Samstag, 11. Januar 2014

CINTA KAMI PADANYA YANG MEMBUAT KAMI TIDAK MERAYAKAN HARI KELAHIRANNYA Shallallahu alaihi wasallam

Kita semua menyadari bahwa mencintai Rasulullah shallahu alaihi wasallam merupakan kewajiban

Kewajiban untuk mencintainya berada pada martabat kedua setelah kecintaan kepada Allah.
Bahkan tidak sempurna imam seseorang apabila dia tidak mencintai Rasulullah lebih dari apapun selain Allah.

Beliau -shallahu alaihi wasallam- bersabda:

"Tidak beriman salah seorang diantara kalian hingga aku lebih dicintainya melebihi cintanya terhadap anak-anaknya, orang tuanya dan seluruh manusia" (HR. Bukhori dan Muslim)
 
Saya pernah mendengar sebuah ungkapan indah tentang konsekwensi cinta.
لَوْ كَانَ حُبُّكَ صَادِقاً لَأَطَعْتَـهُ إِنَّ المُحِبَّ لِمَنْ أَحَبَّ مُطِيْـعُ

Jikalau cintamu tulus murni (kepadanya), niscaya engkau akan mentaatinya.
Karena sesungguhnya orang yang mencintai akan patuh terhadap orang yang dicintainya.

Pikirkupun membawaku pada baris-baris sabda yang dulu pernah kubaca:
من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد

"Barangsiapa yang melakukan satu amalan yang tidak kami perintahkan, maka amalan itu tertolak"

Dia tidak pernah memerintahkannya. 
Jadi kami tidak akan merayakannya.
Bukan karena kami tak sanggup, tapi takut kalau amal-amal kami ditolak.
Kami juga takut bila hari yang dijanjikan itu tiba, kami ditolak saat mendekat mendekati telaga haudhnya.

Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda:

 
ليردن علي أقوام أعرفهم ويعرفونني ثم يحال بيني وبينهم فأقوِل إنهم من أمتي ، فيقال : إنك لا تدري ما أحدثوا بعدك . فأقول : سحقاَ لمن غيّر بعدي

"sungguh ada suatu kaum yang akan mendekat padaku (di telaga al-haudh). aku mengenal mereka dan mereka pun mengenalku. kemudian aku dan mereka dipisahkan, maka aku berkata: “mereka adalah ummatku.” kemudian dikatakan pada beliau: “engkau tidak tahu apa yang mereka ada-adakan sepeninggalmu.” Maka aku pun berkata: “celakalah (menjauhlah) orang-orang yang mengubah (agama) setelahku."
(HR. Bukhari-Muslim)

Sahabat...
Karna aku tak ingin engkau juga tertolak diri telaga haudh itu, maka kutuliskan catatan kecil ini sebagai pikiran banding untukmu yang masih terbuwai dengan apa yang kau sebut bid'ah hasanah...

Bukankah di dalam Al-Qur'an Allah berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا

"Pada hari ini telah kusempurnakan untukmu agamamu dan telah kusempurnakan bagimu nikmat-Ku dan telah kuridhoi Islam sebagai agamamu" (QS: Al-Maidah ayat: 3)

Imam Malik -rahimahullah- berkata "maka apa-apa saja yang bukan bagaian dari agama dimasa itu, maka hari ini juga tetap bukan bagian dari agama"

Mungkin engkau akan berkata padaku. "Tapi Rasul juga pernah bersabda:

“Barangsiapa yang merayakan hari kelahiranku, maka aku akan menjadi pemberi syafaat baginya pada hari kiamat... "

Akhi fillah..
Hadits ini tidak ada asal-usulnya, atau dalam bahasa sederhanya palsu.

Andaikan hadits ini sohih, tentu para sahabat sudah mendahului kita dalam melakukannya.
Karana para sahabat -radhiallahu anhum- adalah manusia-manusia yang slalu bergegas dalam melaksanakan kebaikan..
Apalagi ganjaran kebaikan itu adalah syafaat dari nabi shallahu alaihi wasallam...
 
Namun sayang...
Tak seorangpun dari mereka pernah merayakannya..

Lalu apakah kecintaan kita kepada Rasulullah telah melampaui kecintaan sahabat-sahabat beliau kepadanya.. ?

Sahabat fillah... Sebenarnya siapa sih yang lahir..?
Bukankah yang lahir adalah Rasulullah..?
Lalu apakah beliau pernah merayakan hari kelahirannya setiap tahun..?
Kalau jawabannya iya, beri aku satu dalil, supaya aku tenang saat mengamalkannya. 
Kalau jawabannya tdak ada..
Kenapa kita berani merayakannya lalu menganggap perarayaan itu sebagai sebaik-baik qurbah (bentuk pendekatan diri kepada Allah) atau jalan untuk mendapatkan syafaatnya..?
Padahal kalau seandainya hal itu baik pastilah nabi shallallahu alaihi wasallam sudah memerintahkannya.

Karena beliau pernah bersabda:

"Tidaklah aku meninggalkan sesuatu dari apa yang Allâh perintahkan kepada kamu, kecuali aku telah memerintahkannya. Dan tidak pula aku meninggalkan sesuatu dari apa yang Allâh Ta'âla larang kepada kamu kecuali aku telah melarangnya.
(HR. Syâfi’i, Al-Baihaqi, Al-Khathib al-Baghdâdi, dan lainnya. Lihat: Silsilah ash-Shahîhah 4/416-417 dan komentar Syaikh Ahmad Syâkir dalam Ta’lîqur-Risâlah, hlm. 93-103)

Beliau juga bersabda:

"Tidaklah tersisa sesuatu pun yang bisa mendekatkan ke surga dan menjauhkan dari neraka, melainkan telah dijelaskan kepada kamu" (Lihat Ar-Risâlah karya Imam Syâfi’i, hal 93 Ta’lîq Syaikh Ahmad Syâkir.)

Perlu diketahui bahwa yang pertama kali merayakan maulid nabi adalah dinasti Fathimiyah yang tidak lain adalah syi'ah raafidhoh. Hal ini seperti yang disebutkan Imam Ibnu katsier -rahimahullah- dalam kitabnya Al-Bidayah Wannihaayah. Syaikh Muhammad Bakhit Al Muthii'iy Mufti mesir dulu juga pernah menyinggung hal yang sama. 

Imam Al Maqrizy -rahimahullah- (seorang ahli sejarah islam) dalam bukunya "Al khutath" menjelaskan bahwa maulid Nabi mulai diperingati pada abad empat Hijriyah oleh Dinasti Fathimiyyun di Mesir.
 
Data-data ini menunjukkan bahwa perayaan maulid nabi tidak dikenal dikalangan salaf. Dalam bahasa sederhananya muhdats (sesuatu yang diada-adakan)

Lagipula, tanggal lahir nabi tidak diketahui secara pasti. Imam Ibnu Katsier menyebutkan bahwa tanggal kelahiran Rasulullah tidak diketahui secara pasti.
Imam Al-Qurtuby di dalam tafsirmya juga menyebutkan khilaf diantara  para ulama tentang tanggal lahir Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam-. Lihat pada jilid 20 hal: 194

Ala kulli haal..
Kalaupun memang beliau lahir pada tanggal 12 rabi'ul awaal, maka dihari itu pula beliau shallallahu alaihi wasallam wafat. Apakah pantas kita bersuka cita di hari kepergian Rasulullah..?
Pantaskah kita bersuka cita pada hari terputusnya wahyu dari langit..?
Aku yakin jawabanmu pasti tidak kawan.

Engkau mungkin akan berkata, lalu bagaimana dengan firman Allah..

{ قُلْ بِفَضْلِ اللّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُواْ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ}

Katakanlah: "Dengan kurnia Allah & rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah & rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yg mereka kumpulkan" (QS: Yunus: 58)

Bukankah ini dalil tentang bolehnya merayakan hari kelahiran Rasul..? Karena beliau merupakan karunia terbesar dari Allah untuk manusia...?

Akhi fillah..
Kita semua sepakat bahwa beliau adalah karunia terbesar dari Allah untuk manusia bahkan untuk seluruh alam. Hanya saja... tidak tepat bila ayat ini dijadikan landasan teori untuk melegitimasi perayaan maulid. Sebab tidak seorangpun dari ulama yang hidup pada qurun mufaddhalah (era terbaik islam dimasa salafussholeh) berargumen dengan ayat ini tentang disyariatkannya perayaan maulid nabi.
 
Aku ingin bertanya..

"Apakah kita lebih faham kitabullah ketimbang sahabat nabi dan tabi'in sampai-sampai luput dari mereka istidlal semacam ini..?

Di zaman mereka tidak ditemukan cara berisidlal semacam ini. Itu berarti telah terjadi konsensus bahwa yang dimaksud ayat ini bukanlah perayaan maulid nabi.

Imam Al-Qurthubi menyebutkan: Abu Said Al-Khiudry dan Ibnu Abbas -radhiallahu anhuma- berkata": Fadhlullah (dalam ayat diatas pen.) adalah Al-qur'an dan Rahmat-Nya adalah Islam. (Lihat tafsir Al-Qurtuby jilid: 8 hal: 312 cet: Daar Al-Kitab Al-Araby).

Lalu bagaimana dengan kisah bahwa Allah meringankan adzab Abu lahab karena gembira dengan kelahiran nabi shallahu alaihi wasallam..?

Kisah ini dapat dijawab dari dua sisi.
Yang pertama dari sisi sanad, kisah ini tidak tsaabit. Kemudian dari sisi makna juga bertentangan dengan kaidah dan ushul syariat kita, bahwa orang kafir tdak diberi ganjaran atas amal sholehnya. Hal itu karena hilang salah satu syarat diantara syarat-syarat diterimahnya amal yaitu iman. Apalagi amalan tersebut bukan amalan yang diberi ganjaran secara dzat.. Karena mencintai anak adalah hal yg manusiawi.. Tidak diberi ganjaran secara dzatnya.

Kalau Puasanya Rasulullah pada hari senin bagaimana..?

Adapun Puasanya Rasulullah pada hari senin dengan alasan bahwa beliau lahir dan diutus dihari itu tidak menunjukkan bolehnya merayakan hari kelahirannya. Karena hadits tersebut menunjukkan sunnah agar kita melakukan puasa pada hari itu setiap minggunya. Kalaupun kita terima bahwa hadits tersebut sebagai dalil, maka hadits menunjukkan agar kita mensyukuri nikmat lahir dan diutusnya beliau -shallallahu alaihi wasallam setiap minggu dengan berpuasa, bukan malah merayakannya dengan pesta yang meriah setahun sekali.
Akan tetapi dalam ibadah qiyas tidak berlaku.

Didalam Risalah Al Maurud fil kalaami alal maulid oleh Imam Al Fakahaani Al Maliky disebutkan bahwa perayaan maulid merupakan sesuatu yang baru (bid'ah). Imam Ibnul Hajj al-maaliky juga mengatakan hal yang sama dalam kitabnya Al Madkhal jilid: 2 hal: 11-12

Lagipula, dalam perayaan itu ada unsur tasyabbuh dengan orang-orang diluar islam yang merayakan hari kelahiran "tuhan" mereka. Sementara kekasih kita tercinta bersabda:

"Barang siapa yang meniru-niru suatu kaum, maka dia adalah bagian dari kaum itu" (HR Abu Daud)

Akhi fillah..
Hendaknya seorang muslim mengikuti jejak salafussholeh dalam ibadah serta muamalahnya..
Besungguh-sungguhlah agar dengan perlahan tapi pasti engkau bisa lepas dari jerat-jerat buwaian bid'ah hasanah.

Karana kekasihku dan kekasihmu bersabda:

"semua bid'ah adalah sesat"

Ketahuilah...
Kecintaan yg tulus itu terwujud dalam bentuk ittiba (mengikuti petunjuknya dengan segenap jiwa dan raga)
Manisnya cinta Rasul tidak dapat diraih dengan mendengar bait-bait cinta yang dilantunkan dimalam maulid nabi.
Bait-bait cinta yang berisi pujian berlebihan kepada Rasulullah.
Padahal beliau bersabda:

“Jangan memujiku secara berlebihan seperti kaum Nasrani yang memuji Isa putera Maryam. Sesungguhnya aku adalah hamba-Nya, maka ucapkanlah, “Hamba Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari dan Ahmad).

Orang yg paling bahagia adalah orang yg selalu mengingat Rasulullah dalam sunnahnya, meneladani cara hidupnya dari cara buang hajat sampai memimpin negara.
Buktikan kalau cintamu tulus.
Sebagaimana firman Allah: 


Katakanlah (hai Muhāmmad), jika kalian (benar-benar) mencintai Allâh maka ikutilah aku (nabi muhammad sholAllahu ‘alaihi wa sallam ), niscaya Allah akan mencintai kalian dan Allah akan mengampuni dosa-dosa kalian, dan Allah Māhapengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-‘Imrân: 31)

Kami mencintaimu wahai Rasullah..
Kami akan mengingatmu bersama jenggot yang kami biarkan tumbuh..
Bersama pakaian yang tak kami biarkan melewati mata kaki..
Kami akan mengingatmu dalam shalawat yang terucap setiap kali namamu disebut.
Dalam senyum tulus untuk saudara kami saat bertemu.
Bersama ayunan langkah ke masjid untuk sholat berjamaah.
Disaat menaiki kenderaan dengan do'a yang pernah kau ajarkan dulu..
Kami mencintaimu dengan caramu.. seperti yang kau mau..
Dengan sunnah yang kau ajarkan, bukan dengan bid'ah yang engkau cela..
Kami akan terus besama ahli baitmu yang mengikutimu.
Kami tidak akan mengingatmu bersama mereka ditengah manusia yang merayakan kelahiranmu setahun sekali,
Dengan Jubah yg menjulur melebihi mata kaki..
Dengan jenggot yang dicukur rapi..
Dengan ba'it ba'it pujian yang diiringi tabuhan rebana, bunyi beduk yang bertalu-talu disertai petikan gitar gambus dimalam maulidmu..
Kami tidak akan merayakannya..
Kami takkan hadir..
Meski yang mengajak kami adalah mereka yang mengaku sebagai ahli baitmu..
Sebagai anak cucukmu..
Iya, kami memang WAHHABI.. Karena kami adalah hamba Al Wahhab..
Kami mencintaimu wahai Rasulullah.. 

Mencintai ahlul baitmu yang shaleh serta sahabat-sahabatmu -radhiallahu anhum-...

Ya Allah.. Kurniakan untuk kami syafaat nabi-Mu


Allah berfirman,
"Katakanlah: 'Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.' Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: 'Taatilah Allah dan RasulNya; Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir." (Al-Imran: 31-32)
- See more at: http://minhajulmustaqim.blogspot.com/2012/05/bukti-cinta-kepada-allah-adalah-dengan.html#sthash.IPA8MKk4.dpuf
Madinah, Sabtu 10 Rabi'ul awwal 1435 H

2 Kommentare:

  1. Assalamu'alaikum warahmatullah wabarokatuh ustadz yang semoga snantiasa dalam naungan nikmat sehat selalu Aamiin mhon di iznikn copy artikel ini, Jazakallah khairon wa barakallah fiik

    AntwortenLöschen
  2. Silahkan...
    Wa fiikum baarakallah..

    AntwortenLöschen