Freitag, 24. Januar 2014

TAMPAN, PERFECT TAPI NYUNNAH

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَ لَهُ شَعْرٌ فَلْيُكْرِمْهُ رواه أبو داود

"Barangsiapa yang memiliki rambut, maka hendaknya dia memuliakannya". (HR.Abu Dawud dari Abu Hurairah).

Imam Al Munawi -rahimahullah- menjelaskan,
"Maksud dari memuliakan rambut adalah merapikannya, membersihkannya dengan cara membilasnya, memberinya minyak rambut lalu menyisir dan tidak membiarkannya acak-acakan sehingga terlihat kusut. Karena kebersihan dan penampilan yang baik merupakan hal yang dicintai dan diperintahkan (oleh agama), selama tidak berlebih-lebihan.” (Faidhul Qadir: 6/ 208)
Ditengah kesibukannya sebagai  utusan Allah, pemimpin negara dan pemimpin rumah tangga, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam masih tetap memperhatikan kerapian rambutnya. Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu berkata:

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ يُكْثِرُ دُهْنَ رَأْسِهِ وَتَسْرِيْحَ لِحْيَتِهِ وَيُكْثِرُ الْقَنَاعَ حَتَّى كَأَنَّ ثَوْبَهُ ثَوْبُ زَيَّاتٍ

"Rasulullah sering meminyaki rambutnya dan menyisir jenggotnya. Beliau juga sering memakai tutup kepala, (karena banyaknya minyak tersebut) hingga bajunya seperti baju penjual minyak". (HR Baihaqi dalam Syarhu As Sunnah).
Bahkan saat melakukan I'tikaf kekasihnya Aisyah -radhiallahu anha- tak lupa menyisir dan meminyaki rambut Rasulullah shallahu alaihi wasallam dari balik jendela rumahnya. Semua demi mewujudkan keindahan yang dicintai Allah karena selaras dengan ke Maha Indahan Allah. 

            Pembaca tentu masih ingat ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berbicara tentang takabbur (sombong), salah seorang sahabat lantas memberi komentar,
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya seorang lelaki senang kalau sandal dan bajunya bagus,.” Laki-laki ini meminta tanggapan rasulullah.
Lalu rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- menjawab,

انّ اللّه جميل يحبّ الجمال . الكبر : بطرالحقّ وغمط النّاس

“Sesungguhnya Allah Maha Indah serta menyukai keindahan. Al-Kibru (sombong) itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim)
          Pesan keindahan pada hadits di atas tidak hanya terbatas pada keindahan fisik saja. Namun juga pada keindahan jiwa, karena Allah ta'ala mencintai hamba yang selalu menghiasi ucapannya dengan kejujuran, menghiasi hatinya dengan keikhlasan dan kecintaan. Dia juga mencintai hamba yang selalu menampakkan nikmat yang dianugerahkan-Nya kepada hamba tersebut.
Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda:

إن الله يحب أن يرى أثر نعمته على عبده

“Sesungguhnya Allah suka melihat (tampaknya) bekas nikmat (yang dianugerahkan-Nya) kepada hamba-Nya”.(HR at-Tirmidzi dan al-Hakim)
Dalam hal berpakaian, islam mengajarkan umatnya agar mengenakan pakaian yang indah saat memasuki masjid.
Allah berfirman:

يَا بَنِي آَدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ

"Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid". {QS: Al A'raf}
Pakaian yang indah di sini tentunya pada maknanya yang proporsional. Dimana kesemuanya dikembalikan pada prinsip bahwa berpakaian tujuannyaa adalah untuk menutup aurat. Kalau prinsip ini hilang maka akan hilang keindahannya menurut ajaran Islam. Akan lain lagi bila barometer keindahannya adalah hawa nafsu.

Agar semakin perfect, Islam juga menyuruh kita untuk membersihkan tubuh dari najis dan kotoran. Menyuruh kita mandi untuk menghilangkan bau badan dan kotoran, memotong kuku, merapikan rambut, menyisir janggut, memakai wangian, menyikat gigi, serta hal-hal lain yang tak lepas dari nilai keindahan dan kebersihan. Sebagaimana dalam hadits yang menerangkan sunan-sunnah fitrah. Dimana rasulullah -shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Ada sepuluh macam fitrah, yaitu memotong kumis, memelihara janggut, bersiwak, istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung,-pen), memotong kuku, membasuh persendian, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, istinja’ dengan air.” Zakaria berkata bahwa Mu’shob berkata, “Aku lupa yang kesepuluh, mungkin yang kesepuluh adalah berkumur.” (HR. Muslim, Abu Daud, At Tirmidzi, An Nasai dan Ibnu Majah)
 Soal menyikat gigi Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Seandainya tak memberatkan umatku, nescaya aku akan memerintahkan kepada mereka utk bersiwak setiap kali akan shalat.” (HR. Bukhari & Muslim)
Mengenai memakai wangi-wangian Anas bin Malik -radhiallahu anhu- menceritakan,
“Tidak pernah aku mencium bau wangi atau bau yang semerbak melebihi wanginya nabi -shallallahu alaihi wasallam.” (HR. Bukhari)
Pembaca yang di rahmati Allah..
Perlu difahami bahwa kedisiplinan menjaga penampilan diri dan kebagusan berperawakan akan menunjukkan performa jati diri kemusliman kita. Artinya, orang yang senantiasa memperbaiki penampilannya, akan semakin baik dalam berpikir dan bernurani. Badan yang bersih, penampilan yang baik, pakaian yang rapi, merupakan cermin kebersihan mental dan akal.
Namun demikian, ajakan berpenampilan baik diatas sama sekali tidak bermaksud membuka "kran" budaya glamour. Sekali-kali tidak! Semua semata-mata demi keserasian antara penampilan dan profesionalitas. Karena islam tidak menghendaki israaf atau sikap berlebih-lebihan dalam segala hal. Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam bersabda:
"Makan & minumlah, bersedekah& berpakaianlah dengan tidak boros & tidak disertai kesombongan." (HR Ahmad,An-Nasai,Ibnu Majah& Hakim)
Adakalanya sebagian kaum muslimin meremehkan masaalah penampilan luar dengan berbagai macam alasan.  Ada yang beralasan karena ingin zuhud, ada yang beralasan, "yang penting kan akhlaknya baik", "Penampilan tidak terlalu penting", "Yang penting hatinya tampan". Sehingga tak jarang kita mendapati sebagian orang yang dalam kesehariannya berpenampilan acak-acakan, bahkan saat mendatangi pengajian. Biar lebih mantap sesekali dibumbui dalil bahwa rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda:
 "Sesungguhnya Allah tidak melihat tampang rupamu...dst." Mereka lupa bahwa dizaman Rasulullah seseorang pernah dipaksa keluar dari masjid Nabawi hingga ke Baqi' karena bau tak sedap [Muslim dan Nasa'I]. Rasul bahkan melarang orang yang mengkonsumsi makanan yang berbau tajam untuk mendekati masjid, sebab para malaikat terganggu dengan apa-apa yang membuat bani Adam terganggu. (HR. Muslim)
Kita tidak mengingkari bahwa bagusnya akhlak serta tampannya hati yang dihiasi ilmu jauh lebih utama ketimbang penampilan lahiriah. Namun bernampilan lahiriah yang baik dan syar’i juga merupakan tuntutan kehidupan yang selaras dengan tujuan-tujuan syariat. Hal itu diperlukan baik saat menunaikan pekerjaan sehari-hari maupun saat beribadah, terlebih lagi ketika berdakwah. Bahkan penampilan punya peranan penting dalam memberi kesan pada objek dakwah yang nantinya akan membawa pengaruh terhadap penerimaan mereka terhadap materi dakwah. Penampilan juga berperan sebagai penguat izzah dan wibawa kaum muslimin dihadapan orang-orang kafir. Jadi, tidak sepatutnya bagi seorang muslim sebagai apapun dia, melalaikan persoalan ini. Terlebih lagi bagi orang yang akan menghadiri ta'lim baik kapasitasnya sebagai pendengar ataupun pemateri (Ustadz).

Sekian, semoga bermanfaat.

Madinah. Jum'at 23-03-1435 H

ACT El-Gharantaly

0 Kommentare:

Kommentar veröffentlichen