Sahabat... Pernakah terlintas dalam pikiran kita sebuah tanya, "Bila nanti ajal menjemput, dengan hati apa kita akan menemui-Nya...???"
Seringkali kita bertemu dengan kerabat atau teman dekat, pertanyaan mereka selalu sama.
Bagaimana kabar kesehatan anda..?
Bagaimana kabar keluarga anda..?
Bagaimana kabar pekerjaan anda..?
Namun sangat jarang atau bahkan tak pernah kita mendengar mereka bertanya, "Bagaimana kondisi hati anda..?" Bahkan pertanyaan ini mungkin terasa aneh bagi sebagian orang. Tapi kita perlu untuk bertanya, paling tidak terhadap diri kita sendiri. Abu Hurairah -radhiallahu anhu- berkata: "Hati adalah raja, sedangkan anggota tubuh adalah tentara. Jika raja itu baik, maka akan baik pula tentaranya. Jika raja itu buruk, maka akan buruk pula tentaranya”. Iya, Segumpal darah yang bernama hati itu harus selalu terjaga, karena dengan hati kita mengenal Allah. Dengan hati kita bertaqarrub kepada-Nya, dengan hati kita menyusuri jalan menuju-Nya dan dengan hatilah kita akan kembali menemui-Nya.
Allah azza wajallah berfirman:
يَوْمَ لا يَنْفَعُ مَالٌ وَلا بَنُونَ إِلا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
"(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tiada lagi berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih." (Asy-Syu'ara': 88-89).
Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata:
"Qalbun salim adalah hati yang bersih dan selamat dari berbagai syahwat yang menyalahi perintah dan larangan Allah. Ia juga bersih dan selamat dari berbagai syubhat yang bertentangan dengan firman-Nya. Selamat dari melakukan penghambaan kepada selain-Nya, bersih dalam mencintai Allah dan dalam berhukum kepada Rasul-Nya, bersih dalam rasa takut, pengharapan, dan tawakal kepada-Nya, besih dalam taubat kembali kepada-Nya, dalam menghinakan diri di hadapan-Nya, dalam mengutamakan ridha-Nya di setiap keadaan dan dalam menjauhi segala kemungkaran karena-Nya. Dan inilah hakikat penghambaan (ubudiyah) sesungguhnya yang tidak boleh ditujukan kecuali kepada Allah semata. Maka, qalbun salim adalah hati yang selamat dari menjadikan sekutu untuk Allah dengan alasan apa pun. la hanya mengikhlaskan penghambaan dan ibadah kepada Allah semata, baik dalam kehendak, cinta, tawakal, inabah (kembali), merendahkan diri, khasyyah (takut), raja'(pengharapan), dan ia mengikhlaskan amalnya untuk Allah semata. Jika ia mencintai maka ia mencintai karena Allah. Jika ia membenci maka ia membenci karena Allah. Jika ia memberi maka ia memberi karena Allah. Jika ia menolak maka ia menolak karena Allah.
Selanjutnya Imam Ibnul Qoyyim menyebutkan hati yang lain, beliau berkata:
"Tipe hati yang kedua yaitu hati yang mati, tidak ada kehidupan di dalamnya. Hati ini tidak lagi mengenal Tuhannya, tidak lagi menyembah-Nya dengan perintah dan dengan apa yang dicintai serta diridhai-Nya. Ia bahkan selalu menuruti keinginan nafsu dengan segala kelezatannya, ia tidak peduli meskipun dalam kelezatan itu ada murka Allah. Obsesinya adalah memuaskan hawa nafsunya, tak peduli apakah Tuhannya rela atau murka. Hati ini menghamba kepada selain Allah; dalam cinta, takut, harap, ridha dan benci, dalam pengagungan dan kehinaan. Jika ia mencintai, maka ia mencintai karena hawa nafsunya. Jika ia membenci, maka ia membenci karena hawa nafsunya. Jika ia memberi, maka ia memberi karena hawa nafsunya. Jika ia menolak, maka ia menolak karena hawa nafsunya. Ia lebih mengutamakan dan mencintai hawa nafsunya daripada keridhaan Tuhannya. Hawa nafsu adalah Imamnya, syahwat adalah panglimanya, kebodohan adalah pengendalinya, kelalaian adalah kendaraannya. Pikirannya kalut karena berfikir bagaimana mewujudkan tujuan-tujuan duniawi. Hawa nafsu dan kesenangan sesaat telah membuatnya mabuk. Ia dipanggil menghadap Allah dan kampung akhirat dari tempat yang jauh. Ia tidak lagi mempedulikan orang yang memberinya nasihat, sebaliknya ia mengikuti setiap langkah dan keinginan syetan. Dunia kadang membuatnya marah dan kadang membuatnya senang. Hawa nafsu membuatnya tuli dan buta kecuali dari kebatilan. Membaur dengan orang yang memiliki hati semacam ini adalah penyakit, bergaul dengannya adalah racun dan menemaninya adalah kehancuran.
Adapun hati yang ketiga adalah hati yang hidup namun cacat. Ia memiliki dua kekuatan yang saling tarik-menarik. Ketika ia memenangkan pertarungan itu maka di dalamnya dipenuhi kecintaan kepada Allah, keimanan, keikhlasan dan tawakal kepada-Nya, itulah kekuatan kehidupan. Namun di dalam hati semacam ini juga terdapat kecintaan kepada nafsu, keinginan dan usaha keras untuk mendapatkannya, dengki, takabur, bangga diri, kecintaan terhadap kekuasaan dan keinginan untuk membuat kerusakan di bumi, itulah kekuatan yang menghancurkan dan membinasakannya. Ia diuji oleh dua penyeru: Yang satu menyeru kepada Allah dan Rasul-Nya serta hari akhirat, sedang yang lain menyeru kepada kenikmatan sesaat. Dan ia akan memenuhi salah satu di antara yang paling dekat pintu dan letaknya dengan dirinya. Hati yang pertama selalu tawadhu', lemah lembut dan sadar, hati yang kedua adalah kering dan mati, sedang hati yang ketiga hati yang sakit; ia bisa lebih dekat pada keselamatan dan bisa pula lebih dekat pada kehancuran. Allah menjelaskan ketiga jenis hati itu dalam firman-Nya,
"Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila dia mempunyai sesuatu keinginan, syetan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syetan itu dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana, agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syetan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat, dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini bahwa Al-Qur'an itulah yang haq dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya, dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus." (Al-Hajj: 52-54).
Dalam ayat ini Allah membagi hati menjadi tiga macam: Dua hati terkena fitnah dan satu hati yang selamat. Dua hati yang terkena fitnah adalah hati yang di dalamnya ada penyakit dan hati yang keras (mati), sedang hati yang selamat adalah hati orang Mukmin yang merendahkan dirinya kepada Tuhannya, dialah hati yang selalu merasa tenang dengan-Nya, tunduk, berserah diri serta taat kepada-Nya.
(Disarikan dari Igaatsatullahfaan Jilid:1 hal:10-14. Cetakan: Daar Alim El Fawaa'id )
Setelah membaca penjelasan Imam Ibnul Qoyyim di atas, saatnya memilih dengan hati apa kita akan menjupai-Nya
Bila pilihan jatuh pada hati yang pertama, maka marilah kita mencari hati itu di tempat yang ditunjukkan Ibnul Qoyyim dalam ungkapannya yang masyhur,,
"Carilah (kedamaian) hatimu ditiga tempat, disaat mendengarkan Al-Qur'an, disaat menghadiri majelis ilmu, atau disaat engkau berkhalwat sendiri (dalam Ibadah). Jika engkau tidak mendapatkannya, maka memohonlah kepada Allah agar memberimu hati yang lain. Karena (pada hakekatnya) engkau tak lagi memiliki hati."
(Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah dalam kitab fawaaid: 1/149)Semoga kita kembali kepada-Nya dengan hati yang selamat.
Abul Fayruz El-Gharantaly Madinah Al Munawwarah.
Jum'at 10 Shafar 1435 H/ 13 Desember 2013 M
0 Kommentare:
Kommentar veröffentlichen