalah sebuah keniscayaan. Rela nggak rela, ridho nggak ridho, jarum jam selalu berputar tanpa berhenti. Besok bukan lagi hari yang sama dengan hari ini. Gaji masuk, pertanda bulan selalu berganti. Kalender yang hari ini manis menghiasi dinding, tahun depan tergolek lusuh di dalam pembuangan. Bukan itu point-nya, semua orang paham itu.
Tapi sudahkah kualitas diri ini juga ikut berubah menjadi lebih baik ?

"Sangat disayangkan jika tak ada yang berubah pada hari-hari yang kita lalui kecuali tanggalnya saja"

Guliran waktu dari masa ke masa terasa semakin cepat, satu diantara tanda akhir zaman.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ , قََالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَقَارَبَ الزَّمَانُ , فَتَكُونَ السَّنَةُ كَالشَّهْرِ , وَيَكُونَ الشَّهْرُ كَالْجُمُعَةِ , وَتَكُونَ الْجُمُعَةُ كَالْيَوْمِ , وَيَكُونَ الْيَوْمُ كَالسَّاعَةِ , وَتَكُونَ السَّاعَةُ كَاحْتِرَاقِ السَّعَفَةِ الْخُوصَةُ "

Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam bersabda,
"Kiamat tidak akan tegak, sampai waktu saling mendekat. Satu tahun bagaikan sebulan. Satu bulan bagaikan satu Jum'at (sepekan). Satu Jum'at bagaikan sehari. Satu hari bagaikan sejam. Dan satu jam seperti waktu membakar kayu dengan api." Diriwayatkan oleh Imam Ahmad rahimahullah.


Di penghujung khutbah, khatib melesatkan 3 anak panah berbentuk tanda tanya, yang menghujam ke hati masing-masing hadirin. Makjleb ...

"Tahun demi tahun, terus bergulir silih berganti,
Apa yang telah kau korbankan untuk agamamu ?
Kontribusi apa yang telah kau curahkan untuk umat ?
(Dan jangan berpikir terlalu jauh) Apa yang telah kau persembahkan untuk dirimu sendiri ?"


selesai

Madinah Jumat, 31 Oktober 2014

Beberapa Hal Yang Perlu Diperhatikan Sebelum Membaca Karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah

Syaikh Sholeh Alu Syaikh mengatakan, "Karya-karya syaikhul islam membutuhkan pembaca yang memiliki pengetahuan atau gambaran yang jelas seputar permasaalahan yang dibahas oleh Ibnu Taimiyah. Membaca karyanya tidak seperti membaca koran, bila tidak memahami dengan baik gambaran permasaalahan yang dipaparkannya, maka pembaca akan keluar dengan kesimpulan-kesimpulan yang keliru, dan ini seringkali terjadi"

Diatara kekhasan Ibnu taimiyah dalam karya-karya beliau adalah:

1. Ibnu Taimiyah sering menyebutkan secara ringkas pandangannya terhadap sebuah permasaalah pada satu tempat dan menjelaskannya secara panjang lebar ditempat yang lain. Tak jarang bila kita berulang kali menemukan ucapan beliau saat menyinggung sebuah permasaalahan, “Masaalah ini telah kami bahas secara panjang lebar ditempat lain”. Maksudnya dalam tulisan beliau yang lain.

2. Tulisan beliau dalam masaalah aqidah selalu diawali dengan tulisan kecil yang memuat pokok pikiran dan kesimpulan beliau berdasarkan Al Qur’an dan Assunnah diatas pemahaman salafussholeh. Setelah itu barulah beliau menulis kitab-kitab besar yang membahas secara panjang lebar isi dari permasaalah-permasaalahan yang beliau tuangkan dalam tulisan-tulisan kecilnya. Jadi bagi yang tidak memahami dengan baik ta'shil masaalah Syaikhul islam pada tulisan-tulisan kecilnya maka akan sulit memahami karya-karya besar beliau –rahimahullah-.
Kami menyarankan agar pembaca memahami terlebih dahulu masaail Aqidah Al-Wasitiyah, hamawiyah dan Tadmuriyah sebelum membaca Dar At Taarudh, Al Jawab As Shahih dan Al Mihaj.

3. Dalam mengkaji sebuah permasaalah baik ushul maupun furu' Ibnu Taimiyah sering melakukan ta’shil dan istidrad. Istidrad maksudnya mengembangkan pembahasan baik dengan memperbanyak nukilan terhadap pendapat yang mendukung pendapatnya atau menyebutkan pendapat lawannya beserta dalil-dalilnya secara panjang lebar, lalu mematahkan hujjah mereka satu persatu. Atau juga dengan menyebutkan masaalah-masaalah yang serupa untuk menunjukkan bahwa kesimpulannya benar berdasarkan fakta ilmiah yang ada.
Oeleh karena itu pembaca harus bisa membedakan mana perkataan Ibnu Taimiyah yang bersifat ta’shil (memuat pokok pikiran beliau berdasarkan dalil) dan mana perkataan beliau yang bersifat Istidrad (tambahan penjelasan). Bila hal itu tidak dilakukan maka pembaca akan keliru dalam menyimpulkan pendapat beliau dalam permasaalahan tersebut. Tak jarang bila kita menemukan sebagian orang yang menukil pendapat syaikhul Islam dari penjelasan beliau yang bersifat istidrad dan menyangka bahwa itulah pendapat syaikhul islam dalam permasaalahan tersebut, tanpa memperhatikan penggalan pertama yang berisi pokok pikiran dan penggalan terakhir yang memuat bantahan.
4. Keunikan lain dari syaikhul islam adalah, beliau selalu mengulas setiap masaalah dengan menggunakan bahasa yang lazim dipakai oleh para ahli di setiap bidang ilmu. Bila sedang membicaraan masaalah fiqih, beliau menggunakan bahasa atau istilah-istilah yang lazim digunakan oleh ahli fiqih. Bila sedang membahas masaalah ushul fiqh beliau menggunakan bahasa yang lazim digunakan ulama usul. Begitu juga dalam masaalah sufistik, mantiq, filsafat dll, beliau berbicara menurut bahasa yang lazim digunakan para ahli dibidang ilmu tersebut. Jadi bagi siapa saja yang ingin membaca karya syaikhul islam sebaiknya memiliki wawasan yang luas diberbagai bidang keilmuan. Dosen saya pernah mengatakan:
“Karya Syaikhul Islam bukan bacaan pemula”

 5. Sebelum membaca karya beliau dibidang fiqh sebaiknya pembaca memahami dengan baik Ushul dan Furu’ Madzhab Hanbaly, sebab dalam kajiannya syaikhul islam menggunakan pendekatan madzhab hanbaly untuk memberi gambaran umum sebuah permasaalahan.
Bersambung Insyaallah...

Catan di bidang haditsiyyah:

1. Al Jam'u baina Sohihain karya imam Al Humaidy merupakan kitab hadits pertama yang dihafal Syaikhul islam Ibnu Taimiyah. Jadi bila Syaikhul Islam mengatakan hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhory atau Imam Muslim, namun anda tidak menemukan lafadz yang sama di dalam sohihain sebagaimana yang disebutkan syaikh, itu berarti Syaikhul islam menukil hadits tersebut dari Al Jam'u baina Shohihain, karena Imam Al-Humaidy terkadang merubah sebagian lafadz dengan makna yang sama.
(Al-Allamah Hammad Al-Anshari Al Khazraji -rahimahullah- dalam Al Majmu')

2. Saat mentahqiq karya Syaikhul Islam sebagian muhaqqiq masa kini tak segan-segan melabeli syaikhul islam dengan "Wahm" atau keliru bilamana mereka menemukan ada hadits yang di nukil syaikhul islam namun mereka tidak memukannya pada buku hadist yang disebutkan olehnya. Kita ambil contoh, terkadang syaikhul Islam menyebut bahwa hadits ini diriwayatkan Abu Daud. Lalu pentahqiq mengatakan "Syaikhul Islam keliru, hadits ini sudah kami cek langsung dalam sunan Abu Daud, namun kami tidak menemukannya". Padahal dia tidak tau bahwa nuskhah Sunan Abu Daud yang dimiliki Ibnu Taimiyah adalah riwayat Ibnu Daasah yang tak sampai ke tangan sang muhaqqiq, karena nuskhah Abu Daud yang sampai ke tangan kita hari ini merupakan riwayat Al Lu'lu'iy.
Selama kurang lebih 40 tahun Imam Abu Daud membacakan kitabnya kepada murid-muridnya, diselala itu beliau juga melakukan koreksi terhadap As-Sunan. Dan riwayat Al-Lu'lu'iy merupakan nuskhoh yang paling terakhir dikoreksi Imam Abu Daud. Sehingganya sebagian hadits yang diriwayatkan Ibnu Daasah dari Abu Daud tidak tercantum dalam riwayat lu'lu'iy. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan Syaikh Bakar Abu Zaid dalam Al Madkhal

Muda-mudahan poin-poin diatas dapat membantu penuntut ilmu yang akan menyelami lautan karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -rahimahullah-

_________
Madinah 12 Muharram 1436 H
ACT El Gharantaly

Belajar Dari Al-Buwaithy

Namanya Abu Ya'qub Yusuf bin Yahya Al Buwaithi. Lahir di mesir dan wafat di penjara Baghdad pada tahun 231 H. Beliau merupakan murid kesayangan Imam Syafi'i. 

Imam Syafi'i pernah berkata tentang Al Buwaithi, "Tidak ada seorangpun diantara muridku yang lebih berilmu dari Al Buwaithi". Syafi'i bahkan mempercayakan fatwa kepada Al Buwaithi. Dia selalu mempersilahkan Al Buwaithi menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan di dalam majelis beliau. (Lihat At Thabaqaat: 2/164)

Di dalam Al-Intiqoo Ibnu Abdil Baar meriwayatkan dari Muhammad bin Fazaarah Ar-Raazi bahwa dia berkata: "Aku pernah mengatakan kepada Ahmad bin Hanbal, sesungguhnya aku telah banyak menulis hadits, maka sudah seharusnya aku menulis pandangan-pandangan ulama. Imam Ahmad menjawab, "Jangan lakukan itu. Aku lalu menimpali, "Aku harus menulis pandangan Al Auza'i, As Tsaury atau Malik. Imam Ahmad menjawab, "Bila memang harus maka tulislah pendapat As syafi'i. Temuilah Al Buwaithi, dengarkan darinya, bila engkau tidak mendapatinya maka temuilah Abul Walid bin Abil Jaruud di Makkah.
Meski telah mencapai derajad mujtahid muthlak, Al Buwaithi tetap menjadikan ushul Imam Syafi'i sebagai acuan dalam melakukan istinbath.

Seperti ulama pada umumnya, Al-Buwaithy juga mengalami masa-masa sulit dalam hidupnya, jalanan yang menyambungkan antara mesir dan baghdad menjadi saksi keteguhannya.

Tepat pada tahun 218 H terjadi fitnah besar sebagai akibat doktrin mu'tazilah yang menyatakan bahwa Al Qur'an adalah Makhluk. Para ulama dan hakim dimasa itu dipaksa mengakui doktrin tersebut. Siapa yang menolak akan dicopot dari jabatannya dan wajib menerima hukuman. Mayoritas ulama Ahlussunnah memilih teguh diatas pendirian mereka, sehingganya tak sedikit yang mati tersiksa dalam penjara. Salah satu diantaranya adalah Al-Buwaithi.

Kisah itu bermula saat orang-orang yang sebelumnya telah menaruh kebencian kepadanya mengirimkan surat kepada Ibnu Abi Du'ad al Mu'tazily mentri Al Watsiq Billah yang isinya berupa pengaduan bahwa Al-Buwaithi tidak mau mengakui kalau Al Qur'an adalah Makhluk Allah. Al Watsiq kemudian mengirimkan surat perintah kepada gubernur Mesir agar memaksanya mengucapkan kata-kata kufur tersebut.

Tetepi dengan tegas Al-Buwaithi menolak. Sang gubernur yang kwatir akan keselamatan Al-Buwaithi menawarkan opsi, "Katakan antara aku dan engkau saja, perlihatkan dihadapanku sesuatu yang mengesankan bahwa Al Qur'an adalah makhluk Allah, adapun didepan khalayak engkau bebas mengatakan apa saja semaumu.
Namun sekali lagi Al-Buwaithi menolak, dengan tegas ia mengatakan:

"Di belakangku ada ratusan ribu orang yang tidak mengerti arti dari semua ini. Aku tidak mau mereka tersesat karena aku. Tidak demi Allah.. Adzab dunia jauh lebih ringan ketimbang adzab diakhirat. Dan ridho Allah merupakan sesuatu yang harus dicari.
Tidak demi Allah... Aku tidak ingin menjadi sumber fitnah bagi orang awam..
Al Qur'an adalah Kalamullah (firman Allah..)
Al Qur'an adalah Kalamullah (firman Allah...)

Akhirnya Al-Buwaithi dipaksa pergi meninggalkan mesir menuju Baghdad. Ar-Robi' bin Sulaiman Al-Muradi mengatakan, "Al-Buwaithi terus menerus menggerakkan kedua bibirnya untuk mengingat Allah. Aku tidak pernah melihat orang yang kuat dalam berhujjah dengan kitabullah seperti Al-Buwaithi. Aku melihatnya diatas keledai digantungi besi seberat 40 ritel. Lehernya dikalungi rantai besi, kakinya diikat. Antara kalung besi di leher dan rantai besi di kaki dihubungkan dengan rantai besi yang berat. Dalam kondisi itu dia berkata, "Allah telah mencipkan makhluknya dengan kata "Kun". Apabila (firman Allah ''kun") itu adalah makhluk, itu berarti mahkluk diciptakan dengan makhluk". Bila aku masuk menemuinya (Al-Watsiq) aku pasti akan mengatakan kebenaran padanya. Aku lebih memilih mati dalam kondisi terikat dengan rantai-rantai besi ini, agar suatu hari nanti, orang-orang itu mengerti bahwa telah mati dalam mempertahankan keyakinan ini seseorang yang terbelenggu dalam ikatan-ikatan besi"

Al-Buwaithi mengatakan: "Siapa yang mengatakan bahwa Al Qur'an adalah makhluk, maka dia telah kafir".

Memang doktrin Mu'tazilah yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk merupakan doktrin yang sangat jelas menyimpang dari aqidah Ahlussunnah wal jamaah. Ahlussunnah meyakini bahwa Al Qur'an adalah kalam Allah, darinya bermula dan kepada-Nya berakhir. Hal ini sebagaimana yang Allah kabarkan sendiri dalam Al Qur'an.

Alkalam merupakan salah satu diantara sifat-sifat Allah. Bila kita mengatakan bahwa Al Qur'an adalah makhluk, maka berarti dia akan sirna, sebab makhluk memiliki sifat fana atau tidak kekal. Sementara sifat Allah Abadi sebagaimana Dzat-Nya yang abadi untuk selama-lamanya.

Kisah Imam Al Buwaithi diatas mengandung pelajaran penting tentang arti keteguhan dalam mempertahankan prinsip.
Imam Al Buwaithi seolah mengajari kita bahwa seorang da'i atau ulama tidak boleh dibeli apalagi mau diajak untuk kompromi dalam kebatilan.
Dia mengajari kita untuk tetap teguh diatas kebenaran sekalipun dihadapkan pada kenyataan pahit.
Ungkapan "dibelakangku ada ratusan ribu orang" memberi pesan bahwa seorang da'i harus sadar kalau dibelakangnya ada ummat yang selalu menunggu keputusannya, arahannya juga sikapnya dalam setiap permasaalahan.
Kisah ini juga mengingatkan kita akan keteguhan Imam Ahmad.
Keduanya baik Imam Ahmad maupun Imam Al Buwaithi memahami betapa mereka harus berjuang melawan rasa sakit, dan mungkin saja kematian dalam kondisi seperti itu. Mereka memilih drama jiwa itu, mereka memutuskan bertahan di tengah ratusan ribu orang yang hidup dalam ketidakmengertian. Dengan keteguhan mereka berusaha menggambarkan betapa serius permasalahan tersebut.
Di jalan dakwah ini.. banyak yang mundur ketika pertaruhannya adalah hidup atau mati. Tapi orang-orang besar memilih untuk terus berkarya, memberi dan berbagi untuk orang banyak baik dengan ilmu, arahan, atau bahkan dengan kematian itu sendiri. Semua demi balasan yang lebih terhormat di akhirat kelak.
Itulah arti keteguhan yang dapat kita terjemahkan dari rantai besi yang membelenggu Al-Buwaity.
"Aku lebih memilih mati dalam kondisi terikat dengan rantai-rantai besi ini, agar suatu hari nanti, orang-orang itu mengerti bahwa telah mati dalam mempertahankan keyakinan ini seseorang yang terbelenggu dalam ikatan-ikatan besi"
-Rahimahumullah-

Diantara karya Imam al-Buwaity:
 
Judul buku: Mukhtashar Al Buwaithi (1 jilid)
Penulis: Abu Ya'Qub Yusuf bin Yahya Al-Buwaithi Al-Mishri
Penerbit: Darr Al Minhaj
Keterangan: Untuk pertama kalinya buku ini dicetak dengan mengacu pada tiga manuskrip langka. Pentahkikan buku ini dimulai sejak tahun 1980 oleh Prof. Dr. Ali Muhyiddin Al Qardhaghi dan baru bisa diterbitkan tahun ini.

Buku ini merupakan ringkasan Kitab Al Umm karya imam Syafi'i. Akan tetapi Imam Al Buwaithi tidak hanya sekedar meringkas, beliau menambahkan beberapa hasil ijtihadnya terhadap sejumlah masaalah yang terkadang menyelisihi ijtihad Imam Syafi'i.
Buku ini menjadi salah satu rujukan utama qpara imam baik dari kalangan Syafi'iyah seperti Al Juwainy, As Syairazy, Al Ghazaly, Al Mawardy, Ar Rofi'i, An Nawawi dan ulama lainnya dari madzhab yang berbeda.

Wallahu a'lam
__________________
Madinah di awal musim dingin
14 Shafar 1436 H
ACT El Gharantaly

TAFAKUR CINTA

(untuk kita renungkan)
Imam Ahmad pernah menceritakan perihal
istrinya, beliau mengatakan:

ﺃﻗﻤﺖ ﻣﻊ ﺃﻡ ﺻﺎﻟﺢ ﺛﻼﺛﻴﻦ ﺳﻨﺔ، ﻓﻤﺎ ﺍﺧﺘﻠﻔﺖ ﺃﻧﺎ ﻭﻫﻲ ﻓﻲ ﻛﻠﻤﺔ، ﺛﻢ ﻣﺎﺗﺖ ﺭﺣﻤﻬﺎ ﺍﻟﻠﻪ

''Aku hidup bersama Ummu Shaleh selama 30 tahun. Aku dan dia tak pernah berselisih meski dalam satu kata sekalipun. Kemudian dia meninggal dunia, semoga Allah merahmatinya'' 

Semoga Allah rahmati keduanya.
Fragmen diatas setidaknya mengajak kita untuk bercermin kembali, entah posisi kita sebagai seorang suami maupun sebagai seorang Istri.

Ummu sholeh adalah sosok yang sangat langka dizaman ini. Sebagaimana langkanya Sosok Imam Ahmad. Hari ini, kisah ketaatan ummu sholeh itu bagai sesuatu yang semu, ia seperti sosok khayalan dalam kisah-kisah romansia.

Hari ini..
Sebagian istri lupa atau bersikap masa bodoh dengan kewajiban mereka sebagai ma'mum dalam keluarga. Adakalanya -tanpa merasa berdosa- seorang istri berani membentak suaminya. Seakan lupa bahwa suami adalah jalan baginya menuju surga. Kondisi ini terkadang membuat sebagian suami memilih menyepi agar bisa menumpahkan tangis kecewa karena ulah sang istri yang sulit diatur.

Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ﺃَﻳُّﻤَﺎ ﺍﻣْﺮَﺃَﺓٍ ﻣَﺎﺗَﺖْ ﻭَﺯَﻭْﺟُﻬَﺎ ﺭَﺍﺽٍ ﻋَﻨْﻬَﺎ ﺩَﺧَﻠَﺖِ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ

“Wanita (istri) mana saja yang meninggal dalam keadaan suaminya ridha kepadanya niscaya ia akan masuk surga.” (HR. At-Tirmidzi)

Islam telah menetapkan bahwa ketaatan terhadap suami merupakan kewajiban yang harus didahulukan seorang istri diatas ketaatan terhadap kedua orangtuanya.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

ﻟَﻮْ ﻛُﻨْﺖُ ﺁﻣِﺮًﺍ ﻟِﺄَﺣَﺪٍ ﺃَﻥْ ﻳَﺴْﺠُﺪَ ﻟِﺄَﺣَﺪٍ ﻟَﺄَﻣَﺮْﺕُ ﺍﻟْﻤَﺮْﺃَﺓَ ﺃَﻥْ ﺗَﺴْﺠُﺪَ ﻟِﺰَﻭْﺟِﻬَﺎ

“Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain niscaya aku akan memerintahkan istri untuk sujud kepada suaminya.”
(HR. At-Tirmidzi)

Namun ingat..! Ketaatan ini hanya berlaku pada hal-hal yang ma'ruf (baik-baik) saja. Seorang Istri tidak wajib taat pada suami bila ia menyuruhnya melakukan kemaksiatan pada Allah. Karena Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

ﺇِﻧَّﻪُ ﻻَ ﻃَﺎﻋَﺔَ ﻟِﻤَﺨْﻠُﻮْﻕٍ ﻓِﻲ ﻣَﻌْﺼِﻴَﺔِ ﺍﻟْﺨَﺎﻟِﻖِ

“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Khaliq.” (HR.Ahmad)
Fragmen diatas juga mengajak kita -para suami- untuk bercermin kembali. Jangan sampai kita berangan-angan mendapatkan sosok istri yang perilakunya seperti Ummu sholeh namun kita lupa siapa Imam Ahmad.
Kita menginginkan wanita seperti Aisyah, namun lupa bahwa disana ada pribadi Agung yang menjahit baju dan kasutnya sendiri. Siapa lagi kalau bukan Rasulullah.

Ingat pesan Rasulullah:

ﺍِﺭْﻓَﻖْ ﺑِﺎﻟْﻘَﻮﺍﺭِﻳْﺮِ

“Berlemah-lembutlah terhadap gelas- gelas kaca (maksudnya para wanita)” 
(HR. Sahih Bukhari Muslim)

Sekian.
 
Cermin diri:
 
Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata:

ﻗِﻴْﻞَ: ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ، ﺃَﻱُّ ﺍﻟﻨِّﺴﺎَﺀِ ﺧَﻴْﺮٌ؟ ﻗَﺎﻝَ: ﺍﻟَّﺘِﻲ ﺗَﺴُﺮُّﻩُ ﺇِﺫَﺍ ﻧَﻈَﺮَ، ﻭَﺗُﻄِﻴْﻌُﻪُ ﺇِﺫَﺍ ﺃَﻣَﺮَ، ﻭَﻻَ ﺗُﺨَﺎﻟِﻔُﻪُ ﻓِﻲ ﻧَﻔْﺴِﻬَﺎ ﻭَﻟَﺎﻓِﻲ ﻣَﺎﻟِﻪِ ﺑِﻤَﺎ ﻳَﻜْﺮَﻩُ

"Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wanita (istri) seperti apakah yang paling baik?” Beliau menjawab,“Yang menyenangkan suaminya bila suaminya memandangnya, yang menaati suaminya bila suaminya memerintahnya, ia tidak menyelisihi suaminya dalam perkara yang menyangkut dirinya dan tidak pula terhadap harta suaminya pada apa yang dibencinya.”
(HR. Ahmad)

Wahai para suami.... pelan pelanlah..
Istrimu adalah teman hidupmu..
Dia bukan pembantumu..

Wallahu a'lam

__________
ACT El Gharantaly
Madinah, 19-04-1435 H

Surat Balasan Dari Penjara Damaskus

(Dalam Dekapan Takdir)

Bila kita mengetahui besarnya pahala dari setiap musibah, maka kita tidak akan pernah memohon agar musibah itu pergi dari kehidupan kita. Mungkin itulah yang membuat orang-orang besar itu teguh dalam menghadapi ujian.
Tiga bulan menjelang ajal semua peralatan tulis-menulis dibersihkan dari ruang tahanan Ibnu Taimiyah. Tak ada yang tersisa meski secarik kertas sekalipun. Walaupun demikian beliau tetap dibolehkan menerima surat yang datang dari murid-muridnya. Untuk membalas surat-surat tersebut, ia mencuci kertas surat yang masuk, menunggunya hingga kering lalu menulis surat balasan dengan arang diatas kertas yang sama.
Dalam kondisi sulit, terdzolimi, ditambah sepi dalam kegelapan Qal'ah Damaskus tak tampak keluh kesah dari raut wajah beliau. Baginya di dalam dan diluar sel tahanan sama saja.
Dalam salah satu surat balasan yang ditulisnya kurang lebih 45 hari sebelum wafat Ibnu Taimiyah berkata:

"Adapun kami Alhamdulillah berada dalam nikmat dan karunia yang setiap hari terus bertambah.
Allah selalu memperbaharui nikmat-Nya, dari satu nikmat ke nikmat yang lain.
Keluarnya buku-buku (dari ruang tahanan) merupakan nikmat yang paling besar.
Sejak lama aku berharap agar buku-buku tersebut dikeluarkan, agar kalian bisa membacanya.
Akan tetapi mereka enggan mengeluarkan Al-Ikhna'iyyah -bantahan terhadap Ikhna'i As Shufi-.
Adapun kertas-kertas yang di dalamnya ada balasan dari kalian sudah dicuci.,
Keadaanku baik-baik saja.
Kedua mataku juga dalam keadaan baik, lebih baik dari sebelumnya.
Kami berada dalam nikmat yang sangat berlimpah dan tak terhitung banyaknya.
Alhamdulillah... bagi-Nya segala puji, pujian yang banyak, baik dan penuh berkah.

Segala yang ditetapkan Allah di dalamnya terdapat kebaikan dan hikmah. 

إِنَّ رَبِّي لَطِيفٌ لِمَا يَشَاءُ إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

Sesungguhnya Rabb-ku Maha Lembut, terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana." – (QS.12:100)
Seseorang tidak ditimpa keburukan melaikan karena dosanya.

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). ( QS. As-Syura : 30 )
Seorang hamba wajib bersyukur kepada Allah, memuji-Nya setiap saat, dan dalam kondisi apapun, juga hendaknya ia selalu beristigfar atas dosa-dosanya.
Syukur dapat membuat karunia bertambah
Istigfar dapat menolak murka-Nya
Dan tidaklah Allah menkdirkan sesuatu untuk seorang mukmin melaikan pasti baik baginya.
Bila ia diberi karunia, lalu bersyukur itu baik baginya, bila ditimpa musibah, lalu ia bersabar itu juga baik baginya"


-Sekian-

 (Al Uquud : 382-383)

Imam Ibnul Abdil Hadi mengatakan, "Saat buku-bukunya dikeluarkan dari ruang tahanan, beliau menyibukkan diri dengan Ibadah, membaca Al Qur'an, Dzikir dan Tahajud sampai beliau wafat. Di dalam perjara qal'ah beliau mengkhatamkan Al Qur'an sebanyak 80-81 kali. Pada khataman yang ke 81 beliau hanya bisa membaca sampai pada firman Allah:

إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَنَهَرٍ. فِي مَقْعَدِ صِدْقٍ عِنْدَ مَلِيكٍ مُقْتَدِرٍ

Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu di dalam taman-taman dan sungai-sungai, di tempat yang disenangi di sisi Tuhan Yang Berkuasa. (QS: Al-Qamar: 54-55)
(Al Uquud: 384)

Rahimullah...

Catatan:
Begitulah kehidupan orang-orang yang telah merasakan manisnya surga dunia sebelum surga akhirat. Syaikhul Islam mengatakan: "Di dunia ini ada surga, barangsiapa ketika di dunia tidk bisa memasukinya, maka dia tidak akan memasuki surga akhirat". Surga dunia itu adalah berdzikir kpd Allah,taat kpd-Nya, cinta kpd-Nya, selalu berusaha dekat dgn-Nya dan merindukan-Nya. Penghuni surga dunia adalah mereka yang hatinya terpaut kepada Allah. Engkau boleh memenjarakan raga mereka, tapi tidak dengan hati mereka. Karena mereka menjalani hidup dengan hati bukan dengan raga semata.

Beliau juga pernah berkata, “Apa yang hendak dilakukan musuh-musuhku terhadapku?
Sesungguhnya surga dan tamanku ada di hatiku, kemana aku pergi ia selalu bersamaku, jika mereka memenjarakanku maka penjara adalah tempat menyepi bagiku, jika mereka membunuhku maka kematianku adalah syahid, jika mereka mengusirku maka kepergianku adalah rekreasi.”
(Al Wabilush Shayyib hal 48)

IBNU TAIMIYAH DI MATA MUSUHNYA

Kata orang bijak "Pengakuan musuh adalah penghargaan terbesar dan kejujuran paling tinggi"
Ibnu Az Zamalkani adalah orang yang sangat kuat permusuhannya terhadap Ibnu Taimiyah, meskipun demikian kebencian itu tidak menghalanginya untuk berkata jujur tentang orang yang paling dibencinya. Dia mengatakan,
"Apabila Ibnu Taimiyah ditanya tentang permasalahan pada satu bidang ilmu, maka orang yang melihat dan mendengarkan jawabannya akan menyangka kalau Ibnu Taimiyah tidak menguasai kecuali bidang itu saja, dan yang menyaksikan akan berkesimpulan bahwa tidak ada yang menguasai dengan baik bidang tersebut kecuali dia.
Apabila para ahli fiqih dari berbagai madzhab duduk bersamanya, semuanya mendapatkan faidah darinya menurut madzhab mereka masing-masing, dimana faida-faidah tersebut belum mereka ketahui sebelumnya. Tidak pernah dia mendebat seseorang dan kalah dalam perdebatan itu. Tidaklah ia berbicara dalam ilmu syar'i atau ilmu lainnya melainkan pasti ia mengungguli siapa saja dibidang ilmu tersebut"
Ibnu Makhluf Al Qadhi mengatakan, ''Aku tidak pernah melihat orang seperti Ibnu Taimiyah. Kami menyakitinya dan berbuat makar untuknya. Namun ketika dia mampu membalas perbuatan kami, dia justru memaafkan kami dan berhujjah demi membela kami ".
(Muqaddimah Fatawa Al Kubro: 46)

elesai
________________
Madinah 16 shafar 1436 H
ACT El Gharantaly

TAQWA YANG MEMBUAT KITA BERBEDA

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُم
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu(QS Al-Hujuroot : 13).

Dahulu di Khurasan hiduplah seorang alim yang berasal dari kalangan mawaali (budak yang dimerdekakan). Suatu hari hujan lebat mengguyur seantero kota, murid-murid yang ikut bersama sang alim tadi berebutan untuk memayunginya. Di tengah jalan mereka bertemu seorang asyraf (keturunan nabi) dalam keadaan mabuk keras. Saking mabuknya orang ini sering jatuh dan hampir tidak bisa berjalan, bajunya berlumuran becek.

Melihat orang-orang mengerumuni sang alim maka dengan angkuhnya sang Asyraf berkata:
Wahai budak..!! Mengapa orang-orang berkumpul disekelilingmu serta mengagungkanmu sementara tak seorangpun peduli terhadapku.? padahal aku seorang Asyraf..!
Sang Alim menjawab: " Itu karena aku mengikuti cara hidup kakekmu (Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam) sementara engkau mengikuti cara hidup kakekku (orang majusi).

Syaikh Hamid memberi komentar: "Begitulah... orang dimuliakan kerena ketakwaannya bukan karena nasabnya. Allah menjadikan kita berbeda suku untuk saling kenal mengenal, bukan untuk saling berbangga. Tidak ada perbedaan antara orang arab dan orang ajam kecuali dengan taqwa.
Bila menjadi keturunan seorang nabi mendatangkan manfaat tanpa amal sholeh, maka Kan'an yang merupakan putra nabi Nuh akan diselamatkan karena nasabnya. Namun kenyataannya tidak.
Ingatlah.. Apabila sangkakala ditiup terputuslah nasab diantara kalian. Allah berfirman:

فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ فَلا أَنْسَابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلا يَتَسَاءَلُونَ

"Apabila sangkakala ditiup, maka tidaklah ada lagi pertalian nasab (hubungan) di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya." (QS.23:101)
Cukuplah Allah telah menjadikan islam sebagai tali persaudaraan diantara kita. Tidak ada yang bisa memutuskan tali persaudaraan itu. Adapun ikatan nasab akan putus. Contohnya, "Bila seorang anak murtad, maka terputuslah nasab antara dia dan ayahnya, begitu juga sebaliknya.
Umar pernah mengatakan:

إنا قوم أعزنا الله بالإسلام ، فلن نبتغي العزة بغيره

Sesungguhnya kami adalah kaum yang dimuliakan oleh Allah dengan Islam. Karena itu kami tidak akan mencari kemuliaan selain dengan Islam.”
(Faidah dari Majelis Sama' Siroh Ibnu Hisyam bersama Syaikh Hamid Akram Al Bukhory)

Catatan: 

Ibnu Syihab mengatakan, "Suatu ketika Umar bin Khattab pergi mengunjungi Syam. Di antara kami ada Ubaidillah bin Jarrah. Mereka melewati sungai yang dangkal, sementara Umar menunggangi Onta. Menghadapi keadaan itu, Umar segera turun dan melepaskan sepatunya lalu mengalungkan kedua sepatunya tadi diatas bahunya, kemudian ia mengambil kendali ontanya dan dipegangnya sambil menyebrangi sungai. Lalu Abu Ubaidah bertanya keheranan: “Wahai Amirul Mukminin, mengapa anda berbuat seperti itu? Melepaskan sepatu dan meletakkannya di atas bahumu, mengambil kendali onta serta memeganinya sambil menyeberangi sungai? Sungguh akan membahagiakan diriku kalau penduduk negeri memuliakanmu!”
Lalu Umar menjawab: “Awwih... Seandainya yang berkata itu bukan dirimu wahai Abu Ubaidah, niscaya aku akan menjadikanmu pelajaran atas ummat Muhammad.
Ketahuilah, dahulu kita adalah kaum yang paling hina, lalu Allah memuliakan kita dengan agama Islam. Karena itu jika kita mencari kemuliaan dengan selain Islam, maka Allah akan menghinakan kita.”
(Diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Al Mustadrak)

Untukmu yang selalu berbangga dengan nasab, sejenak renungkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berikut ini:

وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ

"Barang siapa yang amalannya lambat maka nasabnya tidak akan bisa mempercepatnya" (HR Muslim)

Imam Nawawi menjelaskan:

"Makna hadits ini adalah barang siapa yang amalnya kurang maka nasabnya tidak akan membuatnya sampai pada kedudukan yang setara dengan orang-orang yang beramal, Maka sudah sepatutnya dia tidak bersandar kepada kemuliaan nasab dan keutamaan leluhurnya kemudian lalai dalam beramal" (Al-Minhaaj Syarh Shahih Muslim)

Ibnu Rojab Al-Hanbali mengatakan: "Karena Allah memberi ganjaran/balasan berdasarkan amalan dan bukan atas dasar nasab sebagaimana firman Allah:

فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ فَلا أَنْسَابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلا يَتَسَاءَلُونَ

"Apabila sangkakala ditiup, maka tidaklah ada lagi pertalian nasab (hubungan) di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya." (QS.23:101)
Sekian
Semoga bermanfaat..
___________
Jeddah 20 shafar 1436 H
ACT El Gharantaly

MELIHAT KEBAWAH (memaknai sifat qanaah)

Sahabat.. Sering terbersit di benak kita sebuah tanya. Mengapa setiap kali melihat orang yang diberi kelebihan oleh Allah dari sisi materi dada kita menjadi sesak, jiwa kita lelah, ada hasrat untuk memiliki apa yang mereka miliki. Tak jarang hasrat itu membuat nikmat yang ada dalam genggaman seolah tak ada artinya..?
Jawabannya, karena kita lalai dalam mengamalkan wasiat Rasulullah shallahu alaihi wasallam. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan At Tirmidzi dari Sahabat Abu Hurairah –radhiallahu anhu-, Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda:

انْظُرُوا إلى مَنْ هو أسْفَلَ مِنْكُم، ولا تَنْظُروا إلى مَنْ هو فَوْقَكُم، فهو أجْدَرُ أنْ لا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ الله عليكم

“Lihatlah kepada orang yang dibawah kalian dan jangan melihat orang yang lebih di atas kalian. Yang demikian itu (melihat ke bawah) akan membuat kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang diberikan-Nya kepada kalian.” (HR. Muslim).

Dalam riwayat lain Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Apabila salah seorang dari kalian melihat orang yang diberi kelebihan dalam hal harta atau rupa/fisik, maka hendaklah ia melihat orang yang lebih dibawah dari dirinya.”

Kedua hadits di atas mengandung pelajaran penting untuk setiap muslim, agar mereka selalu melihat ke bawah dalam perkara dunia. Karena melihat keatas hanya akan membuat diri berkeluh kesah, dada menjadi sesak, pikiran menjadi kalut, hati menjadi lelah memikirkan dunia yang seolah berpihak pada orang lain. Dan pada akhirnya diri inipun lalai mensyukuri karunia Allah yang ada.
Namun bila kita melihat kebawah, kita akan tau bahwa ada orang lain yang hidupnya jauh lebih sulit dari kita, sehingga hati terpanggil untuk mensyukuri berbagai karunia itu.

Dalam uraiannya terhadap hadits diatas, Imam Al Mubarakfury –rahimahullah- menjelaskan:" Apabila seseorang memandang pada orang yang diberi kelebihan dari sisi materi, maka dia akan menganggap remeh nikmat yg ada pada dirinya. Dan hal itu akan menjadi penyebab kemurkaan Tuhannya. Namun bila ia melihat ke bawah, dia akan bersyukur, bersikap tawadhu, dan memuji Rabb-nya atas segala limpahan karunia-Nya" (Tuhfatul Ahwadzi 7:182)

Ada satu ungkapan menarik dari seorang salaf, Aun Ibnu Abdillah Ibnu Utbah –rahimahullah-. Beliau mengatakan, "Aku banyak bergaul dengan orang-orang kaya, maka aku tidak mendapati orang yang paling banyak obsesinya melebihi diriku. Aku selalu melihat tunggangan mereka jauh lebih baik dari tungganganku, pakaian mereka jauh yang lebih baik dari pakaianku. Namun setelah mendengar hadits ini aku memilih bergaul dengan orang-orang faqir. Maka akupun merasakan ketenangan dan rehat karena letih mengejar obsesi".

Sahabat… Sudah selayaknya bagi seorang mukmin untuk tidak menolehkan pandangannya kepada ahli dunia, karena hal itu hanya akan menumbuhkan kekaguman yang selalu berakhir dengan jiwa yang lelah..
 
Allah azza wa jalla berfirman:

وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَىٰ مَا مَتَّعْنَا بِهِۦٓ أَزْوَٰجًا مِّنْهُمْ زَهْرَةَ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ ۚ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ

Artinya:

Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan di dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Rabbmu adalah lebih baik dan lebih kekal. (QS. 20:131)

Berhentilah menatap dan mengharap kemegahan dunia yang ada pada orang lain, syukuri apa yang ada. Agar kita menjadi hamba yang qanaah. Ingat! Ini bukan soal banyak atau sedikit, tapi murni soal keberkahan.

Itu dalam perkara dunia, adapun dalam perkara agama/akhirat yang berlaku adalah sebaliknya. Seorang muslim diperintahkan untuk selalu melihat ke atas, kepada orang yang lebih baik darinya dalam dalam hal ketaqwaan, amal sholeh dan ketaatan lainnya. Agar semangatnya terpacu untuk terus mempersembahkan amal terbaik disisa waktu yang ada.
__________________
Madinah 19-06-1435 H
ACT El Gharantaly

Mengenaskan.. Beginilah Akhir Kisah Sang Pencela Abu Hurairah -radhiallahu anhu-

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersanda:

لاَ تَسُبُّوْا أَصْحَابِيْ وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ أَنْفَقَ أَحَدُكُمْ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيْفَهُ

“Janganlah kalian mencaci sahabat-sahabatku, seandainya salah seorang dari kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, maka (infaknya tersebut) tidak menandingi satu mud atau setengah mud (infak) salah seorang dari mereka.”
(Muttafaq alaihi)

Di awal majelis Shohih Bukhori beberapa waktu yang lalu Syaikh Dhiya'urrahman Al A’dzami mengisahkan kepada kami, bahwa sewaktu menghadiri pertemuan yang diadakan Rabithah dulu, beliau bertemu dengan Syaikh Abdul Hakim Hamadah yang merupakan seorang kabid di Rabitah Al Alam Al Islamy. 

Saat itu Syaikh Al A’Dzamy baru saja menyelesaikan risalah yang berjudul Abu Hurairah Min Khilal Marwiyyatih, sebuah risalah yang secara khusus berisi pembelaan terhadap Sahabat Abu Hurairah –radhiallahu anhu-. Syaikh Abdul Hakim Hamada pun menemuinya dan menceritakan akhir kisah pencela Abu Hurairah yang bernama Mahmud Abu Rayyah.

Syaikh Abdul Hakim mengatakan, “Aku akan mengisahkan padamu bagaimana akhir hayat seorang yang bernama Abu Rayyah, dan aku meminta kepadamu agar menceritakan kisah ini kepada orang-orang yang mengambil riwayat darimu.

Syaikh Abdul Hakim melanjutkan, "Menjelang matinya aku menyempatkan diri untuk menemuinya, begitu tiba dikediamannya aku meminta izin pada anaknya untuk menjenguk Ayahnya. Namun sang anak tak mengizinkan aku masuk. Setelah memohon berkali-kali diapun mengizinkanku masuk ke kamar tempat dimana Abu Rayyah dirawat. Begitu masuk aku melihat Ia terbaring dengan wajah hitam dan gosong, matanya melotot dan menatap tajam ke arah dinding sambil berteriak, Ahh…. 
Ahh… Aba Hurairah… Aba Hurairah.

Seoalah-olah Abu Hurairah sedang berdiri di hadapannya, seperti sedang menuntut balas atas kedzoliman yang dilakukannya selama ini.

Aku tidak bisa bertahan lebih dari dua menit di ruangan itu, akupun bergegas keluar karena pemandangan mengerikan itu.”

Syaikh Al A’Dzami mengatakan: “Begitulah akhir kisahnya di dunia.. Bagaimana di akhirat kelak. Ambillah kisah ini dariku dengan sanad yang tinggi dan muttashil"
Kami yang hadirpun tersenyum.

SIAPA SEBENARNYA MAHMUD ABU RAYYAH ITU..?

Abu Rayyah adalah seorang pemikir dan sastrawan mesir. Pada mulanya dia termasuk orang yang gigih membela Islam dan Sunnah Nabi. Sejumlah artikelnya pernah dimuat dibeberapa media mesir. secara umum ulasan dalam artikel-artikel tersebut menunjukkan perhatian yang besar kepada umat Islam dan pembelaannya terhadap Sunnah. Dia bahkan termasuk salah seorang yang turut mengkritik Taufiq Al-Hakim saat mengkampanyekan penyatuan agama (wihdatul adyan).
Dalam melakukan penelitain ia menolak untuk tunduk pada teori-teori para ulama dan sarjana yang jauh lebih senior darinya. Ia berupaya memunculkan teori dan metode baru yang dianggapnya sebagai upaya konstruktif terhadap keilmuan islam. Sikap inilah yang membawanya pada penyimpangan.

Penyimpangannya mulai tampak dalam salah satu artikel yang dimuat oleh majalah Al-Fath tahun 1942 M. Dalam tulisannya tersebut ia menampakkan diri sebagai pembela Al-Qur`an padahal disaat yang sama dia merendahkan dan melecehkan Sunnah. Akhirnya ia menuai hujan kritik dari para ulama yang hidup dimasa itu semisal Syaikh Abdurrazzaq Hamzah dan Syaikh Abdurrahman Al Muallimy Al Yamany.
Dalam berbagai tulisannya Mahmud Abu Rayyah selalu berupaya mendiskripsikan para sahabat nabi yang mulia terutama Abu Hurairah -radhiallahu anhu- dengan sifat-sifat negatif. Dia menuduh para sahabat dengan tuduhan yang keji. Al A'Dzami mengatakan, "Belakangan diketahui bahwa terdapat banyak kecurangan ilmiah dalam karya tulisnya. Tuduhan-tuduhannya kepada para sahabat nabi terutama Abu Hurairah dibangun diatas kedustaan dan asumsi yang keliru."
Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab penyimpangan Abu Rayyah. Namun setelah para ahli mempelajari karya tulis dan pemikirannya hanya satu teori yang dikuatkan. Mereka mengatakan, “Dalam studi kritik hadits Abu Rayyah banyak dipengaruhi oleh pemikiran orientalis, salah satu diantaranya adalah Goldziher. Di Mesir sendiri tercatat sejumlah pemikir yang juga terpengaruh oleh pemikiran Goldziher, diantaranya Dr Ali Hasan Abdul Kadir, Toha Hussin, Dr Ahmad Amin dan Rasyad Khalifa.

Berikut ini beberapa referensi yang turut membedah pemikiran Abu Rayyah:

1. Difa’ ‘an Abi Hurairah, Abdul Mun’im Shalih Al-’Ali.
2. As Sunnah, wa Makaanatuha fit Tasyri’ Al-Islami, oleh Dr. Musthafa As-Siba’i,
3. Al-Anwar Al-Kasyifah, Abdurrahman bin Yahya Al-Mu’allimi
4. Abu Hurairah Min Khilali Marwiyatih, Dhiya'urrahman Al A'Dzamy
5. Difa’ ‘anis Sunnah, Muhammad Abu Syahbah, menjawab syubhat para orientalis.
6. Zawabi’ fi Wajhis Sunnah, Shalahuddin Maqbul Ahmad.
7. Al-Burhan fi Tabri`ah Abi Hurairah minal Buhtan, Abdullah bin Abdil Aziz bin Ali An-Nashir
____________
Madinah 24 Shafar 1436 H
ACT El Gharantaly

Menilik Tulisan Tangan Sang Pembaharu

Tak perlu bersedih bila tulisan anda jelek. Tahukah anda bahwa gambar-gambar ini merupakan tulisan tangan pembaharu Islam abad ke 7.? 

Dialah syaikhul Islam Ahmad Ibnu Abdil Halim Al Harrany atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Taimiyah.

Sangat jarang orang yang bisa membaca tulisan tangan beliau di zaman ini. 

Diantara ulama zaman ini yang biberi kemampuan oleh Allah dalam membaca tulisan tangan Ibnu Taimiyah adalah Syaikh Hammad Al Anshari, Syaikh Muhammad Rasyaad Salim dan Syaikh Abdurrahman Al Qosim penyusun Majmu' Fatawa.

Di zaman Ibnu Taimiyah sendiri hanya satu orang yang paling menguasai tulisan Syaikhul Islam dengan baik, dia adalah Muhammad bin Abdullah bin Sibt bin Rusyayyiq Al Maliki. Para ahli mengatakan, "Ibnu Rusyayyiq bahkan lebih menguasai tulisan Ibnu Taimiyah ketimbang Ibnu Taimiyah sendiri". Dia merupakan murid yang banyak berjasa dalam penyebaran karya tulis Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Ibnu Abdil Hadi menuturkan, "Dia menulis apa saja yang diucapkan Ibnu Taimiyah dalam majelis, kemudian membacakan kembali tulisan tersebut kepada Ibnu Taimiyah, untuk dikoreksi."

Mengapa tulisan tangan Ibnu Timiyah sangat sulit dibaca..?
Itu karena beliau sangat cepat dalam menulis. Dikisahkan bahwa saat menulis Ibnu Taimiyah hampir tidak pernah mengangkat penanya, Apa yang ingin ditulis olehnya seolah-olah terpampang di hadapannya. 

Imam Ibnu Abdil Hadi mengatakan:
"Ibnu Taimiyah pernah menulis satu jilid buku hanya dalam sehari, sering beliau menulis lebih dari 40 lembar bahkan lebih hanya dalam sekali duduk .Aku pernah menghitung karya yang ditulisanya dalam sehari, maka aku dapati seluruhnya berjumlah kurang lebih 80 kararis (notebook) dalam masaalah-masaalah yang sangat pelik"

Itulah Ibnu taimiyah, tak heran bila Ibnu Az Zamalkani salah seorang yang sangat membenci Ibnu Taimiyah, mengatakan,
"Apabila Ibnu Taimiyah ditanya tentang permasalahan pada satu bidang ilmu, maka orang yang melihat dan mendengarkan jawabannya akan menyangka kalau Ibnu Taimiyah tidak menguasai kecuali bidang itu saja, dan yang menyaksikan akan berkesimpulan bahwa tidak ada yang menguasai dengan baik bidang tersebut kecuali dia.
Apabila para ahli fiqih dari berbagai madzhab duduk bersamanya, semuanya mendapatkan faidah darinya menurut madzhab mereka masing-masing, dimana faida-faidah tersebut belum mereka ketahui sebelumnya. Tidak pernah dia mendebat seseorang dan kalah dalam perdebatan itu. Tidaklah ia berbicara dalam ilmu syar'i atau ilmu lainnya melainkan pasti ia mengungguli siapa saja dibidang ilmu tersebut"
(Muqaddimah Fatawa Al Kubro: 46)

Mengapa Ibnu Taimiyah Dijuluki Syaikhul Islam.?

Kami pernah bertanya kepada Syaikh Prof. Dr. Dhiyaurrahman Al A'Dzamy, seorang pakar hadits di Madinah Al Munawarah tentang alasan mengapa Ibnu Taimiyah dijuluki Syaikhul Islam..? Serta apa saja syarat-syarat yang harus di penuhi hingga seseorang bisa dijuluki Syaikhul Islam.?

Beliau menjawab, "Banyak syarat yang disebutkan para ulama, Hal itu karena Syaikhul Islam merupakan julukan yang agung, gelar tersebut tidak diberikan melainkan kepada orang yang telah banyak berbuat untuk islam. Ada banyak orang yang dijuluki Syaikhul Islam, namun menurutku ulama yang paling layak mendapatkan julukan tersebut adalah Ibnu Taimiyah. Itu karena dia berjihad dengan dengan pena dan pedangnya. Dan tidak semua ulama bisa melakukan hal itu. Kalaupun aku harus menyebutkan yang ke dua maka orang itu adalah Muhammad bin Abdul Wahhab At Tamimy."
Wallahu a'lam
______________
Madinah 25 shafar 1436 H
ACT El Gharantaly

Sejahtera Dengan Tauhid

Siapapun diantara kita tentu menginginkan negeri yang makmur dan sejahtra serta aman dan sentosa. 

Mungkinkah itu negara seindah itu terwujud..?

Simak berfirman Allah berikut ini:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Al-A’raf: 96)

As-Si’di menjelaskan:
“Allah mengabarkan bahwa sekiranya penduduk suatu negeri beriman dengan hati dan dengan keimanan yang jujur serta dibenarkan oleh perilaku, mereka mengenakan pakaian ketaqwaan pada Allah baik lahir lahir batin juga meninggalkan seluruh apa yang diharamkan Allah, tentu Dia akan membukakan keberkahan-keberkahan langit dan bumi kepada mereka. Allah akan mengirimkan hujan lebat dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan di muka bumi yang dengannya mereka (penduduk negeri) dan hewan-hewan ternak dapat melangsungkan kehidupan dalam kesejahteraan hidup dan kelimpahan rizki, tanpa kesukaran, capek, kepayahan, dan jerih payah.
 Akan tetapi mereka enggan beriman, (Maka kami menyiksa mereka disebabkan apa yang mereka lakukan) dengan hukuman berupa musibah, dicabutnya keberkahan dan banyaknya kecelakaan sebagian balasan terhadap sebagian dari perbuatan mereka. Jika tidak, sekiranya mereka disiksa karena seluruh yang mereka lakukan, tentu Allah tidak akan menyisakan satu hewan melata pun di atas permukaan bumi. "

Apa yang disebutkan syaikh selaras dengan firman Allah yang artinya:

Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan berbuatan mereka, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu mahluk yang melatapun akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka, sampai waktu yang tertentu; maka apabila datang ajal mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.’
(QS Fathir: 45))

Allah juga berfirman:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ ْ

“Telah nampak keruskan di darat dan lautan karena sebab ulah tangan-tangan manusia agar Allah memberi pelajaran (baca: merasakan) pada mereka terhadap sebagian yang mereka lakukan. Mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar).”
(QS Ar-Rum; 41)

Syaikhul Islam rahimahullah pernah mengatakan:

قال شيخ الإسلام رحمه الله : ومن تدبر أحوال العالم وجد كل صلاح في الأرض فسببه توحيد الله وعبادته وطاعة رسولهﷺ . وكل شر في العالم وفتنة وبلاء وقحط وتسليط عدو وغير ذلك فسببه :مخالفة الرسول ﷺ والدعوة إلى غير الله

Siapa saja yang memperhatikan kondisi alam semesta maka ia akan dapati bahwa segala keberkahan yang ada di bumi sebabnya karena
-Mentauhidkan Allah dan menyembahNya
-Serta mentaati Rasulullah.

Dan setiap kerusakan di alam semesta ini, timbulnya fitnah, bala musibah, kekeringan, penjajahan musuh dan sebagainya itu disebabkan karena:
-Menyelisihi Rasulullah dan
-Berdoa kepada selain Allah.

(Al-Fatawa: 15/ 25)


Mungkin inilah rahasia dibalik kemakmuran dan kesejahteraan kerajaan saudi. Padahal tanahnya berupa padang pasir yang tandus dan hujan hanya datang setahun sekali. Tapi karena pemimpin dan rakyatnya mentauhidkan Allah, beriman kepada-Nya serta melaksanakan hukum-hukum-Nya, maka Allah melimpahkan keamanan dan kesejahteraan kepada seluruh penduduk negerinya.

Coba bandingkan dengan negara-negara islam lainnya, kita akan akan mendapati pemandangan yang sangat kontras. Anda tau kenapa..? Itu karena mereka berpaling dari hukum Allah, Syirik merajalela dimana-mana, khurafat dan bid'ah dianggap budaya yang perlu di jaga dan dilestarikan, tak heran bila mereka ditimpa berbagai kemalangan dan malapetaka, berpindah dari satu musibah ke musibah yang lain.

Di negara-negara itu kejujuran menjadi barang langka, rasa takut selalu mencekam, mayoritas masyarakatnya hidup di bawah garis kemiskinan. Padahal mereka dikaruniai tanah yang subur dan hijau. Tapi apalah artinya tanah yang subur bila keberkahannya dicabut.
Sudah saatnya bangsa kita bangkit untuk sejahtera.
 

Mulailah dengan tauhid.
____________________
Madinah 25 shafar 1436 H
ACT El Gharantaly

KESAKSIAN ANAK MANUSIA DALAM AL-QUR'AN DAN AL-KITAB

Kesaksian Al Qur'an

Allah azza wa jalla berfirman:

"Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: ‘Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putera Maryam’, padahal Al Masih (sendiri) berkata: ‘Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu’. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (TQS. Al-Maidah : 72).

“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: ‘Hai Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: ‘Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?’ Isa menjawab: ‘Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui semua perkara yang ghaib’. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan) nya yaitu: ‘Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu’, dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan (angkat) aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu.” (TQS. Al-Maidah: 116-117).

“Dan mereka berkata: ‘Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak’. Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti.” (TQS. Maryam : 88-94).

Dan ketika Isa datang membawa keterangan-keterangan, dia berkata, "Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan hikmah dan supaya aku terangkan kepada kamu sebagian daripada yang kamu perselisihkan padanya. Maka bertaqwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Sesungguhnya Allah Dialah Tuhanku dan Tuhan kamu, maka sembahlah dia. Inilah jalan yang lurus." (QS: 43 Az Zuhruf :63-64)

 Kesaksian Al Kitab

"Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!" (Lukas : 4: 8)

"Ada seorang datang kepada Yesus dan berkata: "Guru yang baik, perbuatan apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal ? Jawab Yesus: "Mengapa engkau memanggil-Ku Guru yang baik, hanya satu yang baik, yaitu Tuhan. Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah-Nya (Matius 19: 16-17)

"Aku tahu, bahwa Engkau selalu mendengarkan Aku, tetapi oleh karena orang banyak yang berdiri di sini mengelilingi Aku, Aku mengatakannya, supaya mereka percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku."
(Yohanes: 11:42)


"Jawab Yesus kepada mereka : "Ajaran-Ku tidak berasal dari diri-Ku sendiri, tetapi dari Dia yang telah mengutus Aku" (Yohanes: 7:16)

"Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus." (Yohanes:17:3)

"Lalu seorang ahli Taurat, yang mendengar Yesus dan orang-orang Saduki bersoal jawab dan tahu, bahwa Yesus memberi jawab yang tepat kepada orang-orang itu, datang kepada-Nya dan bertanya: "Hukum manakah yang paling utama?"
Jawab "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa.
Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.
Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini."
Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus: "Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia." (Markus 12: 28-32)


Mari Besama Dalam Tauhid

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

"Barang siapa mengucapkan: Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya dan bersaksi bahwa Nabi Isa as. adalah hamba Allah dan anak hamba-Nya, serta kalimat-Nya yang dibacakan kepada Maryam dan dengan tiupan roh-Nya, bahwa surga itu benar dan bahwa neraka itu benar, maka Allah akan memasukkannya melalui pintu dari delapan pintu surga mana saja yang ia inginkan. (Shahih Muslim No.41)

"Katakanlah: "Wahai Ahli Kitab, marilah kita menuju satu pedoman yang sama antara kami dan kalian semua. Kita tidak menyembah selain Allah dan tidak menyekutukanNya dengan apapun serta tidak menjadikan satu sama lain sebagai sembahan sembahan selain Allah. Jika mereka berpaling maka sampaikanlah bahwa kami adalah orang orang yang berserah diri (kepada Allah)" (Q.S. Ali Imraan : 64)
________________
Madinah 27 shafar 1436 H
ACT El Gharantaly