Syaikh Al-Musnid Shaleh Bin Hamd Al Ushoimy –hafidzahullah- berkata:
Kebanyakan para penuntut ilmu menyibukkan diri dengan cara-cara yang sifatnya dzahir dalam menuntut ilmu, seperti menghafal mutun, menghadiri majelis para masyaikh, namun lalai dari penyereahan penuh dalam ketaatan kepada Allah dan bergantung pada-Nya, mengembalikan segala urusan pada-Nya dengan tadharru', berdo'a, meminta dan berdzikir (mengingat-Nya). Krena ilmu adalah rezeki, sementara rezeki berada ditangan Ar-Razzak (pemberi rezeki). Maka siapa saja yang tunduk dan taat kepada-Nya, memperbaiki perbuatannya disisi Allah, maka Allah adalah sebaik-baik Pemberi. Dia akan memberikan serta membukakan untuk hamba-Nya kemampuan yang tidak dimiliki oleh rekan-rekannya sebagai bentuk kasih sayang Allah kepadanya.
Di dalam Al-Qur'anAllah azza wa jalla berfirman:
سَأَصْرِفُ عَنْ ءَايَـتِي الَّذِينَ يَتَكَبَّرُونَ فِي الأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ
Artinya:
"Aku akan memalingkan dari ayat-ayat-Ku orang-orang yang menyombongkan dirinya dimuka bumi tanpa alasan yang benar.." (Al A'raf: 146)
"Aku akan memalingkan dari ayat-ayat-Ku orang-orang yang menyombongkan dirinya dimuka bumi tanpa alasan yang benar.." (Al A'raf: 146)
Tentang tafsiran ayat ini Imam Sufyan As Tsauri –rahimahullah- berkata:
" Aku akan palingkan mereka dari memahami Al- Qur'an". Al-Firyaby
–rahimahullah- mengatakan: "Aku akan menghalangi hati mereka dari
mentadabburi urusan-Ku", maksudnya Al-Qur'an.Berkenaan dengan masaalah ini,
Imam Ibnu Katsier menjelaskan bahwa balasan (Allah) pada mereka sesuai dengan
dosa yang mereka lakukan. Beliau -rahimahullah- mengatakan:
"Sebagaimana
mereka menyombongkan diri tanpa alasan yang benar, maka Allahpun menghinakan
mereka".
Bila Allah azza wa jalla memalingkan hati seorang hamba dari memahami
dan mentadaabburi Al-Qur'an, maka dia tidak akan bisa memanfaatkan kekuatan hafalan,
bagusnya pengucapannya (terhadap ayat-ayat al-qur'an), baiknya pemahaman serta
kuatnya keinginannya (terhadap Al-Qur'an). Dia tak dapat mengambil manfaat dari
semua itu. Namun tidak berarti bahwa kesombongan menghalanginya dari menghafal
Al-Qur'an. Bahkan diantara penghafal lafadz-lafadz Al-Qur'an ada orang yang
sombong. Maka yang dimaksudkaan oleh ayat ini adalah, "
Allah menutup hati mereka dari memahami al-Qur'an dan mengamalkan isinya".
Di dalam kitab Al-Madkhal Imam Ibnul Haaj Al Maliky –rahimahullah-
berkata: "Sebagaimana telah diketahui bahwa sebagian orang yang sombong hafal al-qur'an dan ilmu, akan tetapi mereka
terhalangi dari mendapatkan manfaat berupa pemahaman dan pengamalan 9terhadap
isi kandungan) Al-Qur'an. Padahal (pemahaman dan amalan) itulah yang menjadi
prioritas. (Bila demikian keadaannya pen.) maka orang-orang awam jauh lebih
baik dari mereka"
Jadi siapa saja yang hanya menghafal lafadz-lafadz Al-Qur'an dan (hanya
sibuk pen.) memperbaiki bacaan namun tidak mengamalkannya, maka orang awam jauh
lebih baik darinya. Inilah maksud dari dipalingkannya hati dari ayat-ayat-Nya.
Dia dipalingkan dari memahami serta
mengamalkannya, bukan dari memperbaiki bacaannya. Boleh jadi ada diantara
manusia orang yang bacaannya baik terhadap al-quran ataupun terhadap selain
Al-Qur'an, akan tetapi keadaannya jika dibandingkan dengan keadaan ahlul qur'an
dan ilmu sangat jauh sekali. Semua kembali pada baiknya hati yang dipakai untuk menghafal al-qur'an dan
ilmu yang disertai pemahaman dan tadabbur.
