Samstag, 14. Dezember 2013

DIBALIK KATA SYUKRON

Syukron atau terima kasih adalah ungkapan yang ringan dan mudah diucapkan. Namun sedikit yang menyadari urgensi dan nilai-nilai yang ada dibalik ungkapan ini. Arogansi dan keangkuhan seringkali menjadi biang utama keengganan seseorang untuk mengucapkan terimah kasih pada orang yang telah berbuat baik kepadanya. Padahal keengganan untuk berterima kasih masuk dalam kategori kufur nikmat.

Di dalam kitab Al Kabaa'ir Imam Adz Dzahabi –rahimahullah- menuturkan,
"Mengkufuri nikmat/kebaikan (enggan berterimakasih-pent) kepada orang yang berbuat baik (kepada kita) adalah dosa besar.

Allah ta’ala berfirman:

  أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ

"Hendaknya kalian bersyukur pada-Ku dan pada kedua orang tua" (Luqman: 14)
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ لَا يَشْكُرُ اللَّهَ

"Tidak bersyukur kepada Allah siapa saja yang tidak berterimakasih kepada manusia (yang telah berbuat baik padamu, pent)". (HR Abu Daud, dan At Tirmidzi)
Para Ulama Salaf sepakat bahwa kufur nikmat adalah dosa besar. Adapun cara bersyukur (berterimkasih. pent) adalah membalas kebaikan tersebut dengan mendoakan sang pemberi.
Diantara doa yang diajarkan Nabi tercinta dalam rangka membalas kebaikan orang lain adalah ucapan: Jazakallahu khairan.

Beliau bersabda:

مَنْ صُنِعَ إِلَيْهِ مَعْرُوفٌ ، فَقَالَ لِفَاعِلِهِ : جَزَاكَ اللَّهُ خَيْرًا , فَقَدْ أبْلَغَ فِي الثَّنَاءِ

“Barangsiapa yang diberi suatu kebaikan, kemudian mengatakan kepada pemberi kebaikan tersebut, ‘Jazakallahu khairan"’ Sungguh yang demikan itu telah menunjukkan kesungguhannya dalam pujian (terimakasih).” (HR. At Tirmidzi)

Makna doa tersebut adalah:

"semoga Allah membalas kebaikanmu dengan yang lebih baik".

Nabi shallahu alaihi wasallam menyebut doa ini sebagai sebaik-baik pujian. Karena yang diminta untuk membalas kebaikan tersebut adalah Allah. Rabb yang selalu memberi lebih dari apa apa yang dikerjakan hamba-Nya. Karena bagaimanapun juga kita tidak dapat membalas kebaikan orang lain terhadap kita dengan kebaikan yang sepadan. Secara materi mungkin saja, tapi cinta dan ketulusan yang menyertai pemberian tersebut tentu tak akan sama.

Cara lain berterima kasih juga bisa dengan membalas dengan pemberian yang serupa. Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:

 مَنْ صَنَعَ إِلَيْكُمْ مَعْرُوْفًا فَكَافِئُوْهُ

“Barangsiapa yang berbuat baik kepada kalian maka balaslah dengan setimpal.” (HR. Ahmad)
Jika tak mampu membalas dengan balasan setimpal, maka doakanlah ia.

Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:

وَمَنْ أَتَى إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا مَا تُكَافِئُونَهُ فَادْعُوا لَهُ حَتَّى تَعْلَمُوا أَنْ قَدْ كَافَأْتُمُوهُ

Dan barangsiapa yang berbuat baik kepada kalian maka balaslah (kebaikannya) dengan kebaikan yang setimpal. Dan jika kalian tidak mendapati sesuatu untuk membalas kebaikannya maka berdo’alah untuknya sampai kalian merasa telah membalas kebaikannya.” (HR. Ahmad)
Semoga Allah Subhaanahu wa ta"ala memasukkan kita kedalam golongan orang-orang yang bersyukur.

Catatan:

Orang yang ikhlas tidak akan pernah gila dengan ucapan terimah kasih. Namun kita yang menikmati karunia Allah melalui ketulusan orang lain itulah yang memerlukan terimah kasih sebagai ungkapan syukur kepada Allah serta pembalasan minimal yang patut bagi mereka yang pernah berjasa dalam kehidupan kita. Juga sebagai pemaknaan terhadap diri sendiri karena telah mampu menepis ego.
Ingat! Selalu ada keringat orang lain yang menyertai keberhasilan dan kesuksesan kita.
_____________
Madinah 11-Shafar-1435 H
ACT El-Gharantaly

0 Kommentare:

Kommentar veröffentlichen