Saat seseorang berada dipuncak popularitas dan terbiasa menerima
pujian, seringkali sulit baginya untuk berlapang dada dalam menerima
kritikan.
Orang dengan tipikal semacam ini akan selalu menganggap bahwa kritikan merupakan bentuk penghinaan yang bisa menurunkan harga diri serta mengganggu emosi. Mungkin karena terbiasa dengan suara-suara positif sehingga sulit baginya mendengarkan suara-suara negatif.
Memang pada awalnya kritik bisa menjadi hal yang menyakitkan. Namun lama-kelamaan KRITIK itu akan berubah menjadi KRIPIK yang disukai dan selalu dirindukan. Apalagi bila kritik yang diberikan itu memang beralasan. Kritik yang beralasan itulah yang nantinya memberi kita masukan baru untuk memperbaiki berbagai kekurangan yang ada pada diri yang kemudian memacu kehendak jiwa untuk mengurai berbagai prestasi.
"BANYAK ORANG YANG DIBESARKAN OLEH KRITIKAN"
Kita perlu belajar untuk menyikapi kritik dengan benar, supaya kritikan itu tidak akan menjadi boomerang bagi diri. Kita juga harus merubah persepsi kita tentang kritikan, dari yang tadinya sebuah penghinaan menjadi cermin hidup yang selalu kita perlukan setiap saat agar penampilan kita selalu OKE. Dari yang tadinya cacian menjadi tanda cinta orang lain terhadap kita yang patut diapresiasi.
Bisikkan pada jiwa bahwa tidak ada yang dirugikan oleh kritikan, tidak ada kritik yang melemahkan, tidak ada kritik yang menghinakan. Karena selama kita tidak maksum, maka selama itu lidah kita bisa salah berucap, pena kita bisa saja tergelincir.
Saat kita menerima kritikan dan mengakui kesalahan, saat itulah kita telah menjadi orang besar. Lihatlah Umar –radhiallahu anhu- Kritik dari seorang nenek tua yang diterimanya tidak membuat martabatnya jatuh, bahkan sejak peristiwa itu sikap bijak beliau selalu menjadi permisalan tentang keberanian dalam menepis ego dan tendensi pribadi.
"Semoga Allah merahmati orang yang menghadiahkan pada kami apa yang menjadi kekurangan kami"
"Kembali pada kebenaran itu lebih baik daripada berlama-lama dalam kebathilan"
"menjadi pengikut suatu kebenaran lebih baik bagiku ketimbang menjadi pemimpin atas kebathilan"
Tiga ungkapan masyhur itu dicatatat apa adanya oleh sejarah. Tiga kalimat yang menunjukkan penolakan terhadap keangkuhan diri yang merasa selalu benar karna sebagai pemimpin, sebagai alim, sebagai Ustadz yang terlanjur tenar.
Saya teringat sebuah petuah yang bijak yang mengatakan,
"Pedang musuh yang mengajarimu untuk terus berlatih jauh lebih baik ketimbang pujian kawan yang melenakan dan membuatmu kalah".
Jadi... mari berlapang dada dalam menerima kritikan.
Saya juga mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya bagi ikhwah yang selama ini selalu menyampaikan kritik pada saya. Jazaahumullahu khoiron.
Catt:
Bagi pengkritik, Jadilah kritikus yang baik dan berilmu, sehingga tau mana yang harus dikritisi dan mana yang harus diapresiasi. Uswah kita adalah Rasulullah -shallahu alaihi wasallam. Kritik beliau selalu dalam bentuk kinayah serta jauh dari kata-kata yang melukai atau bersifat merendahkan.
Semoga bermanfaat
Madinah, Rabu 25-05-1435 H/26-03-2014
Orang dengan tipikal semacam ini akan selalu menganggap bahwa kritikan merupakan bentuk penghinaan yang bisa menurunkan harga diri serta mengganggu emosi. Mungkin karena terbiasa dengan suara-suara positif sehingga sulit baginya mendengarkan suara-suara negatif.
Memang pada awalnya kritik bisa menjadi hal yang menyakitkan. Namun lama-kelamaan KRITIK itu akan berubah menjadi KRIPIK yang disukai dan selalu dirindukan. Apalagi bila kritik yang diberikan itu memang beralasan. Kritik yang beralasan itulah yang nantinya memberi kita masukan baru untuk memperbaiki berbagai kekurangan yang ada pada diri yang kemudian memacu kehendak jiwa untuk mengurai berbagai prestasi.
"BANYAK ORANG YANG DIBESARKAN OLEH KRITIKAN"
Kita perlu belajar untuk menyikapi kritik dengan benar, supaya kritikan itu tidak akan menjadi boomerang bagi diri. Kita juga harus merubah persepsi kita tentang kritikan, dari yang tadinya sebuah penghinaan menjadi cermin hidup yang selalu kita perlukan setiap saat agar penampilan kita selalu OKE. Dari yang tadinya cacian menjadi tanda cinta orang lain terhadap kita yang patut diapresiasi.
Bisikkan pada jiwa bahwa tidak ada yang dirugikan oleh kritikan, tidak ada kritik yang melemahkan, tidak ada kritik yang menghinakan. Karena selama kita tidak maksum, maka selama itu lidah kita bisa salah berucap, pena kita bisa saja tergelincir.
Saat kita menerima kritikan dan mengakui kesalahan, saat itulah kita telah menjadi orang besar. Lihatlah Umar –radhiallahu anhu- Kritik dari seorang nenek tua yang diterimanya tidak membuat martabatnya jatuh, bahkan sejak peristiwa itu sikap bijak beliau selalu menjadi permisalan tentang keberanian dalam menepis ego dan tendensi pribadi.
"Semoga Allah merahmati orang yang menghadiahkan pada kami apa yang menjadi kekurangan kami"
"Kembali pada kebenaran itu lebih baik daripada berlama-lama dalam kebathilan"
"menjadi pengikut suatu kebenaran lebih baik bagiku ketimbang menjadi pemimpin atas kebathilan"
Tiga ungkapan masyhur itu dicatatat apa adanya oleh sejarah. Tiga kalimat yang menunjukkan penolakan terhadap keangkuhan diri yang merasa selalu benar karna sebagai pemimpin, sebagai alim, sebagai Ustadz yang terlanjur tenar.
Saya teringat sebuah petuah yang bijak yang mengatakan,
"Pedang musuh yang mengajarimu untuk terus berlatih jauh lebih baik ketimbang pujian kawan yang melenakan dan membuatmu kalah".
Jadi... mari berlapang dada dalam menerima kritikan.
Saya juga mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya bagi ikhwah yang selama ini selalu menyampaikan kritik pada saya. Jazaahumullahu khoiron.
Catt:
Bagi pengkritik, Jadilah kritikus yang baik dan berilmu, sehingga tau mana yang harus dikritisi dan mana yang harus diapresiasi. Uswah kita adalah Rasulullah -shallahu alaihi wasallam. Kritik beliau selalu dalam bentuk kinayah serta jauh dari kata-kata yang melukai atau bersifat merendahkan.
Semoga bermanfaat
Madinah, Rabu 25-05-1435 H/26-03-2014
0 Kommentare:
Kommentar veröffentlichen