Dan siapa saja yang mencermati keadaan orang-orang yang berilmu dari
kalangan ulama, maka dia akan mendapati bahwa apa yang mengalir dari lisan
mereka serta yang digoreskan oeh pena-pena mereka berupa karuni Allah, semua
itu mereka dapatkan karena ketaan mereka kepada Allah. Orang-orang yang memperhatikan
hubungan mereka dengan Allah baik dalam hal tetundukan, cinta, kedekatan dan
penghabaan akan mendapati bahwa jalan terbaik untuk mendapatka ilmu adalah
menggantungkan hati kepada Allah azza wa jalla serta melepaskan diri dari
segala faktor yang dapat memalingkan diri dari-nya.
Orang yang hanya mengandalkan kemampuan dirinya, baik dari segi
pemahaman dan hafalan tanpa kembali kepada Allah dan melakukan ketaan pada-Nya,
mereka tidak akan mendapatkan apa yang mereka cita-citakan berupa ilmu yang
disertai pemahaman dan pengamalan. Mereka akan dihalangi darinya karena hati
mereka berpaling dari Allah azza wa Jalla serta menyibukkan diri dengan
selain-Nya.
Kebanyakan para penuntut ilmu menyibukkan diri dengan cara-cara yang sifatnya dzahir dalam menuntut ilmu, seperti menghafal mutun, menghadiri majelis para masyaikh, namun lalai dari penyereahan penuh dalam ketaatan kepada Allah dan bergantung pada-Nya, mengembalikan segala urusan pada-Nya dengan tadharru', berdo'a, meminta dan berdzikir (mengingat-Nya). Krena ilmu adalah rezeki, sementara rezeki berada ditangan Ar-Razzak (pemberi rezeki). Maka siapa saja yang tunduk dan taat kepada-Nya, memperbaiki perbuatannya disisi Allah, maka Allah adalah sebaik-baik Pemberi. Dia akan memberikan serta membukakan untuk hamba-Nya kemampuan yang tidak dimiliki oleh rekan-rekannya sebagai bentuk kasih sayang Allah kepadanya.
Wahai penuntut ilmu… berhati-hatilah…. Jangan sampai engkau tertipu
dengan bagusnya hafalanmu, kuatnya pemahamanmu serta semangatmu untuk duduk dan
hadir di majelis ilmu, atau perkenalanmu
dengan banyak masyaikh. Semua itu tidak akan memberimu manfaat jika hatimu
lalai dari mengingat Allah
Ketahuilah… Sesuai dengan kadar
ketaatanmu kepada Allah, baiknya amalan dan baiknya kondisi dirimu disi-Nya,
(sesuai kadar itulah pen.) Dia akan mengajarimu apa yang tidak engkau ketahui,
membukakan untukmu pintu-pintu pemahaman yang tidak dibukakan untuk orang
selainmu. Semua murni karena Rahmat-Nya. Kenalilah jalan menuju ilmu, peganglah
dengan kuat, dan telusurilah jalan-jalan itu.
Faidah dari dauroh Muhimmaatul Ilmi tahun pertama di Masjid Nabawi tangga 29 Shafar 1431 H
Ditahun selanjutnya Kamis 30 Shafar 1432 H disela-sela penjelasan
terhadap ayat yang sama beliau menambahkan:
"Banyaknya hafalan serta faktor
penunjang ilmu lainnya yang sifatnya dzahir tidak akan berarti bagi
seorang hama. Sebab manausia kemampuan bertingkat-tingkat dari segi pemahaman.
Dan pada dasarnya ilmu adalah pemahaman, adapun hafalan hanya sebagai alat
untuk menghasilkan ilmu. Pada hadits Ibnu Mas'ud yang terdapat dalam shahihain Rasulullah
shallallahu alaihi wasllam bersabda:
"Atau pemahan yang diberikan
Allah kepada seseorang terhadap Al –qur'an"
(Dalam hadits ini pen) Rasulullah tidak menyebut hafalan. Karena dari
segi hafalan manusia (memiliki kemampuan yang) sama, baik dia orang munafik
ataupun orang kafir. Para ahli dari kalangan orientalis ada yang hafal isi
al-Qur'an seluruhnya. Bisa jadi agamnya yahudi ataupun nasrani. Maka yang
dimaksud dari "dipalingkan" pada firmannya "Aku akan memalingkan" adalah dipalingkannya hati dari memahami
al-qur'an dan mengamalkana isi kandungannya.
Wallahu a'lam
Madinah, 22 Shafar 1435 